Gentleman - In pursuit of happiness




more about "Gentleman - In pursuit of happiness", posted with vodpod Baca selengkapnya disini >>>>......

Angan-angan Suamiku

Namaku Mia, karyawati sebuah bank swasta terkenal, yang semenjak beberapa lama aku mengalami frigiditas dalam persetubuhan, terutama sejak melahirkan anak pertamaku. Atas anjuran suamiku, aku dibawa suamiku ke dukun yang bernama Ki Alugoro yang bermukim di desa kecil di luar Jakarta untuk menyembuhkan frigiditasku.


Sejak itu, setelah sembuh, gairahku untuk bersetubuh malah jadi menggebu-gebu, mungkin karena dalam rangka penyembuhan tersebut aku harus mau menuruti semua persyaratan yang diajukan oleh Ki Alugoro, antara lain diurut dengan semacam obat dalam keadaan telanjang bulat dan disetubuhi olehnya (waktu itu disetujui dan malah disaksikan oleh suamiku).

Akupun setuju asal aku dapat sembuh dari frigiditasku. Dan mungkin karena kontol Ki Alugoro memang benar-benar besar, lagi pula dia pandai sekali mencumbu den membangkitkan gairahku, ditambah dengan ramuan-ramuan yang diberikan olehnya, maka sekarang aku benar-benar sembuh dari frigiditasku, dan menjadi wanita dengan gairah seks yang lumayan tinggi. Hanya saja, karena ukuran kontol suamiku jauh lebih kecil dari kontol Ki Alugoro, maka dengan sendirinya suamiku tidak pernah bisa memuaskanku dalam bersetubuh.

Apakah aku harus datang lagi ke tempat Ki Alugoro dengan pura-pura belum sembuh? (padahal supaya aku disetubuhi lagi olehnya). Mula-mula terbersit pikiran untuk berbuat begitu, tapi setelah kupikir-pikir lagi kok gengsi juga ya? Masak seorang istri baik-baik datang ke laki-laki lain supaya disetubuhi walaupun kalau mengingat kontol Ki Alugoro yang luar biasa besar itu aku sering tidak bisa tidur dan gairahku untuk bersetubuh memuncak habis.

Sering-sering aku harus memuaskan diri dengan dildo yang kubeli tempo hari di depan suamiku sehabis kami bersetubuh karena suamiku tidak bisa memuaskan diriku. Malah sering suamiku sendiri yang merojok-rojokkan dildo itu ke dalam tempikku.

Untunglah, entah karena mengerti penderitaanku atau tidak, ternyata suamiku mempunyai angan-angan untuk melakukan persetubuhan three in one atau melihat aku disetubuhi oleh laki-laki lain, terutama setelah dia melihat aku disetubuhi Ki Alugoro tempo hari. Pantesan sejak itu, sebelum bercinta, dia selalu mengawalinya dengan angan-angannya. Angan-angan yang paling merangsang bagi suamiku, adalah membayangkan aku bersetubuh dengan laki-laki lain dengan kehadiran suamiku, seperti dengan Ki Alugoro tempo hari. Setelah beberapa lama dia menceritakan angan-angannya tersebut, suatu hari dia bertanya bahwa apakah aku mau merealisasikan angan-angan tersebut. Pada awalnya aku pura-pura mengira dia cuma bercanda. Namun dia semakin mendesakku untuk melakukan itu, aku bertanya apakah dia serius. Dia jawab, ”Ya aku serius!” Kemudian dia berkata, bahwa motivasi utamanya adalah untuk membuatku bahagia dan mencapai kepuasan setinggi-tingginya. Karena dengan melihat wajahku ketika mencapai orgasme dengan Ki Alugoro tempo hari, selain sangat merangsang juga memberikan kepuasan tersendiri bagi dirinya (rupanya, waktu melihat tempikku dianceli kontol gede Ki Alugoro, diam-diam dia mengocok-ngocok kontolnya sendiri sampai orgasme.)

Tentu saja hal itu sebetulnya sangat aku harapkan. Inilah yang namanya dildo dicinta, kontolpun tiba. Secara terus terang, seperti aku tuturkan diatas, aku tidak pernah merasa puas dengan kontol suamiku yang kecil, terutama setelah tempikku dianceli oleh kontol Ki Alugoro yang luar biasa itu. Wah, rasanya sampai tidak bisa aku katakan.

Kuakui selama ini aku juga sering mengalami gejolak birahi yang tiba-tiba muncul, apalagi di pagi hari apabila malamnya kami melakukan persetubuhan karena suamiku tidak dapat melakukannya secara sempurna dan aku tidak sampai orgasme.

Rupanya angan-angan seksual suamiku tersebut bukan hanya merupakan sekadar angan-angan saja akan tetapi dia sangat bersikeras untuk dapat mewujudkannya menjadi suatu kenyataan dan suamiku terus membujukku agar aku mau membantunya dalam melaksanakan angan-angannya (padahal sebenarnya aku sudah sangat mengharapkan, kapan rencana itu diwujudkan?). Tetapi untuk meyakinkan keseriusannya aku pura-pura terpaksa mengalah dan berjanji akan membantunya sepanjang aku dapat melakukannya dan kutanyakan apakah dia tidak cemburu melihat istrinya ditelanjangi dan tempiknya dianceli dengan kontol orang lain? Dia bilang sama sekali tidak.

”Karena aku hanya ingin melihat kau bahagia dan terpuaskan dalam persetubuhan” jawabnya mantab waktu itu.
”Tentu saja aku akan mencarikan kau temanku yang mempunyai kontol besar dan keras. Setidak tidaknya sama dengan kontol Ki Alugoro tempo hari” janjinya lebih lanjut.

Sejak itu dia rajin menawarkan nama-nama temannya untuk mensetubuhiku.

”Terserah kaulah, kan kau yang punya rencana aku disetubuhi temanmu” jawabku waktu itu.

Akhirnya di suatu hari suamiku berbisik padaku, ”Aku telah mengundang Edo untuk menginap di sini malam ini”

Hatiku berdebar keras mendengar kata-kata suamiku itu, karena Edo teman suamiku itu adalah salah seorang idola di sekolahku dulu dan dia adalah cowok yang menjadi rebutan cewek-cewek dan sangat kudambakan jadi pacarku semasa SMA. Suamikupun kenal baik dengan dia karena kami memang berasal dari satu kota kabupaten yang tidak seberapa besar. Terus terang kuakui bahwa penampilan Edo sangat oke. Bentuk tubuhnya pun lebih tinggi, lebih kekar dan lebih atletis dari tubuh suamiku karena dia dulu jago basket dan olah raga yudo. Walaupun Edo adalah cowok yang kudambakan semasa SMA dulu, tetapi kami belum pernah berpacaran karena dia memang agak acuh terhadap cewek dan disamping itu, banyak sainganku cewek-cewek yang mengejar-ngejar dia. Apalagi waktu itu sudah menjelang EBTANAS, dan setelah itu dia sibuk dengan persiapan masuk universitas. Waktu itu aku kelas 1, sedang dia kelas 3 SMA.

Ketika Edo datang, aku sedang mematut-matut diri dan memilih gaun yang seksi dengan belahan dada yang cukup rendah agar aku terlihat menarik. Dari cermin rias di kamar tidurku, kuamati gaun yang kukenakan terlihat sangat ketat melekat pada tubuhku sehingga lekukan-lekukan tubuhku terlihat dengan jelas. Susuku kelihatan sangat menonjol membentuk dua buah bukit daging yang indah. Tubuhku memang ramping dan berisi. Susuku yang subur juga kelihatan sangat kenyal. Demikian pula pantatku yang cenderung nonggeng itu menonjol seakan menantang laki-laki yang melihatnya. Dengan perutku yang masih cukup rata dengan kulitku yang puber (putih bersih) membuat tubuhku menjadi sangat sempurna. Apalagi wajahku memang tergolong cantik. Dan terus terang, dari dulu aku memang bangga dengan tubuh dan wajahku. Tiba-tiba aku baru tersadar, pantas saja suamiku mempunyai angan-angan untuk melihat aku disetubuhi oleh laki laki-lain. Ingin membandingkan dengan film BF yang sering kami lihat mungkin.

Setelah mematut-matut diri, aku keluar untuk menyediakan makan malam. Setelah makan malam, Edo dan suamiku duduk mengobrol di teras belakang rumah dengan santai sambil menghabiskan beberapa kaleng bir yang dicampur dengan sedikit minuman keras pemberian teman suamiku yang baru pulang dari luar negeri. Tidak berapa lama aku pun ikut duduk minum bersama mereka. Malam itu hanya kami berdua ditambah Edo saja di rumah. Pembantuku yang biasa menginap, tadi siang telah kuberikan istirahat untuk pulang ke rumahnya selama beberapa hari, sedang anakku satu-satunya tadi siang dijemput mertuaku untuk menginap di rumahnya.
Ketika hari telah makin malam dan udara mulai terasa dingin, tiba-tiba suamiku berbisik kepadaku, ”Aku telah bicara dengan Edo mengenai rencana kita. Dia setuju malam ini menginap di sini.

”Tapi walaupun demikian kalau kamu kurang cocok dengan pilihanku ini, kamu tidak usah takut berterus terang padaku!” bisik suamiku selanjutnya.
”Tapi kujamin kontolnya memang gede, aku beberapa kali melihatnya waktu kencing di kantor. Tapi soal kekerasannya, kamu sendiri yang dapat membuktikannya nanti” lanjutnya lagi.

Mendengar bisikan suamiku itu, diam-diam hatiku gemetar sambil bersorak gembira, tetapi aku pura-pura diam saja, tidak menunjukkan sikap yang menolak atau menerima. Dalam hati aku mau lihat bagaimana reaksinya nanti bila aku benar-benar bersetubuh dengan laki-laki lain. Apakah dia nanti tidak akan cemburu melihat istrinya disetubuhi lelaki lain secara sadar dan seluruh bagian tubuh istrinya yang sangat rahasia dilihat dan dinikmati oleh laki-laki lain yang sudah amat dia kenal (kalau dengan Ki Alugoro kan dalam rangka penyembuhan?).

Tidak berapa lama kemudian aku masuk ke kamar dan berganti pakaian memakai baju tidur tipis tanpa BH, sehingga susuku, terutama pentil susuku yang besar itu terlihat membayang di balik baju tidur.

Ketika aku keluar kamar, baik suamiku maupun Edo kelihatan terpana untuk beberapa saat.

Akan tetapi mereka segera bersikap biasa kembali dan suamiku langsung berkata, ”Ayo..!” katanya dengan senyum penuh arti kepada kami berdua dan kamipun segera masuk ke kamar tidur.

Di kamar tidur suamiku mengambil inisiatif lebih dulu dengan mulai menyentuh dan melingkarkan tangan di dadaku dan menyentuh susuku dari luar baju tidur.

Melihat itu, Edo mulai mengelus-elus pahaku yang terbuka, karena baju tidurku tersingkap ke atas. Dengan berpura-pura tenang aku segera merebahkan diri tengkurap di atas tempat tidur. Sebenarnya nafsuku sudah mulai naik karena tubuhku dijamah oleh seorang laki-laki yang tidak lain adalah idolaku waktu di SMA dulu, apalagi aku dalam keadaan hanya memakai sehelai baju tidur tipis tanpa BH. Akan tetapi kupikir aku harus berpura-pura tetap tenang untuk melihat inisiatif dan aktivitas Edo dalam memancing gairah birahiku. Aku ingin tahu sampai seberapa kemahirannya.

Beberapa saat kemudian kurasakan bibir Edo mulai menyusur bagian yang sensitif bagiku yaitu bagian leher dan belakang telinga. Merasakan gesekan-gesekan itu aku berpikir bahwa inilah saat untuk merealisasikan angan-angan suamiku. Seperti mengerti keinginanku, Edo mulai mengambil alih permainan selanjutnya. Aku langsung ditelentangkan di pinggir ranjang, kemudian tangannya yang kiri mulai memegang sambil memijit-mijit susuku yang sebelah kanan, sedangkan tangannya yang kanan mengelus-elus dan memijit-mijit bibir tempikku yang masih dibalut celana dalam, sambil mulutnya melumat bibirku dengan gemas. Tangan Edo yang berada di susuku mulai memelintir dengan halus ujung pentilku yang besar dan mulai mengeras.

Masih dalam posisi terlentang, kurasakan jemari Edo. terus meremas-remas susuku dan memilin-milin pentilnya. Saat itu sebenarnya nafsuku belum begitu meninggi, tetapi rupanya Edo termasuk jagoan juga karena terbukti dalam waktu mungkin kurang dari 5 menit aku mulai mengeluarkan suara mendesis yang tak bisa kutahan. Kulihat dia tersenyum dan menghentikan aktivitasnya.

Kini Edo mulai membuka baju tidurku dan beberapa saat kemudian aku merasakan tarikan lembut di pahaku. Lalu aku merasakan hembusan lembut hawa dingin AC di tempikku yang berarti celana dalamku telah dilepas oleh Edo. Kini Edo telah menelanjangi diriku sampai aku benar-benar dalam keadaan telanjang bulat tanpa ada sehelai benangpun yang menutupi tubuhku.

Aku hanya bisa pasrah saja merasakan gejolak birahi dalam diriku ketika tubuhku ditelanjangi laki-laki idolaku dihadapan suamiku sendiri.

Kulirik Edo penuh nafsu menatap tubuhku yang telah telanjang bulat sepuas-puasnya.

Aku benar-benar tidak dapat melukiskan betapa perasaanku saat itu. Aku ditelanjangi oleh laki-laki idolaku dan yang sebenarnya aku harapkan kehadirannya.

Belum pernah aku bertelanjang bulat di hadapan laki-laki lain, kecuali dengan Ki Alugoro dalam keadaan setengah sadar dalam rangka penyembuhan tempo hari, apalagi dalam situasi seperti sekarang ini.

Aku merasa sudah tidak ada lagi rahasia tubuhku yang tidak diketahui Edo.

Maka, secara reflek dalam keadaan terangsang, aku mengusap-usap kontol Edo yang telah tegang dari luar celananya. Ini kelihatan karena bagian bawah celana Edo mulai menggembung besar. Aku mengira-ngira seberapa besar kontol Edo ini. Kemudian aku mengarahkan tanganku ke arah retsluiting celananya yang telah terbuka dan menyusupkan tanganku memegang kontol Edo yang ternyata memang telah ngaceng itu. Aku langsung tercekat ketika terpegang kontol Edo yang seperti kata suamiku ternyata memang besar.

Kulirik suamiku sedang membuka retsluiting celananya dan mulai mengelus-elus kontolnya sendiri. Dia kelihatan benar-benar sangat menikmati adegan ini. Tanpa berkedip dia menyaksikan tubuh istrinya digauli dan digerayangi oleh laki-laki lain.
Sebagai seorang wanita dengan nafsu birahi yang lumayan tinggi, keadaan ini mau tidak mau akhirnya membuatku terbenam juga dalam suatu arus birahi yang hebat. Jilatan-jilatan Edo pada bagian tubuhku yang sensitif membuatku bergelinjang dengan dahsyat menahan arus birahi yang mulai menjalari diriku dan tempikku.

Setelah beberapa saat aku memegang sambil mengelus-elus kontol Edo, tiba-tiba Edo berdiri dan membuka celana beserta celana dalamnya sehingga kontolnya tiba-tiba melonjak keluar, seakan-akan baru bebas dari kungkungan dan sekarang aku bisa melihatnya dengan jelas. Setelah membuka seluruh pakaiannya, kini Edo benar-benar bertelanjang bulat.

Sehingga aku dapat melihat dengan jelas ukuran kontol Edo dalam keadaan ngaceng, yang ternyata memang jauh lebih besar dan lebih panjang dari ukuran kontol suamiku. Bentuknya pun agak berlainan. kontol Edo ini mencuat lurus ke depan agak mendongak ke atas, sedang kontol suamiku jauh lebih kecil, agak tunduk ke bawah dan miring ke kiri. Aku betul-betul terpana melihat kontol Edo yang sangat besar dan panjang itu. kontol yang sebesar itu memang belum pernah aku lihat (waktu dengan Ki Alugoro aku tidak sempat memperhatikan seberapa besar kontolnya, karena aku agak malu-malu dan setengah sadar). Batang kontolnya kurang lebih berdiameter 5 cm dikelilingi oleh urat-urat yang melingkar dan pada ujung kepalanya yang sangat besar, panjangnya mungkin kurang lebih 18 cm, pada bagian pangkalnya ditumbuhi dengan rambut-rambut keriting yang lebat. Kulitnya kelihatan tebal, lalu ada urat besar disekeliling batangnya dan terlihat seperti kabel-kabel di dalam kulitnya. Kepala batangnya tampak kenyal, penuh, dan mengkilat.

Kemudian dia menyodorkan kontolnya tersebut ke hadapan wajahku.

Aku melirik ke arah suamiku, yang ternyata tambah asyik menikmati adegan ini sambil tersenyum puas dan mengelus-elus kontolnya, karena melihat aku kelihatan bernafsu menghadapi kontol yang sebesar itu. Aku sebenarnya sudah amat terangsang, tetapi untuk menunjukkan pada Edo, aku agak tidak enak hati.

Tapi entah kenapa, tanpa kusadari tiba-tiba aku telah duduk di tepi ranjang sambil menggenggam kontol itu yang terasa hangat dalam telapak tanganku. Kugenggam erat-erat, terasa ada kedutan terutama di bagian uratnya. Lingkaran genggamanku hampir penuh menggapai lingkaran batang kontolnya. Aku tidak pernah membayangkan bahwa aku akan pernah memegang kontol sebesar ini, dari seorang laki-laki lain secara sadar dan penuh nafsu dihadapan suamiku.

Kembali aku melirik kepada suamiku. Kulihat dia semakin bertambah asyik menikmati adegan ini, malah kali ini bukan hanya mengelus-elus, tetapi malah sambil mengocok kontolnya sendiri, yaitu adegan istrinya yang penuh nafsu birahi sedang digauli oleh laki-laki lain, yang juga merupakan idolaku dulu.

Tiba-tiba muncul nafsu hebat terhadap idolaku itu, sehingga dengan demonstratif kudekatkan mulutku ke kontol Edo, kujilati seluruh permukaannya dengan lidahku kemudian kukulum dan kuhisap-hisap dengan nafsu birahi yang membara. Aku merasa sudah kepalang basah maka aku akan nikmati kontol itu dengan sepuas-puasnya sebagaimana kehendak suamiku.

Kuluman dan hisapanku itu membuat kontol Edo yang memang telah berukuran besar itu menjadi bertambah besar, bertambah keras dan kepala kontolnya jadi tambah mengkilat merah keungu-unguan.. Dalam keadaan sangat bernafsu, kontol Edo yang sedang mengaceng keras dalam mulutku itu mengeluarkan semacam aroma yang khas yang aku namakan aroma lelaki.

Aroma itu menyebabkan gairah birahiku semakin memuncak dan lubang tempikku mulai terasa berdenyut-denyut hebat hingga secara tidak sadar membuatku bertambah gemas dan semakin menjadi-jadi menghisap kontol itu seperti hisapan sebuah vacuum cleaner.
Kuluman dan hisapanku yang amat bernafsu itu rupanya membuat Edo tidak tahan lagi. Tiba-tiba dia mendorong tubuhku sehingga telentang di atas tempat tidur.

Aku pun kini semakin nekat dan semakin bernafsu untuk melayaninya. Aku segera membuka kedua belah pahaku lebar-lebar.

”Do…” kataku pelan dan aku bahkan tidak tahu memanggilnya untuk apa.

Sambil berlutut mendekatkan tubuhnya diantara pahaku, Edo berbisik, ”Ssttt…………!” bisiknya sambil kedua tangannya membuka pahaku sehingga selangkanganku terkuak. Itu berarti bahwa sebentar lagi kontolnya akan bercumbu dengan tempikku. Benar saja, aku merasakan ujung kontolnya yang hangat menempel tepat di permukaan tempikku. Tidak langsung dimasukkan di lubangnya, tetapi hanya digesek-gesekkan di seluruh permukaan bibirnya, ini membuat tempikku tambah berdenyut-denyut dan terasa sangat nikmat. Dan makin lama aku makin merasakan rasa nikmat yang benar-benar bergerak cepat di sekujur tubuhku dimulai dari titik gesekan di tempikku itu.

Beberapa saat Edo melakukan itu, cukup untuk membuat tanganku meraih pinggangnya dan pahaku terangkat menjepit pinggulnya. Aku benar-benar menanti puncak permainan ini. Edo menghentikan aktivitasnya itu dan menempelkan kepala kontolnya tepat di antara bibir tempikku dan terasa bagiku tepat di ambang lubang tempikku. Aku benar-benar menanti tusukannya.

”Oocchh.. Ddoo, please..” pintaku memelas.

Sebagai wanita di puncak birahi, aku betul-betul merasa tidak sabar dalam kondisi seperti itu. Sesaat aku lupa kalau aku sudah bersuami, yang aku lihat cuma Edo dan kontolnya yang besar dan panjang. Ada rasa deg-deg plas, ada pula rasa ingin cepat merasakan bagaimana rasanya dicoblos kontol yang lebih besar dan lebih panjang.

”Ooouugghhh……” batinku yang merasa tak sabar benar untuk menunggunya.

Tiba-tiba aku merasakan sepasang jemari membuka bibir-bibir tempikku. Dan lebih dahsyat lagi aku merasakan ujung kontol Edo mulai mendesak di tengah-tengah lubang tempikku..

Aku mulai gemetar hebat, karena tidak mengira akan senikmat ini aku akan merasakan kenikmatan bersetubuh. Apalagi dengan orang yang menjadi idolaku, yang sangat kukagumi sejak dulu.

Perlahan-lahan Edo mulai memasukkan kontolnya ke dalam tempikku.

Aku berusaha membantu dengan membuka bibir tempikku lebar-lebar. Kelihatannya sangat sulit kontol sebesar itu masuk ke dalam lubang tempikku yang kecil.

Tangan Edo yang satu memegang pinggulku sambil menariknya ke atas, sehingga pantatku agak terangkat dari tempat tidur, sedangkan tangannya yang satu memegang batang kontolnya yang diarahkan masuk ke dalam lubang tempikku.

Pada saat Edo mulai menekan kontolnya, aku mulai mendesis-desis, ”Sssshhhhh…… Eddooo…… ppelan-ppelan Ddooo… ssshhhh…… desisku gemetar. Edo lalu menghentikan aktivitasnya sebentar untuk memberiku kesempatan untuk mengambil nafas, kemudian Edo melanjutkan kembali usahanya untuk memasukkan kontolnya. Setelah itu kontol Edo mulai terasa mendesak masuk dengan mantap. Sedikit demi sedikit aku merasakan terisinya ruangan dalam lubang tempikku. Seluruh tubuhku benar-benar merinding ketika merasakan kepala kontolnya mulai terasa menusuk mantap di dalam lubang tempikku, diikuti oleh gesekan dari urat-urat batang kontol itu setelahnya. Aku hanya mengangkang merasakan desakan pinggul Edo sambil membuka pahaku lebih lebar lagi.

Kini aku mulai merasakan tempikku terasa penuh terisi dan semakin penuh seiring dengan semakin dalamnya kontol itu masuk ke dalam lubang tempikku.

Sedikit suara lenguhan kudengarkan dari Edo ketika hampir seluruh kontolnya itu amblas masuk.

Aku sendiri tidak mengira kontol sebesar dan sepanjang tadi bisa masuk kedalam lubang tempikku yang kecil. Walaupun belum seluruh kontol Edo masuk ke dalam tempikku, rasanya seperti ada yang mengganjal dan untuk menggerakkan kaki saja rasanya agak aneh. Tetapi sedikit demi sedikit aku mulai bisa menyesuaikan diri dan menikmati rasa yang nyaman dan nikmat.

Ketika hampir seluruh batang kontol Edo telah amblas masuk ke dalam lubang tempikku, tanpa sengaja aku terkejang sehingga berakibat bagian dinding dalam tempikku seperti meremas batang kontol Edo. Aku agak terlonjak sejenak ketika merasakan kontol Edo seperti berkerojot di dalam lubang tempikku akibat remasan tersebut. Aku terlonjak bukan karena kontol itu merupakan kontol dari seorang laki-laki lain yang pertama yang kurasakan memasuki tubuhku selain kontol suamiku dan Ki Alugoro, akan tetapi karena aku merasakan kontol Edo memang terasa lebih istimewa dibandingkan kontol suamiku maupun kontol Ki Alugoro, baik dalam ukuran maupun ketegangannya.

Selama hidupku memang aku belum pernah melakukan persetubuhan dengan laki-laki lain selain dengan suamiku dan Ki Alugoro dan keadaan ini memberikan pengalaman baru bagiku. Aku tidak menyangka ukuran kontol seorang laki-laki berpengaruh besar sekali terhadap kenikmatan bersetubuh seorang wanita.

Oleh karena itu secara refleks aku mengangkat kedua belah pahaku tinggi-tinggi dan menjepit pinggang Edo erat-erat untuk selanjutnya aku mulai mengoyang-goyangkan pinggulku mengikuti alunan gerakan tubuh Edo. Saat itu kakiku masih menjuntai di lantai karpet kamar. Tanganku memegangi lengannya yang mencengkeram pinggulku. Aku menariknya kembali ketika Edo menarik kontolnya dari tempikku. Tapi dan belum sampai tiga perempat kontolnya berada di luar tempikku, tiba-tiba dia menghujamkannya lagi dengan kuat.

Aku nyaris menjerit menahan lonjakan rasa nikmat yang disiramkan kepadaku secara tiba-tiba itu.

Begitulah beberapa kali Edo melakukan hujaman-hujaman ke dalam lubang tempikku tersebut. Setiap kali hujaman seperti menyiramkan rasa nikmat yang amat sangat ke tubuhku. Aku begitu terangsang dan semakin terangsang seiring dengan semakin seringnya permukaan dinding lubang tempikku menerima gesekan-gesekan dari urat-urat kontol Edo yang seperti kabel-kabel yang menjalar-jalar itu. Biasanya suamiku kalau bersetubuh semakin lama semakin cepat gerakannya, tetapi Edo melakukan gerakan yang konstan seperti mengikuti alunan irama musik evergreen yang sengaja aku setel sebelumnya.

Tapi anehnya, justru aku semakin bisa merasakan setiap milimeter permukaan kulit kontolnya dengan rytme seperti itu.

Tahap ini sepertinya sebuah tahap untuk melakukan start menuju ke sebuah ledakan yang hebat, aku merasakan tempikku baik bagian luar maupun dalam berdenyut-denyut hebat seiring dengan semakin membengkaknya rasa nikmat di area selangkanganku. Tubuh kami sebentar menyatu kemudian sebentar lagi merenggang diiringi desah nafas kami yang semakin lama semakin cepat.

Sementara itu aku pun kembali melirik ke arah suamiku. Kulihat suamiku agak ternganga menyaksikan bagaimana diriku disetubuhi oleh Edo.

Melihat penampilan suamiku itu, timbul kembali rasa puas di hatiku, maka secara lebih demonstratif lagi kulayani permainan Edo sehebat-hebatnya secara aktif bagaikan adegan dalam sebuah BF. Keadaan ini tiba-tiba menimbulkan suatu kepuasan lain dalam diriku. Bukan saja disebabkan oleh kenikmatan persetubuhan yang sedang kualami bersama Edo, akan tetapi aku juga memperoleh suatu kepuasan lain karena aku telah dapat melaksanakan angan-angan suamiku. Suamiku menghendaki aku bersetubuh dengan laki-laki lain dan malam ini akan kulaksanakan sepuas-puasnya.

Tiba tiba Edo semakin mempercepat hunjaman-hunjaman kontolnya ke dalam lubang tempikku.

Tentu saja ini membuat aku semakin bernafsu sampai-sampai mataku terbeliak-beliak dan mulutku agak terbuka sambil kedua tanganku merangkul pinggulnya kuat-kuat. Aku tadinya tak menyangka sedikitpun kalau kontol Edo yang begitu besar mulai bisa dengan lancar menerobos lubang tempikku yang sempit dan sepertinya belum siap menerima hunjaman kontol dengan ukuran sedemikian besar itu. Terasa bibir tempikku sampai terkuak-kuak lebar dan seakan-akan tidak muat untuk menelan besar dan panjangnya kontol Edo. .

”Ooukkhhss.. sshhh.. Ddoo ..! Terrruusshh.. terrusshh.. Ddoo… mmmmhhhh…!” rintihku merasakan kenikmatan yang semakin lama semakin hebat ditempikku. .
”Hhhmmh.. tempikmu.. niikmaat.. sekalii.. Mmiiaaa.. uukkhh.. uukkhh..” Edo mulai mengeluarkan kata-kata vulgar yang malah menambah nafsu birahiku mendengarnya.

Gejolak birahi Edo ternyata makin menguasai tubuhnya dan tanpa canggung lagi ia terus menghunjam hunjamkan kontolnya mencari dan menggali kenikmatan yang ia ingin berikan kepadaku. Untuk tambah memuaskanku dan dirinya juga, batang kontol Edo terus menyusupi lubang tempikku sehingga akhirnya betul-betul amblas semuanya.

”Aarrggccchhhhhh…!!” aku melenguh panjang, kurasakan badanku merinding hebat, wajahku panas dan mungkin berwarna merah merona.

Mataku memandang Edo dengan pandangan sayu penuh arti meminta sesuatu, yaitu meminta diberi rasa nikmat yang sebesar-besarnya.

Edo kelihatan betul-betul terpana melihat wajahku yang diliputi ekspresi sensasional itu. Kemudian Edo tambah aktif lagi bergoyang menarik ulur batang kontolnya yang besar itu, sehingga dinding tempikku yang sudah dilumuri cairan kawin itu terasa tambah banjir dan licin.

Wajahku semakin lepas mengekspresikan rasa sensasi yang luar biasa yang tidak pernah aku perkirakan sebegitu nikmatnya. Saking begitu nikmatnya perasaan maupun tempikku disetubuhi oleh Edo, tanpa kusadari aku mulai berceloteh di luar sadarku, ”Ohhss.. sshhh.. enaakk.. sseekalii… kkontolmu Ddoo…!! Oougghh.. terusshh…. teerruusshh..!!! Aku mendesah, merintih dan mengerang sepuas-puasnya. Aku sudah lupa diri bahwa yang menyetubuhiku bukanlah suamiku sendiri. Yang ada di benakku hanyalah letupan birahi yang harus dituntaskan.

Dengan penuh nafsu kami saling berpelukan sambil berciuman. Nafas kami saling memburu kencang, lidah kami saling mengait dan saling menyedot, saling bergumul.

Edo mengambil inisiatif dengan menggenjot pantatnya yang tampak naik turun semakin cepat diantara selangkanganku yang semakin terbuka lebar, akupun mengangkat kedua kakiku tinggi-tinggi sambil kutekuk dan kusampirkan ke pundaknya, pantatku kuangkat untuk lebih memudahkan batang kontol Edo masuk seluruhnya dan menggesek syaraf-syaraf kenikmatan di rongga tempikku, akibatnya Edopun semakin mudah menyodokkan kontolnya yang panjang, besar dan keras itu keluar masuk sampai ke pangkal kontolnya hingga mengeluarkan suara berdecak-decak crot… crot… seperti suara bebek menyosor lumpur seiring dengan keluar masuknya kontol itu di dalam tempikku

Edo melihat ke arah selangkanganku, tempikku mencengkeram kontolnya erat sekali, ia tersenyum puas bisa menaklukkan tempikku, yang semakin basah membanjir penuh dengan lendir pelumas putih kental sehingga membasahi bulu-bulu jembutku yang tidak terlalu lebat maupun bulu-bulu jembutnya itu dan sekaligus juga batang kontolnya yang semakin tambah mengeras.

Edo mendengus-dengus bagai harimau terluka, genjotannya makin ganas saja. Mata Edo terlihat lapar menatap susuku yang putih montok dikelilingi bulatan coklat muda di tengahnya dan pentilku yang besar dan sudah begitu mengeras karena birahiku yang sudah demikian memuncak, maka tanpa menyia-nyiakan kesempatan Edo langsung menyedot pentil susuku yang begitu menantang itu.
Tubuhku menggelinjang hebat. Dan susukupun makin kubusungkan bahkan dadaku kugerakkan ke kiri dan ke kanan supaya kedua pentil susuku yang makin gatal itu mendapatkan giliran dari serbuan mulutnya.

Desahan penuh birahi langsung terlontar tak tertahankan begitu lidah Edo yang basah dan agak kasar itu menggesek pentil susuku yang peka.

Edo begitu bergairah menjilati dan menghisap susu dan pentilku di sela-sela desah dan rintihanku yang sedang menikmati gelombang rangsangan demi rangsangan yang semakin lama semakin menggelora ini.
”Oouugghhss.. oouugghhss.. sshhhh… tteerruss Ddooo…” aku makin meracau tidak karuan, pikiranku sudah tidak jernih lagi, terombang ambing di dalam pusaran kenikmatan, terseret di dalam pergumulan persetubuhan dengan Edo, tubuh telanjangku serasa seenteng kapas melambung tinggi sekali.

Aku merasakan kenikmatan bagai air bah mengalir ke seluruh tubuhku mulai dari ujung kaki sampai ke ubun-ubun terutama sekali di sekitar tempikku.

Tubuhku akhirnya mengejang sambil memeluk tubuh Edo erat sekali sambil menjerit-jerit kecil tanpa sadar.

”Aaaaccchhh…… Dddooo… mmmmmhhhhhh… konnttolmmmuuu… aakkkuu…… kkeeelluuaaarrrr……” jeritku keenakan.

Badan telanjangku terasa berputar-putar merasakan semburan kenikmatan yang dahsyat diterjang gelombang orgasme.

kontol Edo masih terus menggenjot lubang tempikku, dan aku hanya pasrah dipelukannya mengharapkan gelombang kenikmatan selanjutnya. Lebih dari sejam Edo menyetubuhiku tanpa henti, aku makin lama makin terseret di dalam kenikmatan pergumulan persetubuhan yang belum pernah kurasakan.

Tubuhku akhirnya melemas setelah aku menyemburkan lagi cairan kawinku untuk kesekian kalinya bersamaan dengan Edo yang juga rupanya sudah tidak tahan lagi dan……

”Aaacchhh….. oooccchhh… Mmiiaaa… teemmpiikkmmuuu…… nniikkkmaattttt… sseekkalliiii… adduuhhh…… aaakkuu.. kkekkeeeluaarrr…” erangnya sambil menyemburkan pejunya di dalam tempikku

Kemudian untuk beberapa saat Edo masih membiarkan kontolnya menancap di dalam tempikku.

Akupun tidak mencoba untuk melepas kontol itu dari tempikku.

Setelah agak beberapa lama, Edo mengeluarkan kontolnya yang ternyata masih berdiri dengan tegar walaupun sudah orgasme di lubang tempikku. Walaupun kontolnya masih sangat tegar berdiri dengan kerasnya, Edo menghentikan persetubuhan ini karena dia meminta suamiku menggantikannya untuk menyetubuhiku. Kini ganti dia yang akan menonton diriku disetubuhi oleh suamiku sendiri yang ternyata entah sejak kapan dia sudah bertelanjang bulat.

Suamiku dengan segera menggantikan Edo dan mulai menyetubuhi diriku dengan hebat. Kurasakan nafsu birahi suamiku sedemikian menyala-nyala sehingga sambil berteriak-teriak kecil dia menghunjamkan kontolnya yang kecil itu ke dalam lubang tempikku.
Akan tetapi apakah karena aku masih terpengaruh oleh pengalaman yang barusan kudapatkan bersama Edo, maka ketika suamiku menghunjamkan kontolnya ke dalam lubang tempikku, kurasakan kontol suamiku itu kini terasa hambar. Kurasakan otot-otot lubang tempikku tidak lagi sedemikian tegangnya menjepit kontol suamiku sebagaimana ketika kontol Edo yang berukuran besar dan panjang itu menerobos sampai ke dasar lubang tempikku. kontol suamiku kurasakan tidak sepenuhnya masuk ke dalam lubang tempikku dan terasa lebih lembek bahkan dapat kukatakan tidak begitu terasa lagi dalam lubang tempikku yang barusan diterobos oleh kontol yang begitu besar dan panjang.

Mungkin disebabkan pengaruh minuman alkohol yang terlalu banyak, atau mungkin juga suamiku telah berada dalam keadaan yang sedemikian rupa sangat tegangnya, sehingga hanya dalam beberapa kali saja dia menghunjamkan kontolnya ke dalam lubang tempikku dan dalam waktu kurang dari satu menit, suamiku telah mencapai puncak ejakulasi dengan hebat. Malahan karena kontol suamiku tidak berada dalam lubang tempikku secara sempurna, dia telah menyemprotkan separuh pejunya agak di luar lubang tempikku dengan berkali-kali dan sangat banyak sekali sehingga seluruh permukaan tempik sampai ke sela paha dan jembutku basah kuyup dengan peju suamiku.

Selanjutnya suamiku langsung terjerembab tidak bertenaga lagi terhempas kelelahan di sampingku. Sementara itu, karena aku pasif saja waktu disetubuhi suamiku, dan membayangkan kontol Edo yang luar biasa itu, maka aku sama sekali tidak kelelahan, malah nafsuku kembali memuncak. Bagaikan seekor kuda betina binal aku jadi bergelinjangan tidak karuan karena aku ingin mengalami puncak orgasme lagi dengan disetubuhi oleh Edo. Tapi yang disampingku kini suamiku, yang telah lemas dan tak berdaya sama sekali.

Oleh karena itu dengan perasaan kecewa berat aku segera bangkit dari tempat tidur dalam keadaan tubuh yang masih bertelanjang bulat hendak menuju kamar mandi yang memang berada di dalam kamar tidur untuk membersihkan cairan-cairan bekas persenggamaan yang melumuri selangkangan dan tubuhku.

Namun untunglah, seperti mengerti perasaanku, tiba-tiba Edo yang masih dalam keadaan bertelanjang bulat dan ngaceng kontolnya itu memelukku dari belakang sambil memagut serta menciumi leherku secara bertubi-tubi. Selanjutnya dia membungkukkan tubuhku ke pinggir ranjang. Aku kini berada dalam posisi menungging. Dalam posisi yang sedemikian Edo menusukkan kontolnya ke dalam tempikku dari belakang dengan garangnya.

Karena posisiku menungging, aku jadi lebih leluasa menggoyang-goyangkan pantatku, yang tentu saja tempikku juga ikut bergoyang ke kiri dan ke kanan.

Hal ini membuat Edo semakin bernafsu menghujam-hujamkan kontolnya ke dalam tempikku sehingga dengan cepat tubuhku kembali seperti melayang-layang merasakan kenikmatan yang tiada tara ini.

Tak berapa lama tubuhku mengejang dan…

”Dddooo…… oooccchhhh… aacchhh… Ddooo… akk… aakkuu… mmaaauu… kkkeelluuuaaaarrrrrr……” rintihku sambil mencengkeram pinggir ranjang, aku telah mencapai puncak persetubuhan terlebih dahulu.

Begitu aku sedang mengalami puncak orgasme, Edo menarik kontolnya dari lubang tempikku, sehingga seluruh tubuhku terasa menjadi tidak karuan, kurasakan lubang tempikku berdenyut agak aneh dalam suatu denyutan yang sangat sukar sekali kulukiskan dan belum pernah kualami.

Namun walaupun sudah orgasme, aku masih berkeinginan sekali untuk melanjutkan persetubuhan ini. Dalam keadaan yang sedemikian tiba-tiba Edo yang masih bertelanjang bulat sebagaimana juga diriku, menarikku dan mengajakku tidur bersamanya di kamar tamu di sebelah kamarku.

Bagaikan kerbau dicocok hidung, aku mengikuti Edo ke kamar sebelah. Kami berbaring di ranjang sambil berdekapan dalam keadaan tubuh masing-masing masih bertelanjang bulat bagaikan sepasang pengantin baru yang sedang berbulan madu.

Kemudian Edo melepaskan pelukannya dan menelentangkan diriku lalu dengan bernafsu menciumi susuku dan menyedot-nyedot pentilnya yang mancung itu sehingga aku kembali merasakan suatu rangsangan birahi yang hebat. Tidak lama kemudian tubuh kami kami pun udah bersatu kembali dalam suatu permainan persetubuhan yang dahsyat.

Kali ini rupanya Edo ingin mengajakku bersetubuh dengan cara yang lain. Mula-mula Edo membalikkan tubuhku sehingga posisiku kini berada di atas tubuhnya.

Selanjutnya dengan spontan kuraih kontol Edo dan memandunya ke arah lubang tempikku. Kemudian kutekan tubuhku agak kuat ke tubuh Edo dan mulai mengayunkan tubuhku turun-naik di atas tubuhnya. Mula-mula secara perlahan-lahan akan tetapi lama-kelamaan semakin cepat dan kuat sambil berdesah-desah kecil, ”Occhhh… oocchhh… acchhh… sssshhhh…” desahku dibuai kenikmatan.

Sementara itu Edo dengan tenang telentang menikmati seluruh permainanku sampai tiba-tiba kurasakan suatu ketegangan yang amat dahsyat dan dia mulai mengerang-erang kecil, ”Oocchhh… oocchhh… Mmiiaaaa… ttteeemmpppiikkmuuu… mmmhhhhh…”

Akupun semakin cepat menggerakkan tubuhku turun-naik di atas tubuh Edo dan nafasku pun semakin memburu berpacu dengan hebat menggali seluruh kenikmatan tubuh laki-laki yang berada di bawahku.

Tidak berapa lama kemudian aku menjadi terpekik kecil melepaskan puncak ejakulasi dengan hebat.

”Ooooccchhhhh…… mmmmhhhhhh… ooocccchhhh…… mmmmhhhhhh……” pekikku keenakan dan tubuhkupun langsung terkulai menelungkup di atas tubuh Edo.

Tapi ternyata Edo belum sampai pada puncaknya. Maka tiba-tiba dia bangkit dengan suatu gerakan yang cepat. Kemudian dengan sigap dia menelentangkan tubuhku di atas tempat tidur dan mengangkat tinggi-tinggi kedua belah pahaku ke atas sehingga lubang tempikku yang telah basah kuyup oleh lendir kawin tersebut menjadi terlihat jelas menganga dengan lebar. Selanjutnya Edo mengacungkan kontolnya yang masih berdiri dengan tegang itu ke arah lubang tempikku dan menghunjamkan kembali kontolnya tersebut ke lubang tempikku dengan garang.

Aku menjadi terhentak bergelinjang kembali ketika kontol Edo mulai menerobos dengan buasnya ke dalam tubuhku dan membuat gerakan mundur-maju dalam lubang tempikku. Aku pun kini semakin hebat menggoyang-goyangkan pinggulku mengikuti alunan gerakan turun-naiknya kontol Edo yang semakin lama semakin cepat merojok-rojokkan kontol besarnya ke lubang tempikku.

Aku merasakan betapa lubang tempikku menjadi tidak terkendali berusaha menghisap dan melahap kontol Edo yang teramat besar dan panjang itu sedalam-dalamnya serta melumat seluruh otot-ototnya yang kekar dengan rakusnya.

Selama pertarungan itu beberapa kali aku terpekik agak keras karena kontol Edo yang tegar dan perkasa itu menggesek bagian paling dalam tempikku (mungkin titik itu yang dinamakan G-Spot atau titik gairah seksual tertinggi wanita)

Akhirnya, bersamaan dengan orgasmeku yang entah ke berapa kali aku tak ingat lagi, kulihat Edo tiba juga pada puncaknya.
”Mmmiiiaaaa… ooocchhh…………… ooocccchhhhhh… Mmmiiiiaaaaaaaa…………………… ttteeemmmppikkkmmmuuu… ooccchhhsss… aakkkuu… kkkellluuaaarrrrrr……” rintihnya dengan mimik wajah yang sangat luar biasa dia menyebut-nyebut namaku sambil mengeluarkan kata-kata vulgarnya lagi dan melepaskan puncak ejakulasinya secara bertubi-tubi menyemprotkan seluruh pejunya di dalam tempikku dalam waktu yang amat panjang.

Sementara itu kontolnya tetap dibenamkannya sedalam-dalamnya di lubang tempikku sehingga seluruh pejunya terhisap dalam tempikku sampai titik penghabisan.

Selanjutnya kami terhempas kelelahan ke tempat tidur dengan tubuh yang tetap menyatu. Selama kami tergolek, kontol Edo masih tetap terbenam dalam tempikku, dan aku pun memang tetap berusaha menjepitnya erat-erat karena tidak ingin segera kehilangan benda tersebut dari dalam tubuhku.

Setelah beberapa lama kami tergolek melepaskan lelah, Edo mulai bangkit dan menciumi wajahku dengan lembut yang segera kusambut dengan mengangakan mulutku sehingga kini kami terlibat dalam suatu adegan cium yang mesra penuh dengan perasaan.
Sementara itu tangannya dengan halus membelai-belai rambutku sebagaimana seorang suami yang sedang mencurahkan cinta kasihnya kepada istrinya.

Suasana romantis ini akhirnya membuat gairah kami muncul kembali.

Kulihat kontol Edo mulai kembali menegang tegak sehingga secara serta merta Edo segera menguakkan kedua belah pahaku membukanya lebar-lebar untuk kemudian mulai memasukkan kontolnya ke dalam tempikku kembali. Berlainan dengan suasana permulaan yang kualami tadi, dimana kami melakukan persetubuhan dalam suatu pertarungan yang dahsyat dan liar. Kali ini kami bersetubuh dalam suatu gerakan yang santai dalam suasana yang romantis dan penuh perasaan. Kami menikmati sepenuhnya sentuhan-sentuhan tubuh telanjang masing-masing dalam suasana kelembutan yang mesra bagaikan sepasang suami istri yang sedang melakukan kewajibannya.

Aku pun dengan penuh perasaan dan dengan segala kepasrahan melayani Edo sebagaimana aku melayani suamiku selama ini. Keadaan ini berlangsung sangat lama sekali dan kubisikkan padanya bahwa ada bagian tertentu di dalam tempikku yang kalau tersentuh kontolnya, dapat menghasilkan rasa nikmat yang amat sangat.

Edopun kelihatannya mengerti dan berusaha menyentuh bagian itu dengan kontolnya. Keadaan ini berakhir dengan tibanya kembali puncak persenggamaan kami secara bersamaan. Inilah yang belum pernah kualami, bahkan kuimpikanpun belum pernah. Mengalami orgasme secara bersama-sama dengan pasangan bersetubuh!

Rasanya tak bisa kulukiskan dengan kata kata. Kami kini benar-benar kelelahan dan langsung tergolek di tempat tidur untuk kemudian terlelap dengan nyenyak dalam suatu kepuasan yang dalam.

Semenjak pengalaman kami malam itu, aku selalu terbayang-bayang kehebatan Edo. Tetapi entah kenapa suamiku malah tidak pernah membicarakan lagi soal angan-angan seksualnya dan tidak pernah menyinggung lagi soal itu. Padahal aku malah ingin mengulanginya lagi. Karena apa yang kurasakan bersama suamiku sama sekali tidak sehebat sebagaimana yang kualami bersama Edo. Kuakui malam itu Edo memang hebat. Walaupun telah beberapa waktu berlalu namun bayangan kejadian malam itu tidak pernah berlalu dalam benakku. Malam itu aku telah merasakan suatu kepuasan persetubuhan yang luar biasa hebatnya yang belum pernah aku alami selama ini. Bahkan dengan Ki Alugoropun tidak sehebat ini, karena dengan Edo aku merasakan orgasme berkali-kali, sedang dengan Ki Alugoro cuma sekali. Dan walaupun telah beberapa kali menyetubuhiku, Edo masih tetap saja kelihatan bugar. kontolnya pun masih tetap ngaceng dan berfungsi dengan baik melakukan tugasnya keluar-masuk lubang tempikku dengan tegar hingga membuatku menjadi agak kewalahan. Aku telah terkapar lunglai dengan tidak putus-putusnya mengerang kecil karena terus-menerus mengalami puncak orgasme dengan berkali-kali namun kontol Edo masih tetap ngaceng bertahan. Inilah yang membuatku terkagum-kagum. Terus terang kuakui bahwa selama melakukan persetubuhan dengan suamiku, aku tidak pernah mengalami puncak orgasme sama sekali. Apalagi dalam waktu yang berkali-kali dan secara bertubi-tubi seperti malam itu.

Sehingga, karena desakan birahi yang selalu datang tiap hari, dengan diam-diam aku masih menjalin hubungan dengan Edo tanpa sepengetahuan suamiku. Awalnya di suatu pagi Edo berkunjung ke rumahku pada saat suamiku sudah berangkat ke tempat tugasnya. Secara terus terang saat itu dia minta kepadaku untuk mau disetubuhi.

Mulanya aku pura-pura ragu memenuhi permintaannya itu. Akan tetapi karena aku memang mengharapkan, akhirnya aku menyetujui permintaan tersebut. Apalagi kebetulan anakku juga lagi ke sekolah diantar pembantuku. Sehingga kubiarkan saja dia menyetubuhiku di rumahku sendiri.

Hubungan sembunyi-sembunyi itu rupanya membawa diriku ke dalam suatu alam kenikmatan lain tersendiri. Misalnya ketika kami bersetubuh secara terburu-buru di ruang tamu yang terbuka, kurasakan suatu sensasi kenikmatan yang hebat dan sangat menegangkan. Keadaan ini membawa hubunganku dan Edo semakin berlanjut. Demikianlah sehingga akhirnya aku dan Edo sering melakukan persetubuhan tanpa diketahui oleh suamiku. Pernah kami melakukan persetubuhan yang liar di luar rumah, yaitu di taman dibelakang rumah, sambil menatap awan-awan yang berarak, ternyata menimbulkan sensasi tersendiri dan kenikmatan yang ambooii.

”Mestinya pemerintah memperbolehkan rakyatnya melakukan persetubuhan di tempat terbuka, asal tidak terdapat unsur paksaan!” anganku saat itu.

Aku berpikir, kalau melakukan persetubuhan di tempat terbuka dengan disaksikan oleh orang lain, pasti lebih nikmat lagi deh!

Sampai di suatu hari, Edo membisikkan rencananya kepadaku bahwa ia ingin bercinta secara three in one, tetapi bukan satu cewek dua cowok, tetapi satu cowok dua cewek. Maksudnya dia minta aku melibatkan satu orang temen cewekku untuk bersetubuh bersama.

Mula-mula aku agak kaget dibuatnya, tetapi aku pikir-pikir boleh juga ya, hitung-hitung buat menambah pengalaman dalam bersetubuh.

”Wuih, pasti lebih seru nih” pikirku dalam hati sambil membayangkan kenikmatan di tempikku, apalagi sambil melihat juga Edo bersetubuh dengan cewek lain.
”Eh, tapi.. aku cemburu nggak ya? Tapi biarlah, ini kan suatu sensasi lain yang belum pernah kualami” pikirku lagi.

Aku malah menambahkan usul kepada Edo, bagaimana kalau dilakukan di taman belakang rumah, habis asik sih! Lagipula aku memang punya temen (namanya Lina) yang ketika aku ceritain soal pengalamanku dengan Ki Alugoro maupun dengan Edo, keliatannya dia bernafsu banget dan pengin ikut-ikutan menikmati, boleh secara three in one ataupun sendiri sendiri, katanya.

Soalnya kontol suaminya memang berukuran kecil dan pendek, apalagi suaminya sekarang lagi bertugas ke luar negeri dalam waktu yang lama, sehingga dia selalu kesepian di rumahnya yang besar itu.

Ketika hal itu aku katakan pada Edo, dia langsung setuju dan menanyakan kapan hal itu akan dilaksanakan?

Tentu saja aku jawab secepatnya. Keesokan harinya, sehabis berbelanja di salah satu mall aku mampir ke rumah Lina dan menceriterakan tentang rencanaku tersebut.

Tentu saja dia sangat setuju dan antusias sekali mendengarnya, tetapi dia mengajukan sebuah syarat, yaitu itu dilakukan di taman di tepi kolam renang di belakang rumahnya.



Baca selengkapnya disini >>>>......

Tergoda Tetanggaku ....

Kurasa tidak perlu aku ceritakan tentang nama dan asalku, serta tempat dan alamatku sekarang. Usiaku sekarang sudah mendekati empat puluh tahun, kalau dipikir-pikir seharusnya aku sudah punya anak, karena aku sudah menikah hampir lima belas tahun lamanya. Walaupun aku tidak begitu ganteng, aku cukup beruntung karena mendapat isteri yang menurutku sangat cantik. Bahkan dapat dikatakan dia yang tercantik di lingkunganku, yang biasanya menimbulkan kecemburuan para tetanggaku.


Isteriku bernama Resty. Ada satu kebiasaanku yang mungkin jarang orang lain miliki, yaitu keinginan sex yang tinggi. Mungkin para pembaca tidak percaya, kadang-kadang pada siang hari selagi ada tamu pun sering saya mengajak isteri saya sebentar ke kamar untuk melakukan hal itu. Yang anehnya, ternyata isteriku pun sangat menikmatinya. Walaupun demikian saya tidak pernah berniat jajan untuk mengimbangi kegilaanku pada sex. Mungkin karena belum punya anak, isteriku pun selalu siap setiap saat.

Kegilaan ini dimulai saat hadirnya tetangga baruku, entah siapa yang mulai, kami sangat akrab. Atau mungkin karena isteriku yang supel, sehingga cepat akrab dengan mereka. Suaminya juga sangat baik, usianya kira-kira sebaya denganku. Hanya isterinya, wooow busyet.., selain masih muda juga cantik dan yang membuatku gila adalah bodynya yang wah, juga kulitnya sangat putih mulus.

Mereka pun sama seperti kami, belum mempunyai anak. Mereka pindah ke sini karena tugas baru suaminya yang ditempatkan perusahaannya yang baru membuka cabang di kota tempatku. Aku dan isteriku biasa memanggil mereka Mas Agus dan Mbak Rini. Selebihnya saya tidak tahu latar belakang mereka. Boleh dibilang kami seperti saudara saja karena hampir setiap hari kami ngobrol, yang terkadang di teras rumahnya atau sebaliknya.

Pada suatu malam, saya seperti biasanya berkunjung ke rumahnya, setelah ngobrol panjang lebar, Agus menawariku nonton VCD blue yang katanya baru dipinjamnya dari temannya. Aku pun tidak menolak karena selain belum jauh malam kegiatan lainnya pun tidak ada. Seperti biasanya, film blue tentu ceritanya itu-itu saja. Yang membuatku kaget, tiba-tiba isteri Agus ikut nonton bersama kami.

“Waduh, gimana ini Gus..? Nggak enak nih..!”
“Nggak apa-apalah Mas, toh itu tontonan kok, nggak bisa dipegang. Kalau Mas nggak keberatan, Mbak Res diajak sekalian.” katanya menyebut isteriku.
Aku tersinggung juga waktu itu. Tapi setelah kupikir-pikir, apa salahnya? Akhirnya aku pamit sebentar untuk memanggil isteriku yang tinggal sendirian di rumah.

“Gila kamu..! Apa enaknya nonton gituan kok sama tetangga..?” kata isteriku ketika kuajak.
Akhirnya aku malu juga sama isteriku, kuputuskan untuk tidak kembali lagi ke rumah Agus. Mendingan langsung tidur saja supaya besok cepat bangun. Paginya aku tidak bertemu Agus, karena sudah lebih dahulu berangkat. Di teras rumahnya aku hanya melihat isterinya sedang minum teh. Ketika aku lewat, dia menanyaiku tentang yang tadi malam. Aku bilang Resty tidak mau kuajak sehingga aku langsung saja tidur.

Mataku jelalatan menatapinya. Busyet.., dasternya hampir transparan menampakkan lekuk tubuhnya yang sejak dulu menggodaku. Tapi ah.., mereka kan tetanggaku. Tapi dasar memang pikiranku sudah tidak beres, kutunda keberangkatanku ke kantor, aku kembali ke rumah menemui isteriku. Seperti biasanya kalau sudah begini aku langsung menarik isteriku ke tempat tidur. Mungkin karena sudah biasa Resty tidak banyak protes. Yang luar biasa adalah pagi ini aku benar-benar gila. Aku bergulat dengan isteriku seperti kesetanan. Kemaluan Resty kujilati sampai tuntas, bahkan kusedot sampai isteriku menjerit. Edan, kok aku sampai segila ini ya, padahal hari masih pagi.Tapi hal itu tidak terpikirkan olehku lagi.

Isteriku sampai terengah-engah menikmati apa yang kulakukan terhadapnya. Resty langsung memegang kemaluanku dan mengulumnya, entah kenikmatan apa yang kurasakan saat itu. Sungguh, tidak dapat kuceritakan.
“Mas.., sekarang Mas..!” pinta isteriku memelas.
Akhirnya aku mendekatkan kemaluanku ke lubang kemaluan Resty. Dan tempat tidur kami pun ikut bergoyang.

Setelah kami berdua sama-sama tergolek, tiba-tiba isteriku bertanya, “Kok Mas tiba-tiba nafsu banget sih..?”
Aku diam saja karena malu mengatakan bahwa sebenarnya Rini lah yang menaikkan tensiku pagi ini.

Sorenya Agus datang ke rumahku, “Sepertinya Mas punya kelainan sepertiku ya..?” tanyanya setelah kami berbasa-basi.
“Maksudmu apa Gus..?” tanyaku heran.
“Isteriku tadi cerita, katanya tadi pagi dia melihat Mas dan Mbak Resty bergulat setelah ngobrol dengannya.”
Loh, aku heran, dari mana Rini nampak kami melakukannya? Oh iya, baru kusadari ternyata jendela kamar kami saling berhadapan.
Agus langsung menambahkan, “Nggak usah malu Mas, saya juga maniak Mas.” katanya tanpa malu-malu.

“Begini saja Mas,” tanpa harus memahami perasaanku, Agus langsung melanjutkan, “Aku punya ide, gimana kalau nanti malam kita bikin acara..?”
“Acara apa Gus..?” tanyaku penasaran.
“Nanti malam kita bikin pesta di rumahmu, gimana..?”
“Pesta apaan..? Gila kamu.”
“Pokoknya tenang aja Mas, kamu cuman nyediain makan dan musiknya aja Mas, nanti minumannya saya yang nyediain. Kita berempat aja, sekedar refresing ajalah Mas, kan Mas belum pernah mencobanya..?”

Malamnya, menjelang pukul 20.00, Agus bersama isterinya sudah ada di rumahku. Sambil makan dan minum, kami ngobrol tentang masa muda kami. Ternyata ada persamaan di antara kami, yaitu menyukai dan cenderung maniak pada sex. Diiringi musik yang disetel oleh isteriku, ada perasaan yang agak aneh kurasakan. Aku tidak dapat menjelaskan perasaan apa ini, mungkin pengaruh minuman yang dibawakan Agus dari rumahnya.

Tiba-tiba saja nafsuku bangkit, aku mendekati isteriku dan menariknya ke pangkuanku. Musik yang tidak begitu kencang terasa seperti menyelimuti pendengaranku. Kulihat Agus juga menarik isterinya dan menciumi bibirnya. Aku semakin terangsang, Resty juga semakin bergairah. Aku belum pernah merasakan perasaan seperti ini. Tidak berapa lama Resty sudah telanjang bulat, entah kapan aku menelanjanginya. Sesaat aku merasa bersalah, kenapa aku melakukan hal ini di depan orang lain, tetapi kemudian hal itu tidak terpikirkan olehku lagi. Seolah-olah nafsuku sudah menggelegak mengalahkan pikiran normalku.

Kuperhatikan Agus perlahan-lahan mendudukkan Rini di meja yang ada di depan kami, mengangkat rok yang dikenakan isterinya, kemudian membukanya dengan cara mengangkatnya ke atas. Aku semakin tidak karuan memikirkan kenapa hal ini dapat terjadi di dalam rumahku. Tetapi itu hanya sepintas, berikutnya aku sudah menikmati permainan itu. Rini juga tinggal hanya mengenakan BH dan celana dalamnya saja, dan masih duduk di atas meja dengan lutut tertekuk dan terbuka menantang.

Perlahan-lahan Agus membuka BH Rini, tampak dua bukit putih mulus menantang menyembul setelah penutupnya terbuka.
“Kegilaan apa lagi ini..?” batinku.
Seolah-olah Agus mengerti, karena selalu saya perhatikan menawarkan bergantian denganku. Kulihat isteriku yang masih terbaring di sofa dengan mulut terbuka menantang dengan nafas tersengal menahan nafsu yang menggelora, seolah-olah tidak keberatan bila posisiku digantikan oleh Agus.

Kemudian kudekati Rini yang kini tinggal hanya mengenakan celana dalam. Dengan badan yang sedikit gemetar karena memang ini pengalaman pertamaku melakukannya dengan orang lain, kuraba pahanya yang putih mulus dengan lembut. Sementara Agus kulihat semakin beringas menciumi sekujur tubuh Resty yang biasanya aku lah yang melakukannya.

Perlahan-lahan jari-jemariku mendekati daerah kemaluan Rini. Kuelus bagian itu, walau masih tertutup celana dalam, tetapi aroma khas kemaluan wanita sudah terasa, dan bagian tersebut sudah mulai basah. Perlahan-lahan kulepas celana dalamnya dengan hati-hati sambil merebahkan badannya di atas meja. Nampak bulu-bulu yang belum begitu panjang menghiasi bagian yang berada di antara kedua paha Rini ini.

“Peluklah aku Mas, tolonglah Mas..!” erang Rini seolah sudah siap untuk melakukannya.
Tetapi aku tidak melakukannya. Aku ingin memberikan kenikmatan yang betul-betul kenikmatan kepadanya malam ini. Kutatapi seluruh bagian tubuh Rini yang memang betul-betul sempurna. Biasanya aku hanya dapat melihatnya dari kejauhan, itu pun dengan terhalang pakaian. Berbeda kini bukan hanya melihat, tapi dapat menikmati. Sungguh, ini suatu yang tidak pernah terduga olehku. Seperti ingin melahapnya saja.

Kemudian kujilati seluruhnya tanpa sisa, sementara tangan kiriku meraba kemaluannya yang ditumbuhi bulu hitam halus yang tidak begitu tebal. Bagian ini terasa sangat lembut sekali, mulut kemaluannya sudah mulai basah. Perlahan kumasukkan jari telunjukku ke dalam.
“Sshh.., akh..!” Rini menggelinjang nikmat.
Kuteruskan melakukannya, kini lebih dalam dan menggunakan dua jari, Rini mendesis.

Kini mulutku menuju dua bukit menonjol di dada Rini, kuhisap bagian putingnya, tubuh Rini bergetar panas. Tiba-tiba tangannya meraih kemaluanku, menggenggam dengan kedua telapaknya seolah takut lepas. Posisi Rini sekarang berbaring miring, sementara aku berlutut, sehingga kemaluanku tepat ke mulutnya. Perlahan dia mulai menjilati kemaluanku. Gantian badanku sekarang yang bergetar hebat.

Rini memasukkan kemaluanku ke dalam mulutnya. Ya ampun, hampir aku tidak sanggup menikmatinya. Luar biasa enaknya, sungguh..! Belum pernah kurasakan seperti ini. Sementara di atas Sofa Agus dan isteriku seperti membentuk angka 69. Resty ada di bawah sambil mengulum kemaluan Agus, sementara Agus menjilati kemaluan Resty. Napas kami berempat saling berkejaran, seolah-olah melakukan perjalanan panjang yang melelahkan. Bunyi Music yang entah sudah beberapa lagu seolah menambah semangat kami.

Kini tiga jari kumasukkan ke dalam kemaluan Rini, dia melenguh hebat hingga kemaluanku terlepas dari mulutnya. Gantian aku sekarang yang menciumi kemaluannya. Kepalaku seperti terjepit di antara kedua belah pahanya yang mulus. Kujulurkan lidahku sepanjang-panjangnya dan kumasukkan ke dalam kemaluannya sambil kupermainkan di dalamnya. Aroma dan rasanya semakin memuncakkan nafsuku. Sekarang Rini terengah-engah dan kemudian menjerit tertahan meminta supaya aku segera memasukkan kemaluanku ke lubangnya.

Cepat-cepat kurengkuh kedua pahanya dan menariknya ke bibir meja, kutekuk lututnya dan kubuka pahanya lebar-lebar supaya aku dapat memasukkan kemaluanku sambil berjongkok. Perlahan-lahan kuarahkan senjataku menuju lubang milik Rini.
Ketika kepala kemaluanku memasuki lubang itu, Rini mendesis, “Ssshh.., aahhk.., aduh enaknya..! Terus Mas, masukkan lagi akhh..!”
Dengan pasti kumasukkan lebih dalam sambil sesekali menarik sedikit dan mendorongnya lagi. Ada kenikmatan luar biasa yang kurasakan ketika aku melakukannya. Mungkin karena selama ini aku hanya melakukannya dengan isteriku, kali ini ada sesuatu yang tidak pernah kurasakan sebelumnya.

Tanganku sekarang sudah meremas payudara Rini dengan lembut sambil mengusapnya. Mulut Rini pun seperti megap-megap kenikmatan, segera kulumat bibir itu hingga Rini nyaris tidak dapat bernapas, kutindih dan kudekap sekuat-kuatnya hingga Rini berontak. Pelukanku semakin kuperketat, seolah-olah tidak akan lepas lagi. Keringat sudah membasahi seluruh tubuh kami. Agus dan isteriku tidak kuperhatikan lagi. Yang kurasakan sekarang adalah sebuah petualangan yang belum pernah kulalui sebelumnya. Pantatku masih naik turun di antara kedua paha Rini.

Luar biasa kemaluan Rini ini, seperti ada penyedot saja di dalamnya. Kemaluanku seolah tertarik ke dalam. Dinding-dindingnya seperti lingkaran magnet saja. Mata Rini merem melek menikmati permainan ini. Erangannya tidak pernah putus, sementara helaan napasnya memburu terengah-engah.Posisi sekarang berubah, Rini sekarang membungkuk menghadap meja sambil memegang kedua sisi meja yang tadi tempat dia berbaring, sementara saya dari belakangnya dengan berdiri memasukkan kemaluanku. Hal ini cukup sulit, karena selain ukuran kemaluanku lumayan besar, lubang kemaluan Rini juga semakin ketat karena membungkuk.

Kukangkangkan kaki Rini dengan cara melebarkan jarak antara kedua kakinya. Perlahan kucoba memasukkan senjataku. Kali ini berhasil, tapi Rini melenguh nyaring, perlahan-lahan kudorong kemaluanku sambil sesekali menariknya. Lubangnya terasa sempit sekali. Beberapa saat, tiba-tiba ada cairan milik Rini membasahi lubang dan kemaluanku hingga terasa nikmat sekarang. Kembali kudorong senjataku dan kutarik sedikit. Goyanganku semakin lincah, pantatku maju mundur beraturan. Sepertinya Rini pun menikmati gaya ini.

Buah dada Rini bergoyang-goyang juga maju-mundur mengikuti irama yang berasal dari pantatku. Kuremas buah dada itu, kulihat Rini sudah tidak kuasa menahan sesuatu yang tidak kumengerti apa itu. Erangannya semakin panjang. Kecepatan pun kutambah, goyangan pinggul Rini semakin kuat. Tubuhku terasa semakin panas. Ada sesuatu yang terdorong dari dalam yang tidak kuasa aku menahannya. Sepertinya menjalar menuju kemaluanku. Aku masih berusaha menahannya.

Segera aku mencabut kemaluanku dan membopong tubuh Rini ke tempat yang lebih luas dan menyuruh Rini telentang di bentangan karpet. Secepatnya aku menindihnya sambil menekuk kedua kakinya sampai kedua ujung lututnya menempel ke perut, sehingga kini tampak kemaluan Rini menyembul mendongak ke atas menantangku. Segera kumasukkan senjataku kembali ke dalam lubang kemaluan Rini.

Pantatku kembali naik turun berirama, tapi kali ini lebih kencang seperti akan mencapai finis saja. Suara yang terdengar dari mulut Rini semakin tidak karuan, seolah menikmati setiap sesuatu yang kulakukan padanya. Tiba-tiba Rini memelukku sekuat-kuatnya. Goyanganku pun semakin menjadi. Aku pun berteriak sejadinya, terasa ada sesuatu keluar dari kemaluanku. Rini menggigit leherku sekuat-kuatnya, segera kurebut bibirnya dan menggigitnya sekuatnya, Rini menjerit kesakitan sambil bergetar hebat.

Mulutku terasa asin, ternyata bibir Rini berdarah, tapi seolah kami tidak memperdulikannya, kami seolah terikat kuat dan berguling-guling di lantai. Di atas sofa Agus dan isteriku ternyata juga sudah mencapai puncaknya. Kulihat Resty tersenyum puas. Sementara Rini tidak mau melepaskan kemaluanku dari dalam kemaluannya, kedua ujung tumit kakinya masih menekan kedua pantatku. Tidak kusadari seluruh cairan yang keluar dari kemaluanku masuk ke liang milik Rini. Kulihat Rini tidak memperdulikannya.

Perlahan-lahan otot-ototku mengendur, dan akhirnya kemaluanku terlepas dari kemaluan Rini. Rini tersenyum puas, walau kelelahan aku pun merasakan kenikmatan tiada tara. Resty juga tersenyum, hanya nampak malu-malu. Kemudian memunguti pakaiannya dan menuju kamar mandi.

Hingga saat ini peristiwa itu masih jelas dalam ingatanku. Agus dan Rini sekarang sudah pindah dan kembali ke Jakarta. Sesekali kami masih berhubungan lewat telepon. Mungkin aku tidak akan pernah melupakan peristiwa itu. Pernah suatu waktu Rini berkunjung ke rumah kami, kebetulan aku tidak ada di rumah. Dia hanya ketemu dengan isteriku. Seandainya saja…



Baca selengkapnya disini >>>>......

Trisome, Aku,Istriku dan Temanku ...

Istriku, Della dan aku telah berumah tangga selama beberapa tahun lamanya dan sering dalam tahun-tahun perkawinan kami tersebut aku berfantasi tentang dia bercinta dengan pria lain. Seorang pria sempurna yang menyetubuhinya dengan hebat dan membuat istriku mengerang keenakan menikmatinya.

Dalam setahun belakangan ini, aku selalu mengungkapkan fantasiku ini ketika berada di atas ranjang dan kurasakan dia selalu menjadi lebih bergairah karenanya dan akan diikuti dengan permainan seks yang liar dan ledakan multi orgasme setiap kalinya. Masalahnya, jika diluar area ranjang Della tidak pernah mau mendiskusikan hal tersebut denganku, yang hal itu membuatku cukup merasa frustrasi. Jika aku berusaha untuk mengajak dia untuk mendiskusikannya dia langsung marah dan pergi. Della memang seorang wanita dengan latar belakang keluarga yang sangat ketat pendidikan agamanya.


Istriku Della saat ini berusia 35 tahun. Tinggi dan berat badannya yang rata-rata tetap terjaga bentuknya karena rutinnya dia pergi ke pusat kebugaran dua kali dalam seminggu. Payudaranya juga sedang-sedang saja, tapi dia memiliki puting susu yang cukup besar saat gairahnya terbakar. Dan yang paling membuatku bangga beristrikan dia adalah wajahnya yang sangat manis dan teramat menarik, disamping kepribadiannya yang baik dan senyumannya yang selalu dapat meredakan amarahku. Dia juga seorang pasangan bercinta terbaik yang pernah kudapatkan.

Akhirnya, kuputuskan agar fantasiku tentang dia bercinta dengan pria lain dapat terwujud, aku harus mencoba cara yang berbeda dengan jalan yang kupakai selama ini. Aku tahu dia sangat selektif terhadap pria. Maksudku selama perkawinan kami aku ingat ada sekitar empat atau lima pria lain yang mampu menarik perhatiannya. Kesemuanya dengan kepribadian yang unik, dapat kukatakan begitu, tinggi, gagah, dan menarik. Hasilnya, setelah sedikit ‘kembali ke masa lalu’, aku akhirnya menjatuhkan pilihanku pada seorang pria berumur sekitar tiga puluhan yang aku yakin memenuhi deskripsi tentang seorang pria yang dapat menarik perhatian Della. Aku bertemu dengannya saat sedang berkeliling di seputar kota. Namanya Thomas, dia sangat gagah dan tinggi dengan kulit yang kecoklatan, dan sangat menarik menurutku. Satu hal yang dapat menarik perhatian Della dari Thomas adalah tak hanya dia seangat menarik dan berkharisma, dia seorang pria bertipe jantan dan ‘jalanan’ yang sangat kontras dengan kami yang berpendidikan dan mapan.

Di salah satu kafe di sudut kota, waktu pertama kali bertemu dengan Thomas, kukeluarkan selembar foto Della dan mengatakan padanya kalau aku ingin agar dia bercinta dengan Della. Dia menyukai fotonya dan kalau dia bersedia, syaratnya dia boleh bercinta dengannya sesuai gayanya, tapi pertama-tama kami harus membuat Della bersedia melakukannya.

Kami membuat sebuah rencana agar Thomas dan Della dapat bertemu, disamping rasa takutku kalau Della takut dan marah dan semua kerja kerasku ini akan sia-sia. Akhirnya kami memutuskan kalau dia akan datang ke rumah besok malamnya dan pura-pura menjadi seorang teman lama yang sekian tahun tak pernah bertemu dan sedang singgah di kota ini dan mampir sejenak di rumahku.

Malam yang kunantikan serasa tak kunjung tiba, aku tenggelam dalam hayalanku membayangkan bagaimana malam tersebut akan berlangsung. Disamping rasa takutku kalau Della akan marah besar padaku karena telah menyusun rencana ini tanpa persetujuannya, aku lebih takut kalau dia tak bersedia berhubungan seks dengan Thomas. Kuhabiskan waktu untuk menyalakan lilin, menghidupkan CD player dan memilih lagu yang tepat untuk menjaga situasi hatinya. Kemudian kubujuk dia agar memakai sepatunya yang berhak tinggi yang selalu membuatku bergairah saat bercinta dengannya. Kurebahkan dia di atas karpet lantai ruang keluarga dan mulai mencumbu vaginanya selama kurang lebih 15 menit hingga dia mendapatkan orgasme pertamanya. Dia mulai hanyut dalam irama yang aku buat, dengan cepat jadi sangat basah saat aku mulai menyetubuhinya dengan gerakan lambat dan panjang. Aku mulai khawatir tak mampu bertahan lebih lama lagi. Saat orgasmenya yang kedua mulai datang lagi akhirnya terdengar Thomas mengetuk pintu depan.

Ketukan itu membuatnya langsung bangkit dengan sedikit ketakutan dan langsung bertanya siapa yang mengetuk itu, saat itu sekitar pukul 10 malam. Aku tak tahu, jawabku tapi aku akan segera mencari tahu dan mengusirnya pergi. Dia segera merapikan pakaiannya dan kutenangkan dia, aku tak akan mengijinkan siapapun masuk kemari, maka dia kembali rebah di karpet menggosok kelentitnya menungguku kembali dan menyelesaikan apa yang telah kami mulai tadi.

Kubuka pintu dan menjumpai Thomas berdiri di sana dengan maskulin dan mata yang bercahaya. Kukedipkan mataku padanya dan segera menyuruhnya masuk dengan tenang. Kubisikkan padanya agar segera ke ruang keluarga. Saat ini Della pasti sudah mendengar kedatangan kami.

Kami berjalan memasuki ruang keluarga dan kuperkenalkan Thomas pada Della yang duduk di sana memandanginya untuk beberapa waktu, bertanya-tanya siapa gerangan pria ini… dan apa yang sebenarnya sedang terjadi? Lalu dia memandangku, dan berbalik memandangi kami berdua bergantian. Aku takut dia akan marah tapi dia mengejutkanku dengan tenangnya berdiri membiarkan pakaiannya yang berantakan tadi terjatuh dikarpet. Dan kemudian berjalan mendekat lalu memberi Thomas sebuah pelukan sebelum kembali berbalik lagi dengan pantat dan payudaranya yang bergoyang saat dia berjalan untuk duduk di karpet itu lagi. Belakangan aku tahu kalau dia sudah menyadari saat aku menjawab ketukan pintu itu kalau semua ini sudah aku rencanakan. Saat pertama kali dia melihat Thomas, dia tahu kalau aku menunggu pria ini datang untuk bercinta dengannya. Dia akhirnya memutuskan untuk melakukannya saat mengetahui kalau Thomas seorang pria yang mampu menarik hatinya dan dia sudah siap untuk itu…

Setelah dia duduk di atas karpet, kami bertiga akhirnya juga duduk di atas karpet sekitar satu jam agar merasa nyaman berbicara tentang sesuatu selain seks meskipun kami dapat merasakan aura seksual semakin terbangun naik. Della duduk dengan tenang meskipun hanya memaki sepatu bertumit tingginya dan payudaranya yang terpampang dengan bebas di depan kami berdua dengan sangat menggoda. Aku memergoki Thomas selalu memandangi payudaranya. Dapat kukatakan Della menikmati pengalaman ini karena dia juga malah menggoda kami berdua dengan mengatakan kalau wajah kami merah dan terangsang. Dia terlihat sangat santai dan mengontrol situasi ini, yang itu sangat membuatku tekejut.

Dapat kulihat tonjolan besar di celana Thomas. Ukuran penis di baliknya terlihat besar (belakangan Della bilang padaku dia menyadari hal itu juga dan itu membuatnya sangat terangsang, membantunya memutuskan untuk bercinta dengan Thomas). Tidak ada seorangpun yang tergesa-gesa meskipun aku sangat ingin melihat Thomas berada diantara pahanya mengocoknya berulang-ulang untuk memberinya multi orgasme. Della kelihatan sangat menikmati setiap waktunya dan melakukannya dengan perlahan dan itu semakin membuatku frustrasi. Ini diambang titik dimana aku mengharapkan fantasiku menjadi nyata.

Saat Della akhirnya benar-benar merasa nyaman, dia rebah tengkurap dan meminta agar punggungnya dipijat. Ini adalah tanda yang kami tunggu-tunggu dan dalam keadaan ini tak mengejutkanku jika Della lah yang mengambil inisiatif tersebut. Dengan cepat aku memberi Thomas kesempatan memberi pijatan pada paha dan pantat Della, sedangkan aku dengan berdebar-debar terfokus pada leher dan bahunya. Kubiarkan Thomas memberikan akses menyeluruh terhadapnya.

Thomas mulai membelai pahanya dengan lembut. Setelah beberapa saat tangannya mulai bergerak naik hingga semakin mendekati vaginanya. Terlihat tubuh Della sering menggelinjang, tapi lalu dengan cepat Della menyembunyikan reaksinya tersebut. Setelah beberapa menit kemudian Thomas memindahkan sasarannya dan mulai meremasi pantat Della dengan kedua tangannya. Dapat kulihat area di sekitar vagina Della sudah menjadi basah saat Thomas menjalankan aksinya.

Akhirnya, Thomas kembali pada gerakan awalnya tadi pada bagian dalam paha Della dan membiarkan jarinya berada di dekat vaginanya. Dia benar-benar tahu apa yang sedang diperbuatnya dan dia tahu reaksi yang diberikannya terhadap Della yang mulai menekankan pinggulnya dengan pelan ke karpet. Mereka berdua terlihat sangat menikmati permainan kucing dan tikus ini. Dapat kulihat penis Thomas mendesak keluar dari celananya dan membuat celananya seakan hendak robek karenanya. Dengan cepat diturunkannya risleting celananya dan segera mengeluarkan penis itu. Akhirnya dia tak mampu menahannya lebih lama lagi dan bergerak menaiki tubuh Della dan mulai menggosokkan penisnya naik turun di belahan pantat Della. Dapat kukatakan Della berada dalam dunianya sendiri saat ini, dan jika aku pernah berfantasi tentang dia yang bercinta dengan pria lain, mereka mewujudkannya saat ini. Della sangat sensitive perasaannya saat bercinta dan dia bisa merasakan betapa besar dan kerasnya penisnya yang menekan pada pantatnya itu. Dengan pelan Della mulai menggoyangkan pantatnya pada penis itu dengan mata terpejam, tapi apa yang tergambar pada wajahnya memberitahukanku betapa apa yang tengah dirasakannya sungguh menakjubkan.

Tak lama kemudian, kulucuti pakaianku dan bergerak ke sofa didepan Della. Dengan cepat Della bengkit dan dengan bertumpukan kedua lengan dan kakinya dia mulai menghisap penisku. Della sungguh sangat terbakar gairahnya, dimasukkannya seluruh batang penisku hingga menyodok di tenggorokannya. Dengan posisinya itu membuat pantat Della tepat berada di depan Thomas. Della sepertinya memang menginginkan Thomas berada di belakangnya, berada tepat di belakang vaginanya yang sudah gatal. Aku tahu Della terlalu malu untuk ‘meminta’ begitu juga denganku agar Thomas segera menyetubuhinya dan dengan cara inilah Della mengungkapkannya… Thomas mulai membuat langkah pertamanya!

Aku mengisyaratkan pada Thomas untuk melepaskan sisa pakaian yang masih melekat di tubuhnya. Aku tahu dia memiliki tubuh yang tegap, tapi saat dia melepaskan pakaiannya, tubuhnya terlihat sangat menakjubkan bagiku. Aku tahu Della juga akan menyukai bentuk tubuhnya Thomas dan apalagi penis besarnya itu nanti saat dia memalingkan wajahnya ke belakang melihatnya.

Penis Thomas perlahan tumbuh membesar saat dia melepaskan pakaiannya. Kupegang bahu Della, mengehentikan hisapannya pada penisku, dan menyuruhnya berbalik menghadap pada Thomas yang berlutut di hadapannya. Rasa cintaku padanya sungguh meluap saat ini. Dia menerima Thomas dan menggenggam bola zakarnya dengan tangannya yang halus dan memasukkan penis Thomas yang masih belum erkesi penuh ke dalam mulutnya. Penis Thomas dengan cepat mengeras dalam mulutnya. Dia suka menghisap penisku hingga ke tenggorokannya, tapi saat dia mencoba untuk memasukkan penis Thomas sampai ke tenggorokannya, dapat kulihat dia mengalami kesulitan dengan ukurannya, dan dia hampir tersedak untuk beberapa waktu. Tapi itu malah membuatnya semakin terangsang dan dia terus berusaha memasukkan penis Thomas ke dalam sampai tenggorokannya dapat beradaptasi dengan ukurannya. Belakangan Della menceritakan padaku, jika saja ukuran penis Thomas se inchi saja lebih panjang, dia tak mungkin dapat menampungnya. Saat Della sibuk dengan ‘pekerjaannya’, kusingkirkan lepas celana dalamnya dan mulai menggosok vaginanya dari belakang. Salah satu fantasi terbesarku adalah menggosok Della saat dia menghisap penis besar pria lain dan sekarang aku tahu aku sangat menyukainya. Aku lihat Della sangat asyik dengan ‘pekerjaannya’. Kehangatan cengkeraman dinding vagina Della langsung kurasakan begitu kulesakkan penisku ke dalamnya.

Aku mengayun pelan, kedua tanganku memegangi pinggulnya agar penisku dapat lebih dalam masuk ke dalam vaginanya saat tengan Thomas berada pada kepala Della menggerakkan seperti keinginannya saat dia menyetubuhi mulut Della. Dalam waktu yang bersamaan aku menyetubuhi Della dengan lembut dari arah belakang, Thomas menggoyangnya dengan keras, memasukkan batang penisnya sedalam-dalamnya ke mulutnya dengan tangannya menahan gerakan kepala Della. Della tersedak waktu Thomas berusaha merangsak semakin dalam. Aku dapat mendengar suara kekurangan nafasnya itu, tapi seperti seorang ‘jalang’ yang baik Della tak berhenti dan aku mulai dapat mendengar lenguhannya diantara suara nafasnya yang tersedak saat dia menggoyangkan pinggulnya mengimbangi ayunanku.

Dengan semua yang tengah berlangsung ini dan pemandangan Thomas yang sedang menyetubuhi mulut Della, membuatku tak memerlukan waktu lama untuk berejakulasi di dalam tubuhnya, melumuri dinding vagina Della dengan semburan spermaku. Rasanya seperti kudapatkan orgasme terbesar dalam hidupku. Bisa kulihat orgasmeku dan oral yang diberikan Della mendekatkan orgasme Thomas. Aku ingin menyaksikan Thomas menyetubuhi Della dan keluar dalam vaginanya, maka dengan cepat aku segera bangkit dan menyuruh Della naik ke atas sofa, merangkak untuk baralih menghisap penisku, agar Thomas dapat menyetubuhinya dari belakang. Akan selalu kuingat saat Thomas menyelipkan penisnya ke vagina Della, seperti hal itu berhenti untuk beberapa waktu. Ini adalah fantasi yang sudah lama kudambakan.

Yang membuatku kagum adalah betapa cepatnya gerakan Thomas yang sudah berada di belakang Della dan langsung melesakkan penisnya ke dalam vaginanya. Sepertinya dia hanya mengenal satu kecepatan, dan itu adalah mendorong masuk dengan cepat dan keras. Aku tak tahu apa dia pernah berpikir kalau kami akan menghentikannya menyetubuhi Della, atau kami menyuruhnya untuk memakai kondom terlebih dulu. Sebelum kami sempat bereaksi dengan apa yang dilakukannya dia sudah berada di belakang Della dengan sekejap. Dan seperti yang Della katakan padaku kemudian… Thomas bukannya memasukkan penisnya… Dia menghentakkan seluruh batang penisnya ke dalam vaginanya dengan hanya sebuah dorongan saja. Della juga mengungkapkan padaku kalau dia belum pernah meraskan sebuah penis yang begitu besar, begitu nikmat, dan belum pernah merasa terisi penuh seperti yang dirasakannya akibat penis Thomas saat itu, saat dia melesakkannya dari belakang. Itu membuat nafas Della terhenti sejenak dan dia memutuskan tak perduli apa Thomas memakai kondom atau tidak, atau kalau-kalau dia bisa jadi hamil karenanya. Della ingin dia menyetubuhinya dan merasakan dia menghantam dinding vaginanya dengan penis besarnya tersebut (dan Della belakangan juga menambahkan kalau dia suka dengan bola zakarnya, yang lebih besar dan lebih berat dari milikku dan lebih jauh menggantung, hingga saat dia sedang menyetubuhinya, kantung bola zakarnya itu akan menampar kelentitnya yang membuatnya menggelinjang kegelian).

Tak perlu dikatakan lagi menyaksikan momen ini dan melihat ekspresi wajah Della saat dia menghisapku mendorongku dengan cepat ke batas akhir untuk yang kedua kalinya. Sepertinya aku keluar lebih keras dan lebih lama dari yang pernah kualami, yang menyebabkan Della membuka matanya dan menatapku dengan mimik yang lucu. Aku terus mengisi mulutnya dengan berjuta sperma yang dihisap dan ditelannya. Sebuah pengalaman pertama dalam hidupku yang sangat menguras staminaku dan membuat aku dua kali orgasme dengan hebatnya.

Saat aku berejakulasi dalam mulut Della, Thomas menyetubuhinya dengan keras dan cepat dari belakang. Aku bangkit dan menyingkir dari medan pertempuran mereka, dengan cepat Thomas langsung membalikkan tubuh Della agar rebah pada punggungnya. Lalu Thomas kembali memasukkan penisnya yang terlihat semakin bertambah besar saja, dan mereka mulai berciuaman dengan rapat, kaki Della berada di bahu Thomas. Dengan kaki Della yang berada di bahunya, Thomas mulai mengayun dengan tenaga yang tak pernah kubayangkan sebelumnya. Lengan Della melingkari leher Thomas saat dia menghentak tubuhnya.

Saat itu aku ingin menghentikan Thomas dan menyuruhnya agar memakai kondom agar Della tidak hamil. Tapi saat kulihat mereka berdua, dapat kulihat bahwa Della sudah terlalu jauh untuk dihentikan dan Thomas tengah berada dalam iramanya yang tak kutemukan celah untuk menghentikannya sebentar. Setelah beberapa menit melihat mereka berdua bergerak semakin keras, itu membuatku semakin terangsang hingga tak mampu berkata apapun, apalagi Della tak pernah meminta Thomas untuk memakai kondom. Mungkin saat ini bukan masa suburnya atau dia bahkan tak memusingkan hal itu. Disamping itu, hal ini sangat liar dan seksi bercampur menjadi saru menyaksikan seorang pria asing menyetubuhi istriku tepat di depan mataku sendiri… dan di rumahku sendiri… dengan seijinku. Kepala Della terlempar ke sana-kemari dan kedua kelopak matanya terpejam rapat saat dia dengan rela membiarkan Thomas menyetubuhinya. Yang membuatku sedikit terkejut ternyata jika Della sedang berada di puncak gairahnya, dia bias mengumpat sepeti seorang wanita jalang dan saat dia tahu Thomas akan segera orgasme dia menyuruhnya agar keluar jauh di dalam vaginanya! Aku hanya duduk di samping mereka, melihat, tapi aku tahu kalau aku mengingatkan Della tentang kondom, itu akan merusak semuanya dan dia akan sangat marah. Belakangan dia mengatakan kalau itu terasa sangat aneh merasakan penis Thomas mengisi penuh vaginanya tanpa kondom. Setiap Thomas mendorong, rasanya dia mendapatkan sebuah orgasme kecil. Saat akhirnya Thomas orgasme, dia dapat merasakan penisnya berdenyut meledakkan spermanya, dan spermanya menghantam jauh ke tempat yang belum pernah diraskannya sebelumnya. Waktu Thomas mulai oberejakulasi, Della mengerang keras, dia dapat merasakan penisnya menjadi bertambah besar, dan dia semakin keras menjerit merasakan sperma Thomas mengahantam jauh di dalam tubuhnya. Della mendapatkan orgasmenya sendiri karenanya, tubuhnya bergetar hebat, dia menyentakkan pinggulnya semakin merapat pada tubuh Thomas agar dia semakin masuk ke dalam.

Ini membuatku terangsang sekaligus membuatku takut. Belakangan Della meyakinkanku kalu saat itu memang dia sedang tidak dalam masa suburnya dan syukurlah ternyata dia benar.

Ini adalah permulaan dari serangkaian persetubuhan yang panas dan setiap kalinya tak kurang dari empat jam non stop kecuali untuk mandi berendam dengan air panas.

Saat Thomas orgasme, dia rebah pada punggungnya tapi Della tak mengijinkannya beristirahat. Rambutnya terlihat basah oleh keringat melekat pada wajah, leher dan bahu dan dadanya yang semuanya terlihat bersemu merah setelah mendapatkan begitu banyak orgasme. Setiap saat spermanya akan meledak, Della segera menghisap penisnya jauh ke dalam tenggorokannya hingga penisnya mengeras kembali. Dengan penis besarnya tersebut, Thomas tak banyak mendapatkan wanita yang dapat menghisap penisnya hingga jauh ke dalam tenggorokan, maka setiap Della berusaha memasukkan penisnya ke dalam tenggorokannya membuat Thomas bergairah dan ereksi segera. Della belakangan mengatakan kalau dia belum pernah meraskan penis yang terasa begitu lembut dalam mulutnya.

Yang membuat Della begitu bergairah saat berhubungan seks dengan Thomas adalah kenyataan bahwa Thomas mampu menyetubuhinya dengan sangat keras. Dan juga Thomas selalu menampar bongkahan pantat Della setiap kali dia mengayun sampai pantatnya merah dibuatnya. Serta gigitannya pada putting Della yang sangat sensitive, yang hanya dengan menggosoknya saja dapat memberinya orgasme, sangat menaikkan kenikmatannya. Della selalu menyuruhku agar berbuat lebih keras lagi terhadapnya saat bercinta tanpa harus menjadi kejam. Entah bagaimana, perlakuan Thomas itu membuatku khawatir sampai di mana batas ketahanan yang dimiliki Della. Aku menyadari hal itu saat melihat betapa sosok pria jalanan yang dimiliki Thomas selalu membuatnya bergairah kembali dengan perlakuannya yang keras dan cenderung kasar itu. Itu sangat kontras dengan gambaran percintaan kami selama ini. Meskipun sejak kusuruh Thomas untuk menyetubuhinya dengan caranya sendiri dan itu memang membuat Della bergairah dan liar.

Della adalah satu-satunya wanita yang pernah kutemui yang benar-benar menyukai menghisap penis hingga ke dalam tenggorkannya dan menelan sperma seorang pria, dan dapat kulihat dia ingin Thomas agar keluar jauh di dalam tenggorokannya. Saat menghisapnya, Della mulai memasukkan jarinya ke dalam lubang anus Thomas diiringi dengan remasan tangannya pada kantung bola zakarnya yang membuat Thomas mengerang keenakan. Setiap kali Della menambah dorongan jarinya masuk ke dalam lubang anusnya, Thomas menggelinjang, lalu mengerang. Sangat erotis buatku, Della ingin merasakan spermanya seperti yang dikatakannya padaku kemudian. Aku terpesona menyaksikan mereka berdua yang terlihat sangat indah dan seksi dan tubuh Thomas yang selalu menggelinjang karena perlakuan Della. Dan akhir dari pertahanannya, dia mengangkat pantatnya naik dari atas karpet dan mengerang keras mengiringi ledakan spermanya. Thomas menahan belakang kepala Della agar tak bergerak. Belum pernah kudengar suara yang seperti ini, Thomas mengerang dengan nyaring, suaranya hampir menyerupai suara seorang wanita. Reaksi tubuh Thomas membakar gairah Della, dan dia tak akan melepaskan Thomas saat dia menghisap habis sperma Thomas hingga tetesan terakhir.

Della menceritakan padaku berulang kali setelahnya bahwa dia menyukai rasa dari spermanya itu. Kupikir memang jelas Della menyukai apapun yang dimiliki Thomas. Setelah Thomas cukup pulih, dengan bercanda dia mengatakan bahwa dia keluar dengam dahsyat hingga dapat membuat langit-langit ruang keluarga ini jebol jika Della tak mengisapnya tadi. Della suka dengan antusiasnya dan mengatakan tidak apa-apa sekeras apapun dia keluar dalam tenggorokannya.

Kami bertiga perlu istirahat dan pergi berendam dengan air panas dalam bak mandi. Aku pikir mereka berduia sudah selesai, tapi mereka mulai saling menyentuh, saat bibir mereka saling melumat, membuatku ereksi keras untuk yang ke empat kalinya. Rasanya aneh melihat mereka tak merasakan kelelahan dalam berhubungan seks. Mereka memasuki sebuah level yang baru. Della sedang bercinta dengan Thomas dan aku merasakan cemburu dan terangsang dalam waktu yang sama.

Akhirnya, aku mengajak mereka keluar dari kamar mandi dan meneruskan kesenangan ini. Kami keluar dari kamar mandi dan hisapan Della membuat Thomas mengeras lagi dan Della naik ke atas tubuh Thomas yang duduk di atas sofa dan dia menyetubuhinya dengan liar sampai kupikir sofa itu akan patah dibuatnya. Nafas Della terdengar memburu saat dia berusaha meraih orgasmenya lagi dengan cara yang cepat. Jelas Thomas nampak belum selesai dengan Della karena saat Della akhirnya rebah dalam pelukannya dengan orgasme yang diraihnya, Thomas langsung mendorong tubuh Della merangkak di atas karpet dan memposisikan dirinya di belakang Della.

Kupikir dia akan memasuki Della dari belakang lagi, tapi akau salah. Dengan lemah Della berusaha mencegah Thomas yang berusaha memasukkan penisnya ke dalam lubang anusnya, tapi Della terlalu lemah setelah orgasme tadi. Dengan mudah Thomas menepis penolakan yang diberikan Della dan meneruskan usahanya untuk masuk. Aku melihat saat dia melebarkan lubang anusnya dan menekan kepala penisnya yang besar membelah otot lubang anus Della yang rapat. Della menggelinjang dan dengan lemah memohonnya untuk berhenti, tapi Thomas tak mendengarkannya. Kupikir ini saatnya aku maju dan menghentikannya… tapi aku tak mampu, aku sudah sangat terangsang. Aku sudah tersihir dengan apa yang kusaksikan dan berharap dia memberikan anal seks pada Della. Della meronta berusaha menjauh dari penisnya, tapi kemudian Thomas mencengkeram dengan erat pinggul Della sampai meninggalkan bekas di sana. Lalu dia mulai memasukkan penisnya membelah lubang anus Della. Della tak menyadarinya, tapi matanya terpejam rapat ketakutan, yang malah membuat Thomas dan aku semakin bergairah. Della menatapku, mengisyaratkan agar aku menghentikan Thomas, tapi aku tak bertenaga, tak mampu bergerak atau bereaksi, aku begitu terangsang. Dia kembali menatapku dan aku mamberinya pandangan tak berdaya. Dia sadar kalau aku tak akan melakukan apapun dan akhirnya dia pejamkan matanya dan mencoba untuk tenang.

Pada akhirnya usaha Thomas berhasil dan mendorong kepala penisnya masuk ke dalam lubang anus Della membuatnya merintih kesakitan, meremas karpet dengan kedua tangannya. Thomas terus mendorong sampai akhirnya batang penisnya masuk ke dalam lubang anus Della seluruhnya hingga kantung bola zakarnya dengan mengejutkan menghantam kelentit Della. Della lebih membenamkan wajahnya di karpet dan menjerit. Sekujur tubuhnya bergetar, dan dia mulai merintih kesakitan. Aku melihat mendekat dan dapat kutemui air matanya keluar membasahi pipinya. Dengan penisnya yang sudah seluruhnya tertanam dalam lubang anus Della, Thomas memegangi pinggul Della dengan erat dan memandangku dengan tersenyum lebar. Aku tak akan melupakan wajah puasnya yang menggambarkan kekuasaannya terhadap seorang wanita dan mendominasinya secara menyeluruh. Dia dapat melakukan apapun terhadap Della. Thomas mulai menyetubuhi lubang anusnya dan dapat kulihat Della akhirnya menangis dan masih tetap berusaha mengeluarkan penis Thomas dari dalam anusnya. Dia tak menikmati paksaan Thomas terhadap anusnya. Kukira mungkin Thomas akan berhenti, tapi dia terlihat yakin dengan apa yang dilakukannya meskipun Della masih berontak menolaknya, yang malah membuat lubang anusnya semakin merapat… dan semakin merangsang aku dan Thomas.

Dengan senyuman dan pandangan yang mengatakan ‘lihatlah saat aku membuat istrimu menjerit dan orgasme yang tak pernah di alaminya sebelumnya,’ kemudian dia semakin mempererat pegangannya pada pinggul Della dan mulai bergerak mengayun keluar masuk dalam lubang anusnya yang kecil. Tak bisa kupercaya Thomas dapat memasukkan penisnya yang besar itu ke dalam lubang anus Della yang rapat dan kecil itu, tapi entah bagaimana dai dapat melakukannya. Belum ada yang sebesar itu memasukinya sebelumnya dan itu membuatnya kesakitan. Air matanya terus mengalir dan tubuhnya yang terus mengejang, tapi aku tak mampu menghentikan Thomas, karena belum pernah kurasakan se-terangsang ini dalam hidupku sebelumnya. Gerakan mengayunnya membuat suara aneh saat kantung bola zakarnya menghantam kelentit dan vagina Della berulang-ulang.

Setelah beberapa ayuna panjang dalam lubang anus Della, akhirnya dapat kudengar suara basah yang keluar dari dalam lubang anusnya dan bersamaan dengan itu Della mulai terlihat tenang. Perlahan mulai dilepaskannya cengkeraman tangannya pada karpet, seiring dia yang mulai menggerakkan pinggulnya mengimbangi gerakan mengayun Thomas. Aku benar-benar terkejut! Thomas tak pernah menghentikan gerakannya dan kemudian yang terjadi sungguh tak dapat dipercaya… Della mulai mengeluarkan gumaman kata-kata dan suara yang belum pernah kudengar. Belum pernah aku merasa begitu bangga terhadapnya seperti sekarang ini. Aku lihat lubang anusnya melebar dengan rapat mencengkeram batang penis Thomas yang membuatku yakin mengira kalau lubang anusnya akan robek lebar. Setiap kali Thomas menarik penisnya keluar, anusnya akan tertarik keluar dengan rapat bersamanya. Stamina yang dimiliki Thomas sungguh mengagumkan (sejak dia mengalami orgasme berulang kali sepengetahuanku, kali ini dia masih mampu bertahan selama ini)

Tiba-tiba sebuah erangan keras keluar dari mulut istriku saat dengan tanpa henti Thomas menyodok penisnya dengan sebuah hentakan keras ke dalam lubang anus Della sambil tangannya melebarkan bongkahan pantatnya agar dia dapat masuk sedalam mungkin. Kepala Della terlempar ke belakang dan dia mengerang berusaha menarik nafasnya yang terhenti. Dia tak lagi seperti seorang wanita yang kutahu selama ini saat bercinta. Thomas telah membawanya pada level yang belum pernah dimasukinya. Suara erangannya bagaikan seekor hewan. Thomas melihatku dari balik punggungnya, memastikan apakah aku melihat jelas lubang anus istriku yang di masuki oleh penisnya. Perhatianku terpecah antara melihat lubang anus istriku yang sedang dikerjai Thomas dan konsentrasiku pada masturbasi yang kulakukan saat ini. Dengan sebuah senyuman yang tak kumengerti artinya, dia meneruskan ‘pekerjaannya’ terhadap istriku tersayang, Della yang tak hentinya mengerang dan mendapatkan orgasme beruntun.

Setelah 3 atau 4 kali orgasmenya kini tiada hentinya dia mendapatkan orgasme lagi secara berkesinambungan. Belum pernah kulihat seorang wanita di film atau dimanapun yang mendapatkan orgasme berkesinambungan seperti yang dialami Della malam ini. Tak dapat kupalingkan mataku dari penis Thomas yang bergerak keluar masuk dalam lubang anus istriku yang rapat. Cairan cinta Della terus mengalir pada pahanya. Tubuhnya terus menggelinjang dibawah ayunan pria yang menyetubuhinya tanpa henti

Aku tak menghitung lagi berapa kali dia membuat Della orgasme, tapi Della mendapatkan orgasme berulang kali hingga dia dengan lemah berusaha merangkak, sedangkan penis Thomas masih menancap dengan mantap dalam lubang anusnya. Thomas tak ingin melepaskannya dan mengikutinya hingga Della merebahkan tubuh bagian atasnya di atas sofa. Dengan sigap Thomas langsung memegangi pinggulnya dan kembali menyetubuhinya hingga getaran orgasme menggoyang tubuhnya lagi. Della tak mampu lagi mengendalikan tubuhnya yang terbaring lemas di atas sofa membiarkan Thomas terus menyetubuhinya. Aku kagum pada stamina Thomas, aku harap dia mau berbelas kasihan barang sebentar terhadap Della, tapi dia tidak. Dia tetap mencengkeram pinggul Della dengan keras dan langsung mengocok lubang anusnya dengan tanpa ampun. Saat akhirnya dia mencapai orgasmenya sendiri, bagian matanya yang hitam seolah hilang lenyap ke dalam rongga matanya, dan dia mengerang keras sampai-sampai aku takut tetangga sebelah akan mendengarnya. Della tahu kalau Thomas akhirnya keluar dan dia menggoyangkan pantatnya dan mulutnya mulai mengerang memohon agar Thomas keluar jauh di dalam lubang anusnya. Dia meledakkan bom sperma yang amat dahsyat, dan kemudian jatuh terhempas di atas pantat Della, seiring Della yang kembali mendaparkan orgasme terbesarnya malam ini.

Pemandangan ini terlihat sangat erotis dengan cairan cinta Della yang membasahi semua tempat, dan sperma Thomas yang meleleh keluar dari lubang anusnya. Saat Thomas berbaring kecapaian di atas lantai, Della tergeletak di atas sofa dengan sebuah lelehan sperma yang panjang turun dari pantatnya. Aku memandangi sperma tersebut yang tak terputus hingga akhirnya jatuh menetes di atas karpet dan membentuk sebuah pola basah yang semakin membesar.

Setelah berejakulasi dia tergeletak di atas lantai membiarkan Della yang masih lemah dengan tubuh yang setengahnya berada di atas sofa. Dia juga teramat lelah untuk bergerak. Tak dapat kulupakan pemandangan setelah Thomas menarik keluar penisnya dan Della hanya diam terbaring di sana. Lubang anusnya tebuka lebar hingga anda dapat melihat ke dalamnya. Anal seks yang baru saja mereka lakukan meyakinkanku saat kulihat spermanya yang meleleh keluar dari dalam lubang anus Della kalau aku menyukai segala yang terjadi. Pemandangan tadi membuatku segera menaiki tubuh Della dan ‘menyumbangkan’ spermaku ke lubang anusnya yang sudah merekah. Lubang anusnya terasa sudah kendor dan membuka lebar.

Sejak saat itu tiga kali lagi kami bersama menghabiskan waktu dengan bercinta dan bercinta lagi. Della jadi ketagihan menjadi budak seksnya dan bersedia melakukan apapun keinginannya. Dia menjadi sangat penurut terhadapnya dan menelan sperma se sering yang Thomas kehendaki, atau Della mengijinkannya menyetubuhi lubang anusnya. Sangat menarik mengamati perubahan yang terjadi pada diri Della, kuperhatikan dia menyukai di dominasi secara menyeluruh saat berhubungan seks. Thomas menyukai lubang anus Della dan dia sering menyetubuhi lubang anus Della saat kita bertiga melakukan persetubuhan dan Della selalu mendapatkan multi orgasmenya setiap kali Thomas melakukan itu padanya.

Suatu kali Thomas mengikuti Della berjalan menuju ke kamar kami untuk mandi setelah bersetubuh selama 3 jam non stop. Thomas masuk ke dalam kamar mandi bersamanya dan mereka kembali bersetubuh di dalam kamar mandi tersebut. Aku melihatnya dari balik kaca kamar mandi, pemandangan yang kusaksikan semakin bertambah erotis dengan butiran-butiran air yang ada di sekujur tubuh mereka dan dia menyetubuhi Della dari belakang.

Tiba-tiba, membuat kami kecewa, Thomas harus segera meninggalkan kota ini. Kami merindukan seks bersama Thomas, tapi selalu berterima kasih dengan pertolongannya terhadap Della dan aku sadar kami berdua menikmati ada seorang pria lain yang bercinta dengan Della. Pengalaman seksual Della bersama Thomas merubah seluruh kehidupan seksualnya dan bagaimana terbukanya dia terhadap eksplorasi kehidupan seksual kami. Untungnya dia tidak hamil setelah bersama Thomas.

Aku sangat berhutang budi terhadap Thomas yang telah membebaskan gairah seksual Della. Pengalamani bersamanya dalam ‘permainan bertiga’ kami membuat Della menyukai melakukan hubungan seks dengan dua orang pria bersamaan, dan sekarang bahkan dengan wanita juga. Sejak dengan Thomas… dia sudah melakukannya dengan beberapa pria lain yang ukuran penisnya bahkan lebih besar dari penis raksasanya Thomas. Dia tak lagi merasa takut bersama dengan pria lain selain aku untuk bercinta. Dia menikmatinya. Dia menikmati seks, tapi kami berdua sepakat kalau dia tak akan melakukannya tanpa kehadiranku.

Sekarang dia suka berpakaian seksi saat bertemu dengan pria lain untuk membuatnya terangsang. Kami melakukannya beberapa kali dengan pria lain dan itu sangat erotis bagiku melihatnya. Hidup rasanya jadi semakin baik dan semakin bertambah baik saja sekarang karena dia sangat berantusias dan senang dipuaskan oleh dua pria sekaligus dan bersikap seperti seorang putri saat melakukannya. Kami mengharapkan ada pasangan lain yang mau mencobanya bersama kami…



Baca selengkapnya disini >>>>......

Dokter berkencan dengan Perawat ....

Aku, Wawan, adalah seorang dokter yang beberapa tahun yang lalu pernah bekerja di puskesmas kecil di suatu kecamatan di Jawa beberapa kilometer dari kota S. Ketika bekerja menjadi dokter puskesmas itu lah aku terlibat perselingkuhan dengan perawat anak buahku sendiri di puskesmas itu. Waktu itu aku masih muda (sekitar 27 tahun), kata orang wajahku cakep dan macho, sedang perawatku itu hitam manis terpaut sekitar 5 tahun lebih muda dariku. Aku sendiri saat itu sudah berkeluarga beranak satu berumur 2 tahun, demikian pula perawatku yang bernama Narsih sudah bersuami tetapi belum punya momongan.


Ceritanya begini.

Pada saat pertama kali datang melihat puskesmas tempat aku akan berdinas selama 5 tahun yang terletak di suatu kecamatan yang lumayan jauh dari kota kabupaten, aku datang sendirian. Di sana aku ditemui oleh seorang perawat wanita yang sudah bekerja di sana selama tiga tahun semenjak puskesmas itu selesai dibangun.

“Narsih”, begitu dia memperkenalkan diri sambil menyodorkan tangannya. Dalam hatiku, “Aduh, manis betul perawat ini”.

Sambil bertanya tentang berbagai hal, yang menyangkut kunjungan pasien, tentang pelaksanaan program kesehatan yang selama ini dikerjakan olehnya (selama ini puskesmas dipimpin olehnya yang merupakan satu-satunya perawat dengan dibantu oleh 2 orang petugas lain), tentang keadaan masyarakat sekitar puskesmas, dll, aku tak puas-puasnya memandangi wajahnya yang manis itu. Sebaliknya, si manis ini juga sering dengan berani menatapku balik sambil senyum agak menantang. Pikirku, “Gawat juga anak ini”, kelihatannya dia sangat tertarik secara seksual padaku.

Dia cerita kalau sudah menikah selama 2 tahun dan belum berhasil hamil juga. Aku bilang dengan sedikit menggoda: “Wah, jangan-jangan suamimu kurang hebat caranya. Kapan-kapan saya ajari ya”.

“Ya dok, tapi jangan suami saya saja yang diajari, saya juga dong”, ujarnya.

Beberapa minggu kemudian, aku benar-benar sudah berdinas di puskesmas ini. Aku tinggal di rumah dinas di samping kantor yang masih satu kompleks dengan puskesmas, demikian pula Narsih tinggal di rumah dinas pada kompleks yang sama tetapi di sisi lainnya. Istriku dari pagi sampai menjelang sore pergi ke kota S untuk bekerja. Jadi sesiangan rumahku nyaris kosong.

Pada hari pertama, aku mengajak Narsih berboncengan memakai motor ke desa-desa tempat wilayah kerjaku untuk orientasi dan berkenalan dengan beberapa kepala desa yang kebetulan dilewati.

Perjalanan melalui jalan yang sebagian besar masih berupa tanah yang dikeraskan, dan di beberapa tempat berupa batu “makadam” yang bergelombang. Tangan Narsih yang kubonceng di belakangku berkali-kali memegang paha atau pinggangku karena takut terjatuh. Aku senang bukan main sambil berdebar. Berkali-kali pula buah dadanya yang tidak terlalu besar tetapi kenyal itu menyenggol di punggungku. Rupanya dia juga tak sungkan-sungkan untuk menempelkannya. Melihat sikapnya yang seperti itu, aku meramal bahwa Narsih suatu saat pasti bisa kuajak bergelut bugil di tempat tidur.

Tubuh Narsih cukupan, tingginya sekitar 160 cm, badannya langsing, kakinya mempunyai bulu-bulu yang cukup merangsang lelaki, walau pun kulitnya sedikit gelap. Wajahnya manis mirip Tony Braxton, si penyanyi negro itu. Buah dada tidak besar, yah kira-kira setangkupan telapak tanganku. Itu pun kukira-kira saja, karena di waktu dinas tubuhnya di balut seragam dinas Pemda. Rambutnya sebahu. Yang jelas, wajahnya manis, seksi dan senyumnya menggoda.

Dalam perjalanan berboncengan Narsih menceritakan perjalanan hidupnya sejak lulus sekolah dan langsung ditempatkan di puskesmas ini. Di sini mula-mula dia tinggal bersama adik ceweknya yang sekolahnya dibiayainya. Dia sempat berpacaran dengan seorang pemuda yang tinggal di depan rumah dinasnya, tetapi akhirnya justru tetangga lainnya yang memintanya untuk dijadikan menantu. Akhirnya permintaan belakangan itulah yang dipenuhinya sehingga Narsih dinikahi oleh seorang pemuda putra seorang tokoh masyarakat desa (tetangga dekat tadi) dan cukup berada, tanpa melalui proses pacaran.

Narsih rupanya selama itu menjadi “bunga” di desa tempat puskesmas berada. Dia menjadi inceran banyak pemuda desa situ, juga orangtua-orangtua yang menginginkannya menjadi menantunya.

Tanpa sengaja, ketika Narsih sedang asyik bercerita, motor saya melawati lubang yang cukup membuat motor bergoyang keras, dan bibir Narsih sempat menempel di leherku bagian belakang (aku sedikit geli, tetapi tentu senang dong) dan krah bajuku terkena warna merah lipstiknya. Dia segera membersihkan krah tersebut, kawatir dicurigai istriku macam-macam. Tapi aku tenang saja, bahkan aku bilang: “Nggak apa-apa koq, ditempeli sekali lagi juga nggak apa-apa, apalagi kalau nggak cuma di krah baju”. “Ih, pak Wawan macam-macam …, nanti dimarahi ibu lho.”, katanya agak genit.

Beberapa minggu kemudian nggak ada kejadian istimewa, sampai suatu hari Narsih sakit diare dan nggak bisa masuk kantor. Pembantunya menyusul ke puskesmas, dititipi pesan agar kalau saya sudah tidak terlalu sibuk bisa menengok dirinya, mungkin bisa memberi advis mengenai pengobatannya.

Setelah pasien sepi dan tak ada pekerjaan kantor yang berarti, aku menjenguknya ke rumahnya, dan diminta masuk kamar tidurnya. Waktu itu suaminya nggak ada di rumah, karena sehari-hari suaminya bekerja di suatu pabrik di kecamatan sebelah. Aku melihat dia berbaring di ranjang, walau pun sedang sakit, tetapi kulihat wajah dan tubuhnya justru makin merangsang dibalut baju tidur yang cukup seksi.

Kawatir aku nggak bisa menahan diri di kamarnya, aku segera minta padanya, kalau masih bisa jalan (aku lihat sakitnya biasa saja), untuk pergi ke rumahku setelah jam kantor minta diantar pembantu. Toh, jaraknya cukup dekat. Sementara itu dia kuberi obat seperlunya.

Sepulang kantor, Narsih datang ke rumah diantar pembantu, kemudian pembantunya disuruhnya pulang duluan, sehingga aku dan dia tinggal sendirian di rumahku. Pembantuku (suami-istri) kalau siang seusai bekerja pulang ke rumahnya dan petangnya kembali lagi, sebab mereka adalah penduduk desa setempat.

Narsih kusuruh masuk ke kamar periksa, kemudian kuminta berbaring di tempat tidur periksa. Aku memasang stetoskop, dan kuminta dia untuk membuka sebagian kancing atasnya (Narsih memakai pakaian rok dan kemeja blues yang dikeluarkan). Aku mula-mula serius memeriksa dadanya dengan stetoskop, tetapi begitu melihat sembulan buahdadanya yang nggak besar di balik BHnya, aku tiba-tiba berdebar dan bergetar. Aku nggak pernah bergetar bila memeriksa pasien wanita lain, tetapi menghadapi Narsih koq lain.

Dengan spontan tanpa meminta ijin dari empunya, buahdadanya kuraba halus dari luar dan kuelus-elus. Narsih tak membuat gerakan penolakan, matanya justru terpejam sekan menikmati. Seluruh kancing bluesnya langsung kucopoti, sehingga BH Narsih itu terlihat bebas menantang.

Bibirnya kukulum dengan cepat, sambil tanganku masih mengelus-elus buahdadanya dari luar BH nya yang belum kulepas. Seperti yang sudah kuduga, kuluman bibirku disambutnya dengan ciumannya yang lembut tapi hebat. Lidahku kujulurkan dalam-dalam ke langit-langit mulutnya, sebaliknya lidahnya segera membalas dengan memilin lidahku. Aku melihat Narsih terengah-engah menahan emosinya, sambil mengerang: “Ssssh, pak Wawan, pak, ah … argghhh … ssshhh”.

Tanpa menunggu lama, sambil Narsih masih tetap terbaring dan mulutnya masih kubungkam dengan bibirku, cup BH nya kuangkat ke atas tanpa kucopot kancingnya terlebih dulu. Susunya langsung tersembul keluar dengan indahnya. Benar dugaanku susunya tak besar, tetapi bagus dan kencang dengan puting susu kemerahan yang tak terlalu menonjol. Itulah susu Narsih yang sudah kubayangkan beberapa lama dan ingin kukulum. Itulah sepasang buah dada Narsih yang masih kenyal belum sempat mengeluarkan ASI karena belum sempat hamil.

Tangan kananku segera meraba-raba pentilnya bergantian kanan dan kiri dengan gerakan memutar yang halus. Narsih makin menggigil dan tambah mengerang: “Paaak, Narsih malu paak … ssshhh aargghhh … ssshh …”. Aku terus menjilati bibir dan wajahnya sambil berdiri, dan tanganku memijat-mijat susunya yang ranum. Tangan Narsih merangkul leherku, matanya berkejap-kejap, sambil mulutnya terus mendesah di tengah-tengah kuluman lidahku.

Setelah puas menjilati wajah dan bibirnya, mulutku beralih ke leher dan belakang telinganya. Dia makin menggelinjang sambil setengah menegakkan kepalanya. Aku masih terus berdiri, stetoskopku sudah kulempar jauh-jauh. Segera kemudian, mulutku sudah berada di puting susu kirinya. Aku jilat sepuasnya. Dada Narsih menggeliat dan sekali-kali membusung, sehingga susunya makin terlihat indah dan menggairahkan. Desisan Narsih makin menghebat, “Aaarggghhh, paaaak, aku nggak tahan paaak …”. Tanganku pelan-pelan menelusuri pahanya yang mulus walau pun berkulit agak sedikit gelap. Tapi warna kulit seperti ini justru sangat merangsang diriku. kontol di balik celanaku sudah menegang sejak tadi ketika aku mulai pertama kali melihat BH nya. Aku mulai menelusuri pahanya pelan-pelan ke atas menuju selangkangannya di balik rok yang masih dipakainya, sambil aku masih terus menggelomohi kedua puting susunya. Kulirik wajah manis perawatku ini. Ah, betapa makin merangsangnya tampakan wajahnya, yang sambil sedikit merem-melek matanya menahan nafsu birahi, mulutnya mendesis mengerang terus menerus walau pun tidak dengan suara yang keras, “Aaarghh, paakk, aku … aku nggak tahan lagi paak.”

Tetapi, begitu tanganku sampai di pinggir celana dalamnya, tiba-tiba dia tersadar dan langsung bilang, “Ah, pak, jangan sekarang pak ..”. Aku agak kaget, “Mengapa Sih? Aku sudah nggak tahan Sih, kepingin menelanjangi kamu.” Narsih menjawab: “Kapan-kapan pak untuk yang itu.”.

Aku tak berani nekat meneruskan, tapi wajah, bibir, dan susunya masih terus kujilati bergantian.

Aku berciuman seperti itu sambil pakaianku masih lengkap dan masih tetap berdiri, sedang Narsih sudah setengah bugil sambil tetap tergolek di ruang periksa, kurang lebih setengah jam. Akhirnya, karena aku kawatir kalau istriku datang dari kantor, maka perbuatan kami yang sudah kerasukan nafsu birahi yang menggelegak itu kuhentikan, dan Narsih kusuruh berpakaian kembali dan kuminta segera pulang. Aku sempat berciuman sekali lagi. Mesra, seperti sepasang kekasih yang baru dilanda asmara.

Beberapa hari kemudian, setelah kantor tutup, Narsih yang sudah sembuh dari diarenya, kuminta datang ke rumah. Dia datang masih memakai seragam dinas. Demikian pula aku.

Kusuruh dia duduk di sampingku di sofa ruang tamu. Ruang tamuku tetap kubiarkan terbuka pintunya, toh aku tetap bisa mengontrol situasi luar rumah dari kaca besar berkorden dari dalam. Orang luar tak bisa melihat ke dalam, sebab pencahayaan dari luar jauh lebih terang.

Melihat situasi luar yang cukup aman, dan saat itu di rumah dinasku hanya ada aku dan Narsih, maka kuberanikan mencoba melanjutkan apa yang sudah kumulai beberapa hari sebelumnya.

Narsih yang berada di samping kananku langsung kupeluk mesra, kuelus rambutnya dan kucium bibirnya dengan rasa sayang. Namun tanpa kuduga, dengan ganas (Narsih sepintas kuperkirakan adalah wanita yang hiperseks, dan di kemudian hari dia memang mengakuinya kalau dia nggak pernah puas ketika berhubungan seksual dengan suaminya, walau pun menurut ukurannya suaminya mempunyai kemampuan seksual yang sangat hebat), dia menyambut ciumanku dengan jilatan-jilatan lidahnya yang memilin-milin lidahku. Tangannya dengan berani meraba selangkanganku yang tertutup celana dinas dan meraba kontolku yang sudah menegang ketika mulai berciuman tadi. Kontolku dikocoknya dari luar dengan trampil dan membuatku keenakan (jujur saja, istriku tidak bisa seperti itu).

Secara cepat dan trengginas, karena nafsu yang sudah berkobar-kobar, aku pun langsung membuka kancing seragam atasnya, dan dengan lahap kukeluarkan seluruh buah dadanya yang ranum dari cup BH tanpa membuka kancing yang terletak di belakangnya. Susunya langsung kuremas dengan lembut, pentilnya yang imut kupilin-pilin sampai menegang, dan aku terus menciumi bibir dan kadang menciumi wajah dan belakang telinganya. Narsih meregang, dan kali ini dia memanggilku tidak lagi pak atau dok, tetapi sudah berubah menjadi `papa?, “Ehmmpph, sshh … paaaaaah, aku sayang kamu paaah, Narsih sayang papaaah … aaarghh ….”.

Aku pun berganti menjawab sekenanya dan seberaninya, “Aku juga sayang Narsih, bener aku sayang kamu, hari ini aku ingin memasukkan kontolku ke tubuhmu, sayang, boleh?”

Narsih langsung menjawab, “Boleh yaaaang, boleh … arrghhh … sshhshh … cepatan ya yaaaang … aaaargrhhh ….”.

Mendengar jawaban itu, tanpa ragu, aku segera memasukkan jari kedua tanganku ke selangkangannya yang masih tertutup seragam dinas, dan dengan bernafsu kucari celana dalamnya, dan begitu ketemu, tanpa ba-bi-bu lagi langsung kupelorot dan kusimpan di saku celanaku. Demikian pula Narsih, dengan terengah-engah, langsung dia membuka resleting celanaku dengan sebelumnya melepaskan ikat pinggangku yang kemudian dia lempar jauh-jauh, dan tangannya dengan cepat menyergap kontolku yang berukuran panjang 14 cm dengan diameter yang cukup besar. Aku ikut memelorotkan celanaku walau pun nggak sampai kulepas sama sekali. Tangannya dengan cekatan mengelus kontolku, mengocoknya, sembari tubuhnya menggelinjang karena jariku sudah mengelus tempik vaginanya yang basah. Sebagian jariku pelan-pelan kumasukkan ke dalam lubang tempiknya, dan kugeser-geser melingkari lubang sempit itu. Jempolku mencari kelentitnya, begitu ketemu kuelus dengan permukaan dalam jempol.

“Ah, paaah, aku nggak tahan paaah … aggghhh, ….. paaaah …..eeennaaak paaah …”, dia mengerang setengah berteriak, tetapi mulutnya segera kubungkam dengan mulutku, kukulum agar suaranya tidak terdengar oleh orang-orang yang mungkin ada di luar, kemudian kujilati bibir dan seluruh permukaan wajahnya sampai basah terkena ludahku.

Sambil setengah bergumul, mataku selalu waspada melihat keadaan luar rumah melalui kaca berkorden untuk berjaga-jaga kalau-kalau ada orang yang mau masuk ke rumah. Karena situasi yang tidak terlalu aman itu, aku tidak berani melakukan adegan birahi kami ini dengan berbugil total..

Tanpa menunggu lama lagi, karena darah birahi yang sudah sampai ke ubun-ubun, tubuh Narsih kutarik ke depan tubuhku, sambil dia tetap duduk menghadap ke depan membelakangiku, dan aku bersandar setengah duduk di sofa, dengan perlahan tapi pasti, rok bawahannya kusingkap dan kuangkat, pantatnya kupegang, selangkangannya yang sudah tak bercelana dalam kurenggangkan lebar-lebar, pahaku kurapatkan dengan kontol yang mengacung ke atas, kemudian tangan kiriku memegang kontol dan kubimbing masukkan ke vagina tempik (memek)-nya. Narsih ikut membantu memegang kontolku dengan tangan kanannya, dan perlahan-lahan pantatnya diturunkan ke bawah. Vaginanya terasa sempit juga (mungkin karena belum pernah melahirkan bayi), tetapi berkat bantuan lendir vaginanya yang sudah banyak, tanpa kesulitan yang cukup berarti kontolku akhirnya berhasil masuk juga ke sebagian vagina depannya. Narsih sambil menghadap ke depan terus mengerang, pantatnya mulai bergoyang-goyang, dinaik turunkan, agar kontolku bisa lebih masuk ke dalam.

“Aduuuh paaaaah, enaaak paaaah …. Ssshhh … arggh , aaduuuh paaah …”, erangnya. Aku juga mulai mendesis merasakan enaknya tempik perawatku yang sangat manis dan hot ini, sambil benakku berseliweran membayangkan keberanianku menyetubuhi istri orang. Ah, persetan, salahnya punya istri manis disia-siakan, sehingga masih mencari memek atasannya. Betul-betul vagina yang nikmat, nggak salah aku ditempatkan di puskesmas ini, aku bisa menikmati sepuasnya vagina Narsih yang sedap. Kepunyaan istriku sendiri tidak senikmat ini.

“Narsiiih, kamu memang enaak, Narsih …” begitu desisku.

Sambil aku juga ikut menggerakkan pantatku naik turun seirama dengan naik turunnya pantat Narsih, aku mengocok kelentit Narsih yang ada di depan dengan tangan kananku. Tangan kiriku terus meraba habis susunya yang terasa kenyal di depan. Narsih makin menggelinjang seperti cacing kepanasan, karena kocokan jariku pada kelentitnya yang makin menonjol. Pantatnya makin dia goyangkan selain naik turun juga ke kanan kiri. Rasanya bukan main enak, tak terkirakan. Beginilah rupanya rasa tempik Narsihku, Narsihku yang bisa menggantikan tugas istriku di siang hari, Narsihku yang mempunyai gerakan tubuh yang hebat dan nikmat.

“Siiiih, kamu sayang papa beneran nggak, aku eeennnaaaak Siiih ….!”

“Aaaaduuuh paaaah, Narsih sayang paapaaaah, eennaaak juga aku paaaah, koq bisa enaaak gini ya paaaah? Aaaargghhhh ….. ssshh … arrrgggghhhhhhhhhhhhhhhh …. Paaaaah …”

Aku makin cepatkan kocokanku naik turun, demikian pula Narsih, dia makin menggeliatkan tubuhnya ke sana kemari. Sayang, aku nggak bisa melihat tubuh indahnya sambil berbugil, karena situasinya yang tak memungkinkan.

Tiba-tiba Narsih, setengah berteriak bergetar-getar tubuhnya, “Aaarghhh … paaah, aku nggak tahaaan paaaah, aku mau orgasme paaaaah, paaaaah …”. Aku sendiri hampir nggak tahan juga merasakan denyutan tempiknya yang asyik. Sekali lagi, betul-betul tempik yang enak dan nikmat

“Nggak apa-apa Siiih, kalau mau orgasme, nggak usah ditahan Siiih, papa juga mau keluar, aarghhh …”.

Gerakan kontolku makin kupercepat walau pun tidak terlalu bebas, karena posisiku yang di bawah, sambil tanganku mengocok susu dan bibir Narsih kucari dan kumasukkan jempolku ke mulutnya dan segera diempotnya seperti bayi sambil terus mendesah. Tak lama kemudian, Narsih mengejang, “Arrrggghhhhh paaaaaaaaah …. Arrrghhhhhh ……”, badannya bergetar, rupanya Narsih telah orgasme hebat. Kontolku terasa dijepit berdenyut-denyut. Karena proses orgasme tubuhnya menggeliat seksi ke belakang sehingga tampak makin menggairahkan.

Pemandangan itu, walau cukup kulihat dari belakang, membuat aku juga sudah merasa nggak tahan lagi, geli hebat mulai terasa di ujung kontol yang masih berada di tempik Narsih. Goyanganku kupercepat lagi, Narsih kupeluk erat-erat, dan … “Aaaarhggggghhh … aku juga keluar Siiiih … eenaaaak Siiih …..”.

Pantat Narsih kutarik keras-keras ke bawah agar seluruh kontolku terbenam di tempiknya, dan kusemprotkan keras-keras air maniku ke dalam vaginanya, sambil berharap agar ada spermatozoa yang bisa menyerbu ovumnya sehingga menghasilkan pembuahan, karena mendadak hari ini aku merasa mencintai Narsih, tidak sekedar mencari kepuasan seksual saja.

“Ooooh paaaah, aku cinta kamu paaaah …., Narsih sayang kamu paaah. Aku kepingin anak dari kamu paaah …” kata Narsih sambil terus memutar-mutarkan dan menekan pantatnya menjadikan kontolku seperti diperas-peras isinya, dan beberapa kali menyemprotkan mani sampai ludas. “Aku juga sayang kamu, Narsih … kapan-kapan aku ingin mengajakmu main seks sambil betulan telanjang bulat, mau ya Siih …?”

Narsih langsung menjawab dengan manja: “Tentu Narsih mau sekali paah, minggu depan ya paah, kita cari tempat enak untuk bikin anak yang nikmat ya paah?”

Sambil tubuh Narsih masih terduduk di atasku yang juga separuh duduk, lehernya agak kuputar kesamping, dan bibirnya kucium sayang, mesra sekali, sementara kontolku masih tetap berada di dalam jepitan tempik-vaginanya yang masih juga terus berdenyut nikmat ….

Setelah persetubuhanku yang pertama dengan Narsih perawatku, di hari-hari berikutnya di kantor setiap hari kami selalu menyempatkan berciuman dan bercumbu. Kadang-kadang kami melakukannya di gudang obat di siang hari menjelang puskesmas tutup, kalau pas semua petugas lainnya sudah pada pulang. Di gudang, aku melampiaskan nafsuku dengan menciuminya dan mengangkat rok seragam dinasnya, meremas susunya dengan sedikit membuka beberapa kancing kemeja, meraba tempik dan kelentitnya sampai Narsih menggelinjang panas, menggeser-geserkan kontolku ke tempiknya tanpa melepas celana dalam masing-masing, sampai kami berdua orgasme tanpa bersetubuh. Bagaimana pun, kami tak berani bersetubuh di kantor, sebab kawatir ketahuan orang.

Pernah, ketika Narsih sedang merawat pasien, membersihkan luka ringan di kepala bagian belakang pasien (pasiennya menelungkup di tempat tidur periksa), aku masuk kamar, pintu kamar perawatan kukunci, kemudian Narsih kudekati dari belakang dan pelan-pelan kuciumi lehernya yang jenjang, roknya kusingkap ke atas sampai pantatnya jelas tampak terlihat indah, lalu celana dalamnya sedikit kupelorot, dan jariku kumasukkan ke sela-sela tempiknya. Kumainkan jariku di dalam tempiknya yang basah sambil sekali-kali kumanipulasi kelentitnya yang menegang, sampai Narsih menggelinjang kenikmatan dengan sedikit terengah-mendesah hampir tak terdengar “… Ssshhhhh …hhh” (berabe dong kalau pasien lelaki itu sampai mendengar desahan perawatnya) dan beberapa kali tangannya yang memakai sarung tangan plastik melepaskan kapas beralkohol atau Betadine yang digunakannya untuk membersihkan kepala pasien. Kemudian kontolku yang masih tertutup celana kugeser-geserkan ke sela-sela pantat Narsih yang celana dalamnya sudah kupelorot ke bawah tanpa kulepas. Sampai akhirnya aku orgasme keenakan setelah sekitar seperempat jam menggeserkannya ke pantat Narsih yang kenyal padat itu. Rupanya, dari raut wajah dan engahannya, walau aku tak tahu pasti, Narsih pun akhirnya orgasme karena kocokan jariku di dalam liang vagina dan kelentitnya itu.

Perbuatanku merangsang Narsih dan diriku ketika sedang merawat pasien hanya sekali itu saja kulakukan, sebab selain aku takut ketahuan pasien atau orang lain (sebab di luar kamar periksa ada beberapa anak buahku, yang mungkin saja tiba-tiba ingin masuk), juga bisa mengganggu proses perawatan pasien.

Seminggu setelah persetubuhanku yang pertama dengan Narsih, ketika itu hari Selasa (setiap minggu dua kali ada perawat wanita lain yang membantu datang ke puskesmasku, Selasa dan Kamis) aku janjian dengan Narsih untuk ketemu di suatu tempat di kota kabupaten, karena kebetulan aku saat itu mengurus sesuatu di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten. Hari itu aku ingin mengajak Narsih bergelut bugil total di suatu tempat yang aman.

Setelah urusanku pagi itu di kantor dinkes selesai, aku langsung menuju ke tempat janjian dengan Narsih. Aku tunggu di mobil sekitar setengah jam, Narsih akhirnya memenuhi janjinya datang.

“Siapa yang ada di puskesmas, Sih?”, tanyaku untuk memastikan bahwa ada petugas perawat yang tinggal di puskesmas, supaya tidak mengganggu pelayanan kesehatan. “Oh, ada mbak Amani yang tugas koq pa.”, jawabnya. Setelah memastikan semuanya beres, langung kutanya lagi Narsih: “Mau kamu kuajak ke S jalan-jalan?”. Jawab Narsih: “Mau pa. Tapi, ayo cepat, biar nggak kesorean pulangnya, sebab aku bilang kepada pembantu kalau aku pulang sebentar menengok ibuku”. Memang ibu Narsih bertempat tinggal di kabupaten yang sama, tetapi di kecamatan yang agak jauh dari rumah Narsih sekarang.

Langsung mobilku kupacu cepat ke kota S, sebab saat itu sudah pukul setengah sepuluh pagi, dan kuperkirakan paling lambat pukul 4 sore sudah harus sampai kembali di rumah. Waktu itu aku belum tahu apakah di kota kabupaten ini ada hotel yang bisa dipakai kencan pendek atau tidak, makanya kuputuskan saja ke kota S, yang pasti ada tempat untuk begituan.

Di tengah jalan, Narsih ingin berhenti untuk membeli celana dalam baru, aku juga nggak tahu apa alasannya membeli baru itu. Tapi nggak kupikirin. Perjalanan ke S kurang lebih 1 jam. Di tengah jalan kemeja seragam dinasku kucopot dan kuganti dengan kemeja lain, sedang Narsih kemeja dinasnya ditutupi dengan jaket.

Setelah sampai di S, aku tawari Narsih untuk ke pantai yang mempunyai motel-motel yang bisa dipakai kencan gelap. Narsih setuju saja.

Sampai di pantai, aku pesan kamar yang cukup besar. Kamar-kamar di sini tak terlalu bagus, tapi lumayanlah untuk kencan singkat. Toh yang diperlukan cuma kasur dan air cukup untuk mandi. Waktu itu di S belum ada hotel atau motel bagus yang sekarang bertebaran bisa digunakan untuk keperluan seperti itu.

Begitu masuk kamar, Narsih langsung kupeluk dan kuciumi, dan segera kupreteli jaket, kemeja dan roknya sampai tinggal celana dalamnya. Begitu hampir telanjang seperti itu, aku terpesona dengan tubuhnya yang ternyata sangat indah dengan kulit yang agak gelap. Baru hari itu aku melihat tubuh indahnya hampir bugil total.

Sebelum bertindak lebih jauh, Narsih minta pause untuk pipis dulu di kamar mandi. Sementara dia di kamar mandi, aku segera melucuti pakaianku sendiri sehingga tinggal celana dalam saja dengan kontol yang tampak menyembul tegang di dalamnya. Aku susul Narsih ke kamar mandi, dia sudah selesai pipis, celana dalamnya sudah dipasang lagi. Tanpa ayal di kamar mandi, dia kupepet ke dinding, dan kugelomohi seluruh tubuh setengah bugilnya dengan lidahku. Dengan ganasnya Narsih juga berbalik menciumi diriku. Habis-habisan susu ranumnya kujilat dan kugigit halus di sekitar pentilnya, sebab aku tak berani menggigitnya keras-keras (nyupang), takut ketahuan suaminya nanti. Kemudian, lidah kami saling bertaut dan saling memilin. Pokoknya kami keluarkan semua hasrat seksual ini tanpa hambatan, dan kesempatan bebas ini sudah kami tunggu beberapa hari.

Tak sabar, celana dalam Narsih kupelorot dan kulempar jauh-jauh ke sudut kamar mandi. Dengan posisi Narsih yang masih berdiri, jilatan lidahku kuturunkan pelan-pelan dari bibir, leher, susu, perut, sampai akhirnya ke lipatan selangkangannya. Tanpa memandangi isi lipatan itu, lidahku kujulurkan ke sela-sela jembutnya yang tak terlalu lebat. Mula-mula Narsih merapatkan pahanya, katanya geli “Ah, pah … aku geli, jangan pah …”.

Tapi aku nggak peduli, dengan Narsih yang masih berdiri dengan punggung menempel rapat di dinding kamar mandi, kukangkangkan selangkangannya lebar-lebar. Aduh, kulihat pemandangan cantik dari tempiknya yang merah kehitaman dengan liang yang sempit. Nafsuku makin berkobar, kontolku makin tegang tidak karuan. Mulutku langsung kudekatkan ke tempik Narsih, dan kujilat tepi liangnya pelan-pelan. “Aachhhh …. Ngkkkkrrr … aarrghhhh pah, papaaaaaah …. “, teriaknya keras. Narsih kelihatan menggeliat keras sambil spontan merapatkan selangkangannya sehingga kepalaku terjepit pahanya. Lidahku makin menggila saja, kumasukkan jauh-jauh ke dalam liang tempik Narsih yang baunya membuatku makin bergairah. Beberapa kali kugigit ringan labia minor dan mayornya. Tak lupa kelentitnya yang menonjol indah juga kukulum habis-habisan. Narsih makin menggelinjang nggak karuan. “Paaaah, Narsih nggak tahan paaah, ayo pah … ke tempat tidur saja.”, katanya terengah-engah setengah lemas.

Karena aku tak kuat menggendongnya, aku bimbing cepat dia keluar kamar mandi menuju ke tempat tidur.

Di tempat tidur, segera kutindih tubuh bugilnya yang kenyal itu sambil kuciumi bibir dan langit-langit mulutnya. Narsih rupanya sudah terangsang hebat, dia melenguh, “Aachh paaaah …. “.

Celana dalamku yang masih kupakai sejak tadi langsung kupelorot saja, sehingga akhirnya kami berdua bergumul dan bergelut dalam keadaan telanjang bulat. “Paaah, ayao paaah masukkan saja, nggak usah lama-lama ….”, Narsih setengah memohon. Padahal aku sendiri sebetulnya masih ingin lebih lama menjilat-jilat dulu sebelum memasukkan kontol ke tempiknya.

Mendengar permohonannya itu, kontolku yang sedari tadi sudah mengacung tegang, mulai mencari tempiknya. Narsih yang telentang, telah mengangkangkan pahanya terlebih dulu tanpa disuruh. Dengan dibantu tangan Narsih, kontolku perlahan dimasukkan ke liang tempiknya. “Aduh enaknya”, kata hatiku. Ternyata tempik Narsih cukup dahsyat rasanya, begitu masuk, pelan-pelan kugoyangkan pantatku ke kanan-kiri agar dengan mantap kontolku ambles ke dasar tempik Narsih. Hari ini jelas lebih enak dari pada seminggu yang lalu ketika aku memasukkan kontolku dari belakang sambil duduk.

Narsih tidak tinggal diam. Dia begitu aktif menaikturunkan pantatnya. Kontolku serasa dikulum. Tempik Narsih memang masih sempit, walau pun sudah dimasuki berkali-kali oleh kontol suaminya selama dua tahun (dan aku dengar dari tetanggaku juga sudah pernah disetubuhi oleh pacarnya sebelum suaminya sekarang ini).

Sambil melumat pentil susunya yang sangat indah bergoyang ketika Narsih menggelinjang kesana kemari, aku juga melirik ke bawah melihat gerakan tempiknya yang naik turun. Oh, betapa asyik pemandangan ini. Narsih memang hebat dalam bercinta, dia betul-betul cewek yang hiperseks dan menggairahkan.

Mulutnya terus berbunyi, “Ooooh, aaaacchhh …. Paaah …. Papaaaaaah… oooooch … Arrrgh … iiih … paaaah …!”

Setelah beberapa saat, Narsih menginginkan aku yang mengangkang, dan dia yang merapatkan selangkangannya, “Pah, aku yang merapatkan paha ya …?”, ia memohon. “Boleh”, kataku.

Setelah merapatkan pahanya, aku dimintanya menggoyang naik turun, “Ayo pah, goyang, pah”. Aku turuti semuanya, aku goyangkan naik turun kontolku ke tempiknya yang merapat. Memang aku agak kesulitan, karena gerakan ini aku tak terlalu enak bagiku karena terhalang sempitnya vagina Narsih yang dirapatkan, tapi demi sayangku pada Narsih ya nggak apa-apa. Narsih rupanya menikmati posisi seperti itu. Erangannya makin menjadi-jadi, “Oooooh…. Oooooch … paahh, aku nggak kuat lagi paaaaah, … aarcggghhh …”. Dia makin menggelinjang, tempiknya ikut dia geser-geserkan tutup buka yang tak terlalu lebar. Aku juga mulai menikmati gerakan ini, walau pun rangsangannya bagiku tak terlalu hebat. Lidahku terus mengenyot puting susunya yang terus bergoyang-goyang, tanpa sadar timbul cupang kecil di sisi sebelah dalam dari pentil susu kanannya karena gigitanku, ah sebodo amat, pikirku. Akhirnya, dengan erangan yang cukup keras dan mengagetkan, “Aaaachh paaaaah, aku mau sampaaaiii paaaah … ooochhh ..”, dia menggelinjang dan segera membuka tempiknya lebar-lebar, dan kusambut dengan kakiku yang ganti merapat dan menghunjamkan kontolku dalam-dalam de dasar tempiknya yang lezat itu. Narsih menggeliat, dengan dada yang dibusungkan ke atas yang makin memperindah tampakan pasangan susunya, dan … “Aaaach paaah, aku ….. aaaach … saaaampaiiii paah … ooooiiich …”. Narsih bergetar sebentar dan lemas, dia telah orgasme. Kontolku di dalam terasa berdenyut-denyut dikenyot oleh otot dalam tempiknya. Nikmat rasanya. Tapi aku belum sampai, walau pun kalau digoyang sedikit saja, pasti sudah orgasme juga.

Kubiarkan Narsih beristirahat karena kelihatan energinya terkuras dengan datangnya orgasme dahsyat barusan. Kuteruskan jilatan lidahku pada bibir dan dadanya. Aku tidak mau melepaskan kontolku dari tempiknya. Kasihan dia.

Setelah pause sejenak, aku mulai mencopot kontolku dari tempik Narsih yang basah. Aku berputar dengan wajahku di bawah dan kontolku di wajah Narsih. Narsih tetap terlentang. Mulai kuserbu lagi tempik Narsih dengan jilatan lidahku. Narsih pun demikian, dia mulai mengulum permukaan kontolku, tapi sayang, kulumannya tidak terlalu enak, bahkan agak geli, dan sekali-sekali tergigit, sehingga kenyamananku terganggu. Rupanya Narsih belum pandai mengulum kontol. Mungkin suaminya tidak pernah mengajarinya untuk mengulum kontol dengan benar, atau suaminya memang tidak suka dikulum-kulum kontolnya.

Posisiku kuubah kembali, aku melorot ke bawah di antara kedua pahanya, dan tetap memainkan lidahku di kelentitnya. Sekali-sekali kupandangi tempik Narsih. Ternyata dari jarak dekat ini, tempik Narsih sangat bagus, dikelilingi jembut yang tipis tetapi melingkari sisi atas kanan dan kiri tempik secara teratur. Kelentitnya cukup menonjol. Lendir tempik tidak berlebihan, baunya pun merangsang gairah nafsuku. Lubang anus di bawah juga sempit, bersih, dan jelas tidak pernah dimasuki benda apa pun. Lubang anusnya pun kujilati yang membuat Narsih mendesis sambil mengangkat pantatnya, sehingga tempiknya pun makin menganga lebar. Kupindahkan lagi lidahku dari anus, dan kusergap lubang tempiknya, kujilati lagi, dan Narsih kembali mengerang, rupanya gairahnya setelah orgasme pertama sudah pulih lagi , “Ayooo paaah, dimasukkan lagi … papaaah ‘kan belum … ooooch paaaah … “.

Aku kembali merayap ke atas dan kembali Narsih kutindih, dan kontolku siap kumasukkan lagi ke liang tempiknya yang tetap menganga lebar. Narsih menggeliat-geliat tak beraturan. Aku dengan setengah duduk, menghunjamkan kontolku ke dalam tempiknya dalam-dalam, secara teratur kukeluar-masukkan. “Aaach … acchhh, paaah …”. Narsih menyambut gerakanku dengan memutar-mutar pantatnya, sehingga kontolku terasa diperas-peras. “Addduuuh, Narsih, eeenaaak Narsiiiih …”. Narsih pun menjawab dengan mengerang pula, “Yaa, sayyyaaaang, aku saaaayaaang papaaah, ooooch papaaaah … aku cinta papaaaah Wawaaan …”. Dia mengerang terus dan terus, sambil geliatannya makin menghebat, ditingkahi gerakan susunya yang makin merangsangku. Mata Narsih terpejam, dengan bibir indah yang menggumam namaku sekali-sekali. Oh, kamu manis sekali Narsihku. Kamu bidadariku. Kamu asyik-menggairahkan sekali. Kamu tak akan kulepas sampai kapan pun. Akan kusuburkan benih rahimmu dengan spermaku.

Akhirnya rasa geli yang memuncak di kontolku tak tertahankan lagi. Juga Narsih makin mengelojot. “Naaarsssssih, aku mau keluuuuaaar Sih …., aku masukkan semuanya ke tubuhmu Siiih …”. “Yaaah, paaaah, tolong aku dibikinkan anak paaaaah … ooooch paaaaah”.

Air maniku tak tertahankan lagi menyemprot beberapa kali ke dalam liang tempik Narsih yang kusayangi ini. “Acch Siiiih ….”. “Semprot yang kuuuaaat paaaah, aku sayang kamuuu paaaah, … ooooch …”.

Langsung Narsih kudekap erat-erat, kedua kakinya dilingkarkan ke pinggangku erat-erat, seperti nggak mau dipisahkan lagi. Kontolku dikenyot-kenyot oleh tempiknya yang berdenyut-denyut menerima spermaku. Rasanya aku makin sayang Narsih.

Tak terasa jam terus bergulir. Tapi masih ada waktu.

Kusuruh Narsih membersihkan tempiknya, dan pipis, aku pun demikian. Aku masih ingin melanjutkan permainan ke babak berikutnya.

Setelah ngomong-omong ringan sambil berbaring, kontolku di pijat-pijat oleh jari-jari Narsih yang lentik. Dia cukup pintar memijat kontol (walau pun tidak bisa mengulum kontol), sehingga kontolku bangun kembali. Narsih tersenyum manis. Rupanya dia menginginkan hari itu diakhiri dengan kehangatan sekali lagi. Aku pun merespons dengan menciumi bibir, hidung, leher, telinga, dan seluruh wajahnya, sehingga semuanya basah mandi ludahku. Dia senang dengan gelomohan lidahku itu. Sambil jari-jariku kembali mengobok-obok tempik-vagina dan kelentitnya.

Karena waktu yang tak mau berkompromi, sehingga kami harus cepat-cepat pulang, maka permainan harus cepat diselesaikan.

Narsih kuminta untuk membalik badan, dan sedikit mengangkat pantat atau menungging. Tanganku kujelajahkan pada seluruh permukaan tempiknya dari belakang. Pemandangan dari belakang ternyata tak kalah indahnya, kelihatan tempik yang merekah merah kehitaman dengan liang yang menggoda. Gairahku langsung ke puncak ubun-ubun melihat pemandangan seperti itu. Tanpa lama-lama, kontolku dengan bantuan tangan kanan Narsih kuserobotkan masuk ke dalam tempiknya dari belakang. “Aduuuh paaaah, eenaaak paaaah”, gumam Narsih. Satu tanganku kulingkarkan ke depan dan meremas-remas susunya yang menggantung indah. Narsih makin mendesis kenikmatan, aku pun juga nikmat. Tapi Narsih tak bertahan lama menungging, mungkin kelelahan, dia segera merebahkan pantatnya ke ranjang tetap sambil tengkurap. Kuikuti saja posisinya, sambil terus menghunjamkan keluar masukkan kontolku. Narsih makin mengerang, ibu jariku kumasukkan ke mulutnya, dan dia isap keras-keras. Aku terus menggoyangkan kontol, disambut dengan gerakan ringan dari Narsih yang juga memaju-mundurkan pantatnya. Tapi rupanya dia agak lelah, sehingga gerakannya tidak sedahsyat tadi. Kujilati punggungnya dari belakang. Rupanya dia sangat terangsang dengan jilatan itu, sehingga erangan dan desahannya kerasnya muncul kembali. “Aaaduuh paaah, nggak kuuuaaat paaaah, geeliiii … “. Aku sodokkan terus kontolku sambil menjilati punggung dan meremas susu dari belakang. Lehernya kutolehkan ke samping, mulutnya kucari dan kugelomoh dengan bibirku, aduh, rupanya dia sangat terangsang, mulutku dibalas dengan jilatan bibirnya dari samping dengan ganasnya.

Aku tiba-tiba merasa akan sampai. Dengan cepat kubalikkan badannya, dan kontolku yang terlepas kembali kuhunjamkan dalam-dalam ke tempiknya yang sudah telentang kembali. Narsih juga merespons dengan melingkarkan lagi kakinya rapat-rapat ke pinggangku sambil menaikturunkan pantatnya. Kontolku seakan-akan diisap-isap. “Paaaah, ayo cepet keluar paaaah, aku mau keluuuaaaar paaaah …. Oooooocccc iiiicch …”, teriak Narsih. Mendengar erangannya, aku makin terangsang, kenikmatanku mulai sampai ke ujung kontol, dan segera kumuntahkan air maniku untuk kedua kalinya hari itu jauh-jauh ke dalam rahimnya, “Aaaaach Narsiiiih, aku keluuuuaaaaar …..”. “Saaaamaaaa paaaaah, aku sampaaaaai jugaaaa …. Ooooch paapaaaaaah sayaaaaang ….. iiiiich …”.

Kupeluk Narsih erat-erat dengan kontol yang juga masih terkulum erat-erat oleh tempiknya, seakan-akan besok akan kiamat. Narsih, aku sayang kamu …

Setelah persetubuhanku dengan Narsih di pantai kota S, hubunganku dengan Narsih makin intim dan liar. Setiap ada kesempatan aku menggumulinya, di mana pun tempatnya, kecuali di kantor. Aku bisa menyetubuhi Narsih di rumah (tapi tak pernah di rumah Narsih), di dalam mobil di pinggir jalan raya, di pinggir hutan, atau di pinggir pantai, di motel atau hotel di beberapa kota (di antaranya kota S, P, Md, Ml, atau J). Malah aku pernah menyetubuhinya dalam keadaan menstruasi. Itu pun tidak terasa mengganggu, tetap terasa nyaman bagi kami berdua, sebab bagi kami prinsipnya semuanya dilakukan dalam kondisi kemaluan yang bersih.

Suatu saat, siang hari pukul satu, aku harus ke teman sejawatku di puskesmas lain se kabupaten yang cukup jauh dari puskesmasku untuk suatu keperluan yang berkaitan dengan pekerjaan. Aku mengajak Narsih karena memang aku perlu bantuannya. Perjalanan itu melewati hutan jati yang berbukit-bukit dan berliku tetapi aspalnya cukup mulus. Jarang sekali kendaraan atau orang yang melintasi daerah itu.

Persis ketika mobilku melintas hutan yang sepi itu, aku mulai tergoda melihat Narsih yang ada di sisiku. Dengan tangan kananku tetap menyetir, tangan kiriku mulai bergerilya mengelus-elus paha Narsih yang ada di balik roknya. Roknya kusingkap ke atas, sehingga pahanya yang mulus sedikit gelap terpampang jelas di mata ku. Narsih kuminta untuk mencopot celana dalamnya. “Pa, hayo apa-apaan ini, koq main-main di jalan raya?” katanya. “Sudahlah Sih, aku sudah ngaceng lho.”, jawabku. “Hati-hati pa, lihat jalan, atau kita berhenti saja.”, dia memperingatkanku. Karena aku harus segera sampai ke tujuan, aku jawab: “Nggak usah, berhentinya nanti saja sepulang dari sana, nanti keburu ditinggal pergi oleh dokter Herman, ‘kan rugi kalau sudah jauh-jauh tapi gagal ketemu.” Narsih diam saja mendengar jawabanku itu, dan pelan-pelan dicopotnya celana dalamnya dan dimasukkan ke dalam tas tangannya. Begitu Narsih tak lagi memakai celana dalam, segera tangan kiriku makin naik menyusuri pahanya dan menyerobot masuk ke selangkangannya, kucari vaginanya, dan mulai kugeser-geser bibir tempiknya. Mulai terangsang, tangan kanan Narsih berpindah ke kontolku yang masih tertutup celana dinas. Merasakan tangannya yang mulai mengelus-elus kontol, aku bilang: “Sih, buka saja celanaku, sabuknya dilepas dulu, ayo …”. Narsih mulai melepaskan ikat pinggang dan resleting celanaku, setelah itu tangannya langsung menyelusup ke balik celana dalamku tanpa dilepasnya. Aku merasakan nikmatnya kontol yang dipijat halus oleh tangannya. Jari-jariku sendiri makin liar mengubek-ubek tempik Narsih, sampai dia mulai mendesis seperti biasanya: “Aaah paaah, kamu nakal paaaah …”. Narsih mulai menggeliat kenikmatan, dan tempiknya makin basah dan licin, sehingga jari telunjukku makin bebas menerobos masuk liangnya. Kelentitnya pun berhasil kumanipulasi dengan jari tengahku. Narsih makin menggeliat, “Paaaaah, aku nggaaak kuuaat lho paaaah. Berhenti saja di pinggir paaah, aku nggak kuuuaaaat paaah”, dia memohon tanpa sadar tangan kanannya memeras kontolku kuat-kuat, sehingga aku terkaget. Sebetulnya aku ingin menuruti permintaannya agar berhenti di tepi jalan, dan ngeseks di situ, tapi mengingat waktu, permintaannya sementara tak kuhiraukan. Mobil tetap kujalankan pelan, sekali-sekali berpapasan dengan motor atau truk. Dengan kadang-kadang kupakai untuk mengoper persneling, tangan kiriku tetap mengubek-ubek vaginanya yang makin basah. Narsih makin mengerang, sehingga akhirnya tangan kanannya melepas kontolku, dan kursi yang didudukinya direbahkannya sehingga Narsih berposisi agak berbaring, dan pantatnya dinaikkan karena rangsangan yang tak kuat ditahannya, “Aaaaccrhh paaaah, kamu menyiksa aku paaaah, aku sudah kepingin paaaah, ayo paaaah, sekarang saja kita main paaah….”, rintihnya. Rok luar dan dalam bagian depan kusingkap makin ke atas, sehingga tempik Narsih langsung tampak menyembul merekah, dengan tangan kiriku masih mengubek-ubek di dalamnya. Narsih terpejam menahan birahinya yang kelihatan makin menggelegak Aku sudah paham betul bagaimana raut wajah Narsih ketika terangsang kuat oleh birahi. Dia makin mendesah. Melihat wajah seperti itu aku pun makin bernafsu, sayang, tangan Narsih sudah dilepaskannya dari kontolku yang sebetulnya menghendaki kocokan agar aku pun bisa merasakan nikmatnya permainan ini sampai orgasme. Tempik Narsih makin basah dan makin basah saja. Tanganku tak berhenti memutar-mutar ujung kelentitnya, “Paaaaaah, aaaaddduuuuh paaaaah, aaaakuuu nggaaaak taaaahaaaan paaaaah, aku .. aku …. hampir sampaaaiii paaaah … oooooooocchhhh paaaah …”. Pantat Narsih makin naik, tempiknya makin merekah, dan tiba-tiba tubuhnya bergetar, dan pantatnya jatuh ke jok dan lemas. Orgasmelah dia, “Aaaacchhhh … sssshhhhh .. hhehhhh … paaaah .. ooooooocchhhh ….”. Dan wajahnya kemudian direbahkan ke kedua pahaku dan pipinya ditempelkan ke kontolku yang masih ngaceng. Tanganku pun kulepaskan dari tempiknya. Kubiarkan Narsih terengah-engah lemas di pangkuanku. Kuelus-elus sayang rambutnya yang sebahu itu. Kupercepat laju mobilku.

Mendekati tujuan, aku merapikan baju dan celanaku, tetapi Narsih nggak sempat memasang kembali celana dalamnya, karena dia kelelahan dan agak tertidur di pangkuanku. Ah, biar saja, siapa sih yang tahu Narsih nggak pakai celana dalam, kecuali kalau dia menyingkapkan roknya.

Aku cukup lama di rumah dinas sejawatku tadi, ngobrol kesana-kemari, karena dia dulu adalah seniorku di fakultas kedokteran. Setelah keperluanku selesai, aku pamit pulang. Hari sudah sore, pukul empat.

Di tengah perjalanan pulang, jalan di tengah hutan makin sepi karena sudah senja. Birahiku timbul kembali melihat suasana senja yang indah di hutan yang sejuk itu. Aku mulai merangsang Narsih kembali dengan membuka kancing-kancing baju dinasnya (sejak mulai berangkat pulang Narsih sudah merebahkan jok depan, dia dalam posisi setengah berbaring sambil memejamkan mata, karena ngantuk). Narsih tersadar akibat gerakan tanganku yang mulai meraba-raba BH nya. “Hayo … mulai lagi … nakal ih”, katanya. Aku nggak peduli, kontolku mulai ngaceng lagi. Di tempat yang agak datar dan cukup aman, mobil kutepikan agak menjorok ke arah hutan. Kemudian dengan cepat celanaku kubuka. BH Narsih kusingkap ke atas, sehingga susunya menyembul dengan indahnya, langsung kuisap dengan lembut puting kanannya. Narsih mulai mendesah lagi, “Paaaah … aaaccchhh …”. Rok luar-dalam Narsih yang tak bercelana dalam kusingkap sama sekali ke atas sampai terlihat pusarnya, lidahku berpindah dari pentil susu ke paha Narsih, kujilati dan kugigit-gigit sampai Narsih sedikit menjerit, “Paaaah ….”. Selangkangannya kurenggangkan, pelan-pelan bibirku kuarahkan ke vaginanya yang sudah terpampang indah bagai bunga merekah di depan mataku. Birahiku makin memuncak. Kulumat habis-habisan liang tempik Narsih, sehingga dia makin mengerang setengah berteriak, “Aaaaduuuh paaaah … cepet paaah, main saja yuuuk … oooooch ….”. Aku tak menggubris erangannya, klitorisnya kusergap dengan lidahku dan kupilin-pilin, Narsih merespons gerakan lidahku dengan makin mengangkat pantatnya sambil terus mengerang. Sudah nggak tahan lagi, aku berpindah tempat dari jok kanan ke jok kiri dan menindih tubuh Narsih yang setengah bugil dan mengangkang itu. Celana dalamku langsung kupelorot tanpa kulepas, dan dibantu dengan tangan Narsih yang sudah nggak sabar, kontolku kumasukkan pelan-pelan ke tempiknya yang sudah licin tapi kenyal itu. “Aaaach paaah …. Papa sayang Narsih paaaah?” dia bertanya. “Mengapa kamu tanya itu … jelas sayang dong .. aaah eeenaaak Siiih …” aku menjawab sambil mendesis keenakan.

Kontolku kumaju mundurkan dengan teratur, tanpa peduli pada beberapa kendaraan yang melintas di jalan itu. Bibirku melumat bibir Narsih yang mendesah-desah dan tubuhnya terus menggeliat. Agar aku mudah bermanuver, jok kurebahkan dan kumundurkan posisinya maksimal ke belakang. Hebatnya, walau pun dalam posisi yang tak terlalu menguntungkan karena sempit, Narsih tetap bisa membuat gerakan yang lumayan. Kedua kakinya dilingkarkannya ke pinggangku sehingga kontolku bisa tandas membenam ke dasar vaginanya. Enak juga posisi ini, dan suasana di tepi hutan lumayan romantis. Asyik dan unik. Agar lebih nyaman, kancing-kancing baju atasku kucopot walau pun baju tidak kulepas, demikian pula kulepas kaitan belakang BH Narsih dan kemudian BH nya kucopot sama sekali, sehingga dada telanjang kami bisa bersentuhan langsung. Kedua tangan Narsih dilingkarkan erat ke punggungku melalui sela-sela bajuku. Kami betul-betul bersatu, menjadi satu tubuh, bersetubuh, walau pun tidak bugil total. Kunikmati persetubuhanku kali ini dengan rasa sayang. Kuciumi rambutnya, belakang telinganya yang membuat Narsih terhentak-hentak mengelinjangkan pantatnya sehingga kontolku makin terkenyot oleh tempiknya yang melebar maksimal. “Aku makin saaayaaaang kamu papaaa … aku nggak mau dipisahkan dari kamu paaah, aku cinta kamu paaaah … kamu enak paaaaah … aaaaaaacchhhhhhhh paaaah,” erangnya sambil memejamkan mata. Tangannya makin erat merangkulku. Punggungku dicengkeramnya kuat. Keringat mulai bercucuran dari dada tubuh kami. Dada kami makin licin, sehingga gesekan antara dadaku dengan kedua susu Narsih yang kenyal itu makin terasa enak dan merangsang.

Kontolku makin kupercepat gerakannya. Narsih makin menggelinjang dan dadanya dibusungkan sehingga kepalanya terkulai ke belakang. Posisi tubuhnya makin terlihat seksi. “Aaaayoooo paaaah, aaaakuuu hampir orgasme lagi paaaah ….. “. Lingkaran kakinya makin dipererat sehingga pinggangku terjepit kuat, kontolku makin terbenam dalam. Aku pun terangsang hebat, rasa geli sudah pula mulai menjalar di seluruh tubuhku dan berakhir di ujung kontol. “Aku juga mau keluuuaaaaaar Siiiiiih …. Ayo Siiih goyang pantatmu Siih, kocoook yang keras Siiih ….”. Narsih menggeliatkan pantatnya kesana kemari sambil kedua tangan dan kakinya makin menjepitku erat. Aku makin merasakan keindahan percintaan dan persetubuhanku dengan Narsih. Sebentar kemudian, Narsih berteriak hampir bersamaan dengan lenguhanku juga, “Oooooiiiich paaaah Narsih eeeeenaaaaak paaaaah …., saaaaampaaaai paaaah …..”. Aku merasakan cakaran kuku-kuku jari tangannya di punggungku. “Akuu juuugaaaa Siiiih, ayo Siiiih rapatkan dan tekan lagi Siiiiih, aaaarrgggggh ….. hhhhhhh …. Hhhhh …”, aku pun menyemprotkan spermaku kuat-kuat ke dalam vagina Narsih. “Semproooot keras-keras paaaah, aaakuuuu saaa … saaaaayaaaaang paaaapaaaaaaah …. Ooooooohh …”.

Keringat kami membasahi seluruh tubuh, dada kami yang bersatu seperti diberi pelumas oleh peluh kami berdua. Angin berdesir dari luar mobil masuk ke sela-sela ke empat jendela mobil yang sedikit kubuka agar terasa sejuk. Oh indahnya persetubuhanku kali ini di tengah hutan jati yang lebat di atas bukit.

Aku tidak segera melepas kontolku dari tempik Narsih. Tangan Narsih sudah terkulai ke pinggir jok, demikian pula kakinya sudah berselonjor ke lantai mobil sambil mengangkang lemas. Sekali-sekali kuelus rambut dan dahi kekasih gelapku ini. Sekali-sekali kuciumi bibir dan wajahnya yang berkeringat deras. Demikian pula buah dadanya yang licin mengkilat oleh peluh sekali-sekali kubelai dan kucium lembut. Narsih tersenyum manis. Dia tampak sangat puas memadu cinta denganku meski bukan di tempat yang wajar.

Setelah berkemas, kami pulang dengan pikiran yang nyaman. Sesampai di rumah istriku mau pun suami Narsih tak mencurigai apa saja yang telah kami perbuat hari itu.

Dari hari ke hari, menurut pandanganku, Narsih makin seksi, makin manis dan makin menggairahkan. Benar kata orang, bahwa biasanya seorang wanita yang sedang jatuh cinta akan lebih cantik dan ceria, Narsih pun begitu, saat itu dia ‘kan sedang jatuh cinta berat padaku. Aku pun makin sayang padanya, sampai-sampai aku sering ‘cemburu’ bila saat dibonceng motor suaminya kulihat dia melingkarkan tangan ke pinggang sang suami. Setelah kukatakan padanya bahwa aku ‘cemburu’ melihat pemandangan seperti itu, maka dia tak lagi pernah melingkarkan tangan ke pinggang suaminya bila melewati depan rumahku. Lucu juga jadinya. Rupanya dia lebih mencintaiku daripada suaminya. Buktinya, Narsih selalu menuruti setiap keinginanku, termasuk menghentikan kebiasaannya mandi bareng dengan suaminya, karena aku tidak suka itu.

Aku tidak pernah ingin merusak rumahtangganya (hubunganku dengan suaminya sangat baik, kami biasa saling membantu pada saat-saat diperlukan), sebab aku pun tidak ingin rumahtanggaku rusak gara-gara perselingkuhanku dengan Narsih. Sebesar apa pun cintaku pada Narsih, aku masih tetap mencintai istri, anak, dan keluargaku. Bagiku cinta sebetulnya bisa dibagi, dengan kualitas yang sama penuhnya. Aku tetap ingin keluargaku utuh, sementara aku tetap bisa menyetubuhi kekasihku Narsih kapan saja aku ingin.

Di samping itu, perselingkuhan antara aku sebagai pimpinan puskesmas dengan Narsih yang perawat bawahanku tidak boleh mengganggu pekerjaan kantor yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan masyarakat. Kalau pun kami ‘terpaksa’ harus meninggalkan kantor untuk melampiaskan hasrat seksual di tempat lain pada saat jam kantor, terlebih dulu kupastikan bahwa ada petugas pengganti yang standby sehingga pelayanan tidak terganggu. Biasanya aku meninggalkan kantor pada jam-jam saat pasien sudah sedikit, atau pada hari-hari aku sedang tidak ada kegiatan ke lapangan. Semua kegiatanku termasuk bercinta dengan Narsih selalu kurencanakan rapi jauh sebelumnya (paling cepat 4-5 hari sebelumnya), sehingga semuanya beres. Pekerjaan beres, percintaan beres, dan, yang penting, tidak seorang pun mencurigai hubungan gelap kami.

Untuk komunikasi, kami masing-masing kebetulan memiliki HT (handy talky) 2 meteran ORARI (waktu itu belum ada telepon di daerahku, apalagi handphone), sehingga kapan pun aku bisa menghubunginya dengan mudah.

Suatu saat Narsih harus mengikuti pelatihan keperawatan berkelanjutan di kota Mg yang sangat jauh dari rumah selama satu bulan. Bisa dibayangkan bagaimana kangenku padanya (saya kira Narsih juga mempunyai perasaan yang sama). Memang sih, dia setiap Sabtu sore pulang ke rumah dan Minggu sore balik ke Mg. Tapi saat dia pulang jelas tidak mungkin kugunakan untuk bertemu memadu cinta. Kesempatan kami bertemu selama ini hanya pada hari kerja. Tapi aku tak kurang akal. Ketika kebetulan istriku punya rencana mengantar anakku ke neneknya yang ada di kota J selama seminggu pada minggu depan, aku membuat janji dengan Narsih yang ada di Mg melalui telekomunikasi radio (HT), agar bilang pada suami untuk tidak pulang pada Sabtu-Minggu depan dengan dalih ada acara di pelatihan itu. Nah, pada saat itu aku bikin janji untuk menjemputnya di suatu tempat untuk kuajak menginap semalam di P, kota kecil di pegunungan yang sejuk. Dia setuju dengan rencana itu.

Tepat pada hari perjanjian itu, istriku sudah tiga hari di J dan baru pulang empat hari lagi, sore hari aku meluncur ke tempat rendezvous dan menunggu Narsih datang dengan bus dari Mg. Sekitar dua jam aku menunggu, benarlah Narsih datang dengan celana jin dan t-shirt ketat yang menambah keseksian dan kemanisannya. Ternyata tak salah aku mempunyai kekasih Narsih yang bisa dipamerkan (Tapi akan dipamerkan kepada siapa? Narsih pun bukan milikku.). Selama ini, terlihat jelas banyak lelaki yang memandang Narsih dengan kagum (mungkin sambil menelan ludah), terutama kalau dia sedang tak berseragam dinas hansip. Narsih berpenampilan cukup modis dan serasi dalam berpakaian, ditunjang pula oleh bentuk tubuh dan wajah yang menarik. Walau pun Narsih tinggal di desa kecamatan, dia tak kalah dengan ‘wanita kota’, juga tak kalah dengan istriku yang lumayan cantik. Bedanya Narsih hitam manis, istriku kuning ayu. Tapi Narsih mempunyai kelebihan, yaitu lebih seksi dan jauh lebih panas (tentu, lebih memuaskan) di tempat tidur. Soal intelejensia kukira Narsih tidak kalah dengan istriku (tampak dari cara mengemukakan pendapat dan apa isi pendapatnya), kekurangannya dibandingkan istriku tentu saja adalah tingkat pendidikannya.

Narsih langsung masuk ke mobil, dan kami segera meluncur ke P yang sejuk. Di jalan, tak henti-hentinya Narsih menyandarkan kepalanya di bahuku dan sekali-sekali mencium pipi dan telinga kiriku dengan mesra. “Aku kangen pa, kita lama ya nggak ketemu, dua minggu lebih. Di Mg aku selalu memimpikan kamu pa. Anehnya Narsih sama sekali nggak pernah kangen pada Bakdi suamiku, apalagi mimpi dia.”, katanya. “Kalau begitu, sama dong kangennya”, ujarku senang.

Nakalnya, Narsih kadang-kadang secara tiba-tiba menyentuh dan meremas kontolku ketika aku lagi konsentrasi nyetir di jalan yang berkelok-kelok itu sampai aku terkaget-kaget.

Menjelang magrib, kami sampai di P dan kami mulai mencari-cari villa yang bisa disewa. Akhirnya ketemu sebuah villa yang cukup besar dan berpemandangan indah di sekitarnya, dengan harga sewa yang tak terlalu mahal. Halamannya cukup luas dengan garasi terpisah dari rumah cukup untuk dua mobil. Villa itu mempunyai 3 kamar tidur, salah satunya adalah kamar tidur utama dengan ukuran cukup luas 7 x 5 meter dengan kamar mandi dalam yang mempunyai bath tub dan shower dengan air panas-dingin. Di dalam kamar tidur utama terdapat lemari besar memanjang dengan cermin sepanjang salah satu dinding sejajar dengan sebuah ranjang besar. Dapur kering, ruang makan dan ruang tamu tidak dipisahkan oleh sekat apa pun. Pokoknya villa dengan kondisi yang lebih dari cukup untuk memadu cinta bersama kekasih sehari semalam.

Petang itu penjaga villa (suami-istri menjaga rumah itu di kamar belakang yang terpisah dengan rumah induk) kuminta membelikan makan malam dan makanan kecil, agar malam itu kami tak terganggu oleh tetek-bengek apa pun, sebab aku merencanakan menghabiskan akhir pekan ini dengan kenangan indah yang dahsyat tak terlupakan.

Saat magrib tiba, setelah mandi, Di petang yang dingin itu kami mulai bercengkerama bebas, saling memeluk, mencium dan menggoda di kamar. Lama-lama aku mulai tak tahan, karena sudah beberapa minggu tak ketemu, aku cepat beranjak panas. Di depan cermin rias, Narsih yang berdaster motif kembang dengan tali penutup dada di depan tanpa celana dalam dan tanpa BH dengan ganas sambil berdiri mulai kupeluk dari depan. Bibirnya kulumat dengan nafsu yang berkobar, Narsih pun membalas tak kalah panasnya. Sambil memilin lidahku, celana kolorku dipelorotnya cepat, dan mengacunglah kontolku dengan gagahnya, sebab aku tak memakai celana dalam. Aku pun melolosi tali depan daster Narsih, dan tersibaklah buah dadanya yang memungkal indah itu. Kedua pentil susunya segera kuserbu dengan jilatan lidahku, seluruh pentil dengan areolanya kukenyot dengan kuluman lidahku tanpa ampun. Narsih mengimbanginya dengan mengelus kontolku dengan pijatan-pijatan halus. Tubuh Narsih pun mulai menggelinjang tak teratur, sambil menggumam, “Aku kangeeen paaah …. “. Nafsuku memuncak tatkala mendengar gumamannya itu. Narsih kududukkan ke atas meja rias membelakangi cermin. Bagian bawah dasternya kusingkap jauh ke atas sampai kelihatan jembutnya yang tipis, dan pahanya kurenggangkan selebar mungkin dan perutku yang sudah telanjang kutaruh di sela-sela selangkangannya. Tangan kananku mulai mengelus jembut dan turun ke bawah ke lipatan selangkangan sampai menemukan liang yang mulai licin berlendir, jariku pun mengelus dan mengorek apa saja yang ada di sana. Narsih merintih cukup keras, “Paaaah, lama nggak begini ya paaaah …, ooooccchh … aaaargghhhh ….”. T-shirtku yang masih kupakai dilepasnya, lalu dadaku yang sudah telanjang dengan rakusnya diciumi oleh Narsih. Aku yang gantian menggelinjang kegelian enak. “Aduuuh Siiiih …, kamu pinter merangsang Siiih ..”. Tak kalah dengannya, dasternya pun kulepas melalui kepalanya, sehingga sekarang kami berdua telanjang bulat. Pemandangan itu makin menaikkan birahi berlipat-kali karena kami bercumbu persis di depan cermin rias, sehingga seperti nonton blue-film. Rupanya Narsih sudah tak tahan lagi sehingga, tanpa permisi kontolku yang persis berada di depan vaginanya segera dimasukkannya ke liangnya. Aku yang juga tak sabar karena sudah begitu kangen dengan tempiknya, setuju saja. Dengan masih duduk di atas meja rias, Narsih sambil bertelekan dengan satu tangan di atas meja, tangan satunya menarik pantatku ke tubuhnya, sehingga cepat terbenamlah kontolku dalam-dalam ke tempiknya yang memang sejak tadi sudah siap. “Aaaachhh paaaaah … eeenaaaak …. Goyang paaah …. Aku kangeeen … ayo paaaah …”. Narsih memang tak pernah menyembunyikan ekspresinya ketika bersetubuh. Dia ucapkan semua yang dirasakannya secara lepas-bebas. Itulah yang membuatku makin lengket padanya. Sekarang kedua tangannya disandarkan pada meja, dadanya membusung dengan kepala agak terkulai ke belakang, betul-betul pemandangan yang indah dan begitu seksi. Kocokan kontolku kukontrol ritmenya, mundur sampai hampir terlepas, dan cepat kumasukkan lagi dalam-dalam, begitu di dalam kuputar dengan pangkal pubis kugeserkan ke klitorisnya. Begitu berkali-kali. Kurasakan enaknya gerakan ini, Narsih pun merasakan hal yang sama, dia makin mengerang dan merespons dengan memutar pinggulnya sambil menjepit pantatku dengan kedua kakinya. Keenakan, lebih-lebih dengan adanya tambahan rangsangan bayangan di cermin, aku menjadi mendengus, “Narsiiih … kamu enaaak Narsiiih …. Kita bikin anak di sini ya Siiih …. Ssshhh …”. “Iya paaah … aaaachhhh …. Teeeruuuus … teeeruus paaaah … “.

Merasa mau orgasme, kuhentikan gerakanku, sebab aku nggak mau mendahului Narsih yang belum sampai (aku kasihan pada Narsih kalau aku duluan selesai). Narsih kuminta turun dari meja, kontol kucabut, dan Narsih kuminta berbalik menghadap cermin. Pemandangan menjadi makin indah. Kurenggangkan selangkangannya sambil sedikit membungkuk, dan kumasukkan kontolku dari belakang. Narsih agak malu melihat dirinya di cermin dalam keadaan bugil disetubuhi seperti itu. Wajahnya yang malu-malu dengan keadaan polos seperti itu makin manis dan meningkatkan birahiku, apalagi melihat kedua susunya yang berukuran tak begitu besar itu menggantung bagus. Setelah kontolku masuk, tubuhnya agak kutegakkan, kedua tanganku kubawa ke depan dan kedua susunya kuraba dan sedikit kuremas, lehernya kujilat dari belakang, sehingga Narsih melenguh kembali, “Aaaduuuh paaaah … kamu pintaaar paaah … aaku … aakuu … eeenaaak paah ..”. Tangan kiriku kuturunkan ke bawah mengocok kelentitnya, bersamaan dengan kocokan kontolku di vaginanya. Perlakuan itu kupertahankan beberapa lama sampai Narsih betul-betul nggak tahan, geliatannya menjadi tak teratur, dan teriakannya (betul-betul teriak!) makin keras, “Aaarrgghhhh paaaah, akuuu maaauu saaampaaai paaaah, ayo teeruuss ….”, ibu jariku yang ada di dadanya dibawanya ke mulut dan diempotnya. Pemandangan di cermin makin asyik. Akhirnya, aku nggak tahan, “Aaayoo Siiih, aku keluuuaaar Siiih …” “Aakuu juugaaa paaaah … aaaccch oooooocccchhh …… hhh … hhhh …. Papa saaayaaaang …. Oooocchhh … “, desahnya juga. Air maniku menyemprot beberapa kali, diterima dengan denyutan otot vagina Narsih yang nikmat. Tubuhku dan tubuh Narsih sama-sama berkelojotan di depan cermin. Wajahnya kutolehkan agak ke samping dan kucium mesra bibirnya … lama sekali …

Merasa capek, Narsih kubawa berbaring ke tempat tidur, kuambil selimut dan kututupkan pada kedua tubuh kami, lalu kupeluk dia berhadapan sambil kucium. Dia akhirnya tertidur dalam dekapanku.

Rupanya aku ikut tertidur. Begitu terbangun, kulihat jam di dinding menunjukkan pukul sembilan malam lebih. Lumayan lama aku tertidur. Narsih kulihat masih pulas, suara napasnya halus dengan ritme yang teratur. Capek sekali rupanya dia setelah mengalami perjalanan jauh dari Mg. Kucium pipinya dan kuelus rambutnya dengan rasa sayang. Wajahnya tetap manis.

Aku pipis dan membersihkan diri ke kamar mandi, dan ketika kulihat meja makan, di sana sudah tertata rapi makanan malam (pasti ditata oleh pak atau bu penjaga villa). Pikirku, “Jangan-jangan penjaga villa mendengar ‘keramaian’ di kamar tadi. Ah, biarin.”. Aku menyeduh kopi dan secangkir teh manis hangat untuk Narsih. Tiba-tiba Narsih sudah ada di belakangku dengan berdaster. Kuajak dia makan bersama, karena perut kami sudah lapar.

Setelah makan malam, kami duduk-duduk di sofa kamar tamu sambil berangkulan, kepala Narsih di sandarkan ke bahuku. Inilah pengalaman pertama kami bisa menikmati suasana sesantai ini.

Malam itu pula aku mendengar segala problema Narsih yang menyangkut kehidupan keluarganya. Ayah Narsih ternyata sudah beberapa lama, sejak Narsih di SMP, meninggalkan keluarganya tanpa kabar berita, sehingga Narsih dan adik-adiknya (Narsih adalah sulung) kurang mendapatkan kasih sayang seorang ayah.

Katanya, dari diriku, selain mendapatkan kepuasan seks, dia telah mendapatkan kasih sayang penuh, yang selama ini didambakannya. Selain itu, aku dinilainya sebagai lelaki sejati yang bisa memperlakukan wanita dengan baik. Sikapku halus, galant dan menghormati wanita. Dia selama ini juga memperhatikan bagaimana sikapku terhadap wanita-wanita lain, seperti terhadap istriku, teman kantor, tetangga, atau pasien.

Kepribadian dan perilaku suaminya, Bakdi, dinilai sangat jauh tak sebanding denganku. Bakdi kekanak-kanakan, dan sangat tergantung pada orangtuanya. Narsih mengaku pernah mendapatkan perlakuan seksual secara semena-mena dari suaminya. Misalnya, beberapa kali Bakdi, ketika sedang berhubungan seksual, memaksa memasukkan seluruh kepalan tangannya yang besar ke dalam vagina Narsih. Aneh. Hal itu sangat menyakitkan baik secara fisik maupun mental, yaitu melecehkan harga dirinya sebagai wanita. Narsih merasa diperlakukan seperti pelacur oleh suaminya sendiri. Perlakuan-perlakuan semacam itu sudah dialami Narsih sejak beberapa bulan setelah menikah. Namun, karena baktinya pada sang suami, Narsih tidak banyak memprotes, dia hanya menangis saja. Dia sudah pernah menceritakan keadaannya kepada ibunya, tetapi ibunya meminta Narsih untuk tetap sabar. Demikian pula soal kehamilannya yang tak kunjung tiba, padahal dia sudah kawin lebih dari dua tahun.

Ketika Narsih menceritakan semuanya itu, tak terasa air matanya meleleh, dan akhirnya tersedu. “Aku kepingin mempunyai suami seperti papa Wawan. Istrimu sangat beruntung ya pa, mendapatkan suami seperti kamu. Tapi, aku nggak mau mengganggu kehidupan rumahtangga papa. Aku hanya ingin ikut merasakan kasih sayang papa yang tulus padaku. Tak lebih.”, katanya. “Jujur aku katakan, Narsih juga selalu ingin berhubungan seks yang nikmat. Aku nggak pernah mendapatkan kepuasan sejati dari suamiku yang kasar itu. Mungkin aku hiperseks karena aku nggak pernah merasa puas. Terus terang, dulu sebelum ketemu papa Wawan, aku sering mempermainkan kemaluanku sendiri untuk mendapatkan kepuasan. Itu pun nggak selalu berhasil. Jadi pa, aku sangat berterima kasih padamu, karena setiap berhubungan dengan papa aku selalu bisa orgasme. Terima kasih pa”, katanya lagi sambil mengusap air matanya dan merebahkan diri ke pangkuanku. Sambil menghapus air matanya dengan tangan dan jilatan lidahku, aku menjawab: “Narsih, kamu jangan memujiku berlebihan. Rumput di halaman tetangga selalu kelihatan lebih hijau.”

“Ah, nggak juga pa. Aku sudah pernah berpacaran dengan orang lain, dengan teman sekolah ketika di sekolah perawat dulu, atau dengan mas Totok tetangga di depan rumah itu. Semuanya nggak ada yang punya sikap seperti papa. Juga, maaf, aku mau terus terang lagi, aku sudah pernah main seks ketika berpacaran dengan mas Totok beberapa kali, tapi toh aku belum pernah merasa puas seperti yang kualami dengan papa.”, jawabnya. Aduh, senangnya bukan main aku mendengar kata-kata Narsih seperti itu.

Rambut Narsih kuelus dengan lembut. Narsih masih berbaring dipangkuanku di sofa. Malam makin larut dan dingin. Birahiku timbul kembali. Dengan perlahan kuelus susu Narsih dibalik daster yang tak berBH itu. Narsih pun menggeliat. Dadanya diangkat dan bibirnya direkahkan ingin kucium. Tak ayal kusambut bibirnya yang basah itu, dan kulumat dengan penuh nafsu birahi. Tali dasternya kembali kubuka dan susunya kuremas-remas. Tanganku yang lain menyusur kakinya ke atas dan ketika sampai di lipatan vaginanya, jariku kuelus kedalam liangnya yang sudah kembali basah dan licin. Sebaliknya Narsih mulai mencari kontolku dibalik celana kolor yang kupakai. Tangannya dimasukkan ke balik kolor itu, dan kontolku mulai dipermainkannya dengan trampil. Aku tak tahan, lehernya kucium. Narsih mengerang lagi seperti biasanya, “Aaaachhhh paaaaah … eeecch ..ssh …”. Mendengar itu aku makin panas, seluruh lehernya kujilat, dan kuberi cupang merah di bagian kiri lehernya. Aku berani memberi cupang, karena toh selama seminggu ini Narsih pasti nggak akan ketemu suaminya.

Narsih menarik kontolku keluar dari kolor, kemudian diciumnya kontolku dan dijilat-jilat setengah dikulum. Kenikmatan mulai terasa. Narsih mulai pintar mengulum kontol. Aku segera berputar mengarahkan mulutku ke vagina Narsih dan sambil kontol masih tetap dikulumnya. Tanpa melepas dasternya lidahku kujulurkan ke tempik Narsih, dan kuisap liangnya yang berlendir itu. Narsih melepas isapan pada kontolku mengerang, “Paaaah, aaaarrrgghhh paaah … eeenaaaak paaaah ….”. Tak kupedulikan erangannya, kucari kelentitnya dan kuisap pula, sambil satu jariku kumasukkan ke vaginanya untuk mengorek dinding dalam depannya. Narsih menggeliat tak teratur dan makin menjerit, “Paaah … sudaaaah paaaah … aku nggaaaak kuuuaaaat …. Suuudaaaah …”. Rupanya dia terangsang hebat. Aku masih tak peduli. Korekan jariku kuteruskan ritmis, dan mulutku berpindah ke paha dalamnya, kujilat-jilat menyusuri sepanjang paha ke atas bawah dan sedikit kugigit kecil. Gelinjang Narsih makin menghebat, kontolku sudah dilepas, dan tangannya meremas kuat kain pinggiran sofa, “Aaach paaa, aaaayooo paaah… masukkan saja, aku nggak tahaaan … paaaah …”.

Kasihan juga mendengar erangannya itu, kuputar tubuhku sambil melepas t-shirt dan kolorku (terasa sekali dinginnya hawa pegunungan), Narsih pun membuang dasternya. Di sofa itu pula kulebarkan paha Narsih, kumasukkan kontolku tanpa ampun ke tempiknya. Narsih mendesah kenikmatan, juga aku, “Ssshhhhh, Narsiiiih …”.

“Paaaah … aku jangan ditinggal ya paaaah … papah masih sayang Narsih paaaaah? …. Oooooccchhhh iiiichh …”, desah Narsih sambil pantatnya diangkat sehingga kontolku makin tandas masuk ke dalam tempiknya yang sempit enak itu. “Yaa Siiiih, aakuu … aakuu maakiin sayaaang kamuu … kamu eeenaaaak … “. “Paaapaaah ….”.

Aku yakin erangan Narsih terdengar di luar karena begitu kerasnya tak terkendali.

Posisiku sedikit kuubah, aku agak duduk dengan satu kaki kutaruh di lantai dan kaki lain kutekuk lutunya, pantat Narsih sedikit kuangkat dan kutahan dengan tangan. Gerakan kontol kukontrol penuh dengan memaju-mundurkannya dibantu tanganku yang memaju-mundurkan pantat Narsih. Aku bisa melihat masuk-keluarnya kontolku di tempik Narsih. Karena sempitnya tempik Narsih, maka ketika setiap kontolku kutarik keluar, bibir depan vagina Narsih ikut tertarik keluar. Begitu seterusnya. Pemandangan asyik itu jelas makin menaikkan birahiku ke ubun-ubun. Narsih makin terengah-engah. Jeritannya makin menjadi-jadi, “Oooooiiichhh paaaah, ayo cepet paaah, goyang cepeeet paaaah ….”. Tangan Narsih makin mencengkeram kuat pinggiran sofa menahan birahi. Tangan kiri kupakai meremas susunya yang bergoyang-goyang indah. Narsih menggeliat dan merintih, mulutnya terus mendesis dan matanya terpejam. Kepalanya mulai bergoyang juga. Aku kembali merebahkan dadaku padanya, dan kuhangatkan tubuhnya, kedua tangannya sekarang mencengkeram punggungku, tanganku ikut melingkari punggungnya. Kontolku terus kukocok sambil kugeserkan pangkalnya ke kelentit yang terasa menegang. Keringat kami mulai bercucuran, sehingga melicinkan gesekan kulit dari dada sampai ke pubis. “Aaadduuuuh paaaah, kamuu … eeeenaaak …. Paaaah …”. “Kamu juga Siiiiih …”.

“Aaaayooo paaaah bikinkan anak paaaaah ….. aaakuuu pingin anaaaak paaaah …”. “He’eeh Siiih … kubikinkan anak Siiih …”.

Narsih memindahkan tangannya dari punggungku, ganti dia pegang kedua paha belakangnya dengan kedua lutut ditekuk, sehingga selangkangannya terbuka lebar-lebar. Dia rupanya sudah begitu enak menikmati permainan itu. Tempiknya terus digoyang-goyang. “Paaaah …. Aaakuuu eeenaaakk sekali …. Teruuuus paaaah …. gooooyaaang Narsih teeeruuuus paaaah … ooooccchh … Yaaa … aaampuuuuuun …. oooooooocchhhh …. ”

Tapi, kali ini kontolku agak tahan, belum ada tanda-tanda orgasme. Masih di sofa, posisi Narsih kubalik, dia di atas aku di bawah. Dengan tertelungkup, kedua paha Narsih kulebarkan, dengan satu kakinya menyentuh lantai. Dengan lutut sedikit kutekuk aku masih sanggup mengontrol gerakan. Dengan posisi itu rupanya Narsih lebih enak. Buktinya gerakan kocokan vaginanya makin cepat, aku pun menaik-turunkan kontolku sambil kedua tanganku memaju-mundurkan pantat Narsih. Narsih makin cepat saja bergoyang, “Aaaaaah paaaah … akuuu muuuulaaaai saaaampaaaai lagiiii paaaah …. “. “Teruskaaaan Siiiih, akuu juga enaaak …. , desisku yang memang merasa enak juga.

“Aaaayoooo paaaah … paaah aaaakuuuu saaaampaaaai paaaah ….”, betul-betul Narsih sudah sampai secepat itu setelah posisinya di atas. Dia menggeliat dan merebahkan seluruh tubuhnya yang berkeringat banyak ke tubuhku, padahal udara sedingin ini. Sayang, aku belum orgasme. “Aaaduuuh paaaaah, aku sampai duluan, padahal papa belum apa-apa. Nggak apa-apa ya pah …?” “Nggak apa-apa Sih, nanti juga kamu bakal kugarap habis-habisan supaya aku bisa orgasme habis-habisan juga”. “Ih, papa jahat …”, katanya tetap di atas tubuhku sambil mencubit pantatku, lalu dia mencium bibirku lembut.

Agar tak kedinginan, kuajak Narsih masuk kamar. Dan kami kembali berselimut sambil tetap bugil berpelukan berhadapan, sekali-sekali berciuman mesra. Tidurlah sayangku, tidurlah …

Kami tertidur sampai pagi.

Agar dingin tak terlalu menyengat, semua lampu kamar, yang tadi malam hampir semua kumatikan, kali ini kunyalakan sehingga suasana terang benderang.

Dari kamar mandi kami berpelukan rapat lagi, masih bertelanjang bulat di bawah selimut. Hawa dingin menerobos masuk ke dalam kamar. Hawa seperti ini, ditambah dengan pergesekan tubuh kami yang telanjang, membuat nafsu birahi kembali menggelegak, apalagi pada permainan kedua tadi malam aku belum orgasme, sehingga aku berhasrat melampiaskan ‘dendam’ di subuh yang sangat dingin ini.

Aku mulai menciumi bibir Narsih sambil menggeser-geserkan dada kami yang telanjang, selangkangan kami saling bergesekan, kontolku langsung bersentuhan dengan bibir vaginanya, sehingga kontolku terbangun kembali dengan sempurna. Narsih juga sudah terangsang, lidahnya mulai mencari langit-langit mulutku. Tanpa sadar selimut kami sudah terjatuh sehingga tubuh-tubuh bugil kami tak tertutup apa-apa lagi. Ketika kulihat cermin besar di sepanjang lemari dinding, makin menggelegaklah nafsuku, melihat tubuh-tubuh bugil kami yang saling berpelukan tertampang jelas di cermin itu. Narsih melihat itu agak tersipu, tapi rupanya dia juga makin terangsang, buktinya, lipatan selangkangannya makin digesekkan pada selangkanganku yang kontolnya sudah ngaceng.

Aku menindihnya kembali sambil terus menggesekkan bagian tubuh kami, rasanya enak, apalagi udara begitu dingin. Narsih sudah mengangkangkan pahanya lebar-lebar. Aku gesekkan terus kontolku ke permukaan bibir tempiknya. Cukup lama. Narsih sudah merintih. “Paaah …. Masukkan saja paaah ….”. Tanpa kulakukan manipulasi lagi pada susu, tempik dan kelentit, birahi Narsih sudah sampai di puncak. Udara dingin itulah rupanya yang menyebabkannya.

Segera saja kumasukkan kontolku pelan-pelan ke dalam tempiknya yang sudah basah (betul juga, Narsih sudah terangsang berat). Dan agar agak sensasional, aku bergeser sambil memegangi pantat Narsih agar kontolku tak terlepas dari vaginanya, lalu kusandarkan punggungku pada pinggir bagian kepala tempat tidur sedikit terduduk, kakiku kuselonjorkan, sehingga Narsih duduk di pangkuanku dengan kontolku terbenam pada tempiknya. Narsih kuminta bergerak maju-mundur yang kubantu dengan gerakan tanganku pada pantatnya. Sementara mulutku menjilati kedua puting susunya yang persis ada di depan wajahku. Narsih, lagi-lagi mulai mendesis, “Ooooooh paaaah …. Aaaaduuuh ….. “. Sementara kami bergoyang maju-mundur, kulirik cermin besar di lemari dinding. Aduh, menggairahkan sekali. Kira-kira kalau adegan ini difilmkan, rasanya akan laku keras, sebab si wanitanya manis dan begitu seksi dengan tubuh yang merangsang nafsu lelaki mana pun. Gerakannya pun pasti membuat siapa pun akan tidak tahan lama untuk segera ejakulasi.

“Narsih, lihat itu di cermin, kamu seksi banget …”, kataku. Narsih melihat cermin, dan tanpa kuduga, dia melenguh dan mempercepat gerakan maju-mundurnya yang disertai gerakan memutar permukaan pubis atasnya agar kelentitnya langsung bergesekan dengan pangkal kontolku, tangannya makin erat merangkul leherku, “Aaaaaah paaaah … aaaaah …. Iiiichhh paaaah …”. Mungkin akibat melihat bayangan menggairahkan di cermin itu, Narsih tambah bernafsu. Aku ikut memutar pinggulku sehingga pangkal kontolku bisa bergesekan langsung dengan permukaan kemaluan Narsih bagian atas. Aku merasakan betapa nikmatnya posisi ini. Tanpa sadar aku telah mencupang beberapa tempat di sekitar pentil susu Narsih, baik susu kanan mau pun kiri. Biarin, pikirku. Beberapa cupang merah-biru di tubuh Narsih makin membuat nafsuku meninggi. Tambah seksi dan hot.

“Aaah, Narsiiiih …. Kamu hebat!”.

“Papah yang hebat … ooooooh paaaah …..”, erang Narsih.

Posisi ini tak bertahan terlalu lama, karena membutuhkan enersi yang cukup besar. Narsih kubaringkan kembali miring membelakangiku menghadap cermin lemari dinding. Lalu, selangkangannya kurenggangkan lebar, dan kontolku kumasukkan dari belakang. Bayangan di cermin makin membuatku bernafsu, sebab dari cermin itu kami bisa melihat keluar masuknya kontolku ke tempik Narsih. Tanganku yang bebas kupakai untuk meraba dan menggesek-gesek kelentit Narsih, sedang mulutku melumat leher samping dan telinganya. Merasakan perlakuan yang makin merangsangnya itu, Narsih tanpa sungkan berteriak keras di pagi subuh itu, “Oooooiiihhhhh paaaaah, aaaakuuuu eeeenaaaak paaaaaaaaaah …… paaaaah eeenaaaak ….. masukkan semuaaanyaa paaaaah …. seeemuuuaaaaa …”.

“Siiiih … aakuuu cinta kamuuu Siiiih …. Hhhh hhhhhhehhh …”, bibirku mendesis keenakan.

“Iiiyaaaa paaaah …. Aaaakuuuu ciiintaaaa paaaapaaah … akuuuu cintaaa … oooooochhhh … paaah”.

Dari leher, lidahku turun ke punggung, kujilati dan kugigit yang bisa kugigit. Punggungnya menjadi merah-merah juga. Kali ini hampir seluruh bagian tubuh Narsih terlukis bekas gigitan dan cupangku merah-biru. Di leher ada cupang di bagian depan dan samping , di daerah susu kanan dan kiri, di pangkal paha bagian dalam, di punggung atas dan tengah. Saya nggak tahu bagaimana nanti Narsih menyembunyikan cupang yang ada di lehernya dari penglihatan teman-teman sepelatihannya di Mg.

“Paaaah, aaaakuuuu saaaampaaaai laagiii … paaaaah …. Ooooooh … aaaah … paapaaaah …”, tiba-tiba dia mendesah keras sambil menggelinjang meregang. Lemas. Oh, Narsih sudah orgasme duluan, padahal rasanya aku hampir juga.

Aku tidak mau kehilangan momentum lagi untuk orgasme, aku ingin secepatnya orgasme juga. Maka, tak peduli Narsih sudah lemas karena orgasmenya, dia kuangkat dan kubaringkan telentang ke atas tubuhku dalam posisi membelakangiku. Kontolku yang masih tegang tetap menerobos tempiknya dari belakang. Narsih yang sudah lemas itu kukocok tempiknya dengan kontolku yang makin liar. Aku lihat bayangan di cermin, makin asyik adegan itu, terlihat betapa indahnya tubuh Narsih di atas tubuhku telentang sambil susunya kuremas dari belakang dan kontolku masuk maju-mundur dari belakang, kepala Narsih terkulai ke belakang dengan jari-jari meremas seprei kasur, sambil mulutnya kulumat dengan mulutku dari samping. Ah, menggairahkan sekali …

Narsih hanya bisa bergumam lirih, “Hhhhhehhh hhhh sssshh …. Paaaah … paaaah … aku nggaaak kuuuaaaat paaaah ….”. Kurasakan tempiknya berdenyut-denyut, sehingga kontolku pun merasakan enaknya dipijat-pijat.

Remasan tangannya pada seprei makin menguat, sampai seprei itu tertarik. Dalam hatiku, apakah Narsih mulai bernafsu kembali?

Ternyata benar, pantatnya digerakkan maju-mundur sehingga kontolku seperti diperas-peras, “Oooooh eeenaaaak Siiiih …. Betul begitu Siiiih ….”. Narsih makin bergoyang tidak hanya maju mundur, juga berputar-putar. Sementara kontolku bergerak dari belakang, tanganku mengucek klitorisnya lagi dari depan. Terus kuucek. Narsih menggelinjang kembali dengan kerasnya, seprei makin tertarik. “Ooooooh paaaah … kamu jaaahaaaat paaaah …. Eeeenaaaak paaaah …. Oooooh ….”.

Aku sudah mulai tak tahan. Rasa geli sudah melanda sekujur tubuhku. Akhirnya aku mendesah keras ketika air maniku memuncrat ke dalam tempik Narsih, “Naaaaarsiiiiih … aakuuuu keluuuaaaar ….. hhhheh hhhhh ….”. Narsih juga ikutan meregang dan mendesah, “Paaaah …. Aaaakuuuu juuugaaaa …. Oooooooohhhhh …. Terima kasih paaaah ….”.

Kedua tubuh kami melemas tak bertenaga lagi. Kontolku lepas dengan sendirinya dari tempik Narsih, sementara masih memuncratkan spermanya di luar sehingga membasahi jembut dan paha Narsih, juga meleleh di seprei.

Segera Narsih kubaringkan ke sampingku dan kupeluk lagi erat-erat sambil kuciumi dahi, pipi dan bibirnya dengan rasa sayang yang tak terhingga. Semalaman ini aku telah merasakan kenikmatan yang tak ada taranya.

Hari sudah mulai terang …

Sepagian kami bercengkerama dan bercumbu sambil menikmati pemandangan alam sekitar lewat jendela kamar yang kubuka lebar-lebar. Beberapa kali di hari itu kami bergelut memadu cinta sepuasnya. Dan siangnya, setelah matahari mulai turun, Narsih dengan berat hati kuantar ke terminal bus kembali ke Mg.

Sejak tahun ketiga masa dinasku di puskesmas itu, aku tinggal sendirian di rumah dinas, keluargaku (istri dan anak) tinggal di rumah yang kami beli di S, agar istri tidak kecapekan pulang pergi ke kantornya yang berada di S. Sebelumnya, anakku lebih banyak dibawa neneknya yang tinggal di J. Selama sisa masa dinasku itu, aku jadikan Narsih sebagai pengganti istriku.

Selama ini perselingkuhanku aman-aman saja, meski ada staf priaku yang agak-agak curiga, karena dia hampir memergokiku menggeluti Narsih di kamar tidur rumahku pagi hari sebelum jam kantor buka.

Di pagi hari itu, seperti biasanya, ketika suami Narsih sudah pergi ke pabrik, pembantuku belum datang (biasanya pukul 7), seperti hari-hari sebelumnya Narsih ke rumahku menemuiku untuk meminta ‘jatah sperma pagi’, tetapi agar tidak mencurigakan dia membawa makanan untuk sarapan buat, sebab pembantu rumahtangganya memang diminta istriku untuk menyediakan sarapan pagi buatku setiap hari. Biasanya dia datang ke rumah sudah memakai baju dinas melalui pintu belakang.

Pagi itu, begitu datang langsung kuajak masuk ke kamar tidur (ada dua tempat yang biasa kami pakai ngeseks, yaitu kamar tidur atau kamar periksa). Kedua pintu rumah, belakang dan depan, tak pernah kututup kalau Narsih ke rumah, agar tidak membawa kecurigaan orang lain.

Untuk kegiatan ’seks harian’ seperti ini kami tak banyak melakukan foreplay, sebab waktunya sempit dan situasinya tak aman benar.

Begitu masuk ke kamar tidur, pintu kamar kukunci, dan langsung Narsih kupeluk dan kuajak tiduran di ranjang, rok bawahnya kusingkap jauh-jauh ke atas, sehingga tempik Narsih terpampang indah (seperti biasanya, Narsih datang tanpa bercelana dalam, celana dalam di simpannya di saku rok, dan baru dipakai menjelang pulang). Hari itu aku hanya memakai sarung dan kaos oblong. Sarungku dan celana dalamku kulepas, sedang kaos oblongku kusingkap saja sampai ke leher, kemudian kutindih Narsih yang sudah merenggangkan selangkangannya lebar, lalu kontolku yang sudah siap menunggu, tanpa berlama-lama kumasukkan ke dalam liangnya. Kancing kemeja dan BH Narsih kubuka tanpa kulepas, kuremas tetekya dan kulumat bibirnya, sampai dia merintih lirih, “Aaaaaacchhhh paaaah … cepeeeet kooocoook yaaang …. Cepeeet … “. Kontolku kugerakkan dengan irama beraturan sementara nafasku memburu.

Karena terburu waktu, aku dan Narsih tak terlalu lama mencapai orgasme (menurut pengalamanku, stress, misalnya akibat desakan waktu, ternyata bisa berperan dalam mempercepat datangnya orgasme, tapi pada penyebab stress lain kadang-kadang justru sebaliknya), kurang lebih setelah sepuluh menit. “Aaaaahhhh Siiih, aaakuuu keeluuuaaar … “, desisku lirih. Badanku mengejang, yang diikuti dengan mengejangnya tubuh Narsih. “Aaaakuuu juuuugaaa paaaah …. Hhhh hhhhh sssshh … iiicchhh ….”. Aku menciumnya kembali, dan sejenak kubiarkan semprotan maniku beberapa lama di vaginanya. Denyutan otot tempiknya terasa di ujung kontol. Aku hampir selalu puas dengan Narsih, sebab Narsih cepat orgasme, padahal menurut pengakuannya dia sukar terpuaskan oleh suaminya, sehingga dulu aku cukup cemas bakal sukar memuaskannya.

Setelah beristirahat sejenak dengan kontol yang kubiarkan tetap berada di liang tempiknya, kubantu dia membersihkan tempiknya dari lelehan spermaku dengan tissue.

Narsih segera merapikan pakaiannya, tetapi toh tampilan wajahnya tidak sempurna betul karena ada bekas jilatan lidahku. Kemudian kami keluar dari kamar. Tapi, astaga … begitu aku mengantarkan Narsih ke luar dari pintu belakang, kami ketemu salah satu staf priaku Joko. “Oh, mbak Narsih … “, katanya, sedikit curiga karena melihat Narsih ada di rumahku sepagi itu dengan rias wajah yang tak sempurna, apalagi melihatku di rumah hanya pakai kaos dan sarung yang tak terpakai rapi. Sambil gelagapan, Narsih menjawab, “Oh .. eh, dik Joko … eh … saya mengantar sarapannya pak dokter. Biasa tiap pagi dik … Perintah ibu boss … hihihi ..”, sambil ketawa kecut. Narsih bergegas meninggalkan rumahku. Ternyata Joko kebetulan pagi itu ke rumah guna minta bantuanku mengobati ayahnya yang sakit cukup parah di rumahnya. Untungnya, Joko nggak datang ketika aku masih asyik bergelut dengan Narsih di dalam kamar. Juga, cukup beruntung bahwa yang curiga adalah Joko, sebab seorang lelaki biasanya tidak mudah mengobral rumor seperti halnya perempuan (maaf ya buat kaum perempuan … ).

Sejak itu aku lebih berhati-hati ketika bergelut dengan Narsih di rumah. Aku lebih sering menggunakan kamar periksa dan menyetubuhinya di atas bed periksa yang walau sempit dan tinggi, tetapi sedikit lebih aman.

Yang terang, aku nggak pernah menghentikan kebiasaanku bercinta di pagi hari, kecuali kalau ada halangan yang berarti, misalnya sedang menstruasi, atau keadaan tak memungkinkan karena misalnya suaminya ada di rumah. Itu menjadi tugas rutinku, selain karena aku menginginkannya, itu juga kebutuhan Narsih sendiri. Pokoknya kami berdua sudah bak suami-istri dalam persoalan seks. Menurut pengakuan Narsih, dia pusing kalau tak sempat bersetubuh denganku, sekali pun malam harinya dia sudah disetubuhi suaminya habis-habisan.

Di kemudian hari, yang membuat kebiasaan rutin kami bersetubuh di rumah bisa berlangsung dengan lebih mulus, adalah karena bantuan pembantu Narsih. Pembantu Narsih bernama mbok Nah, seorang janda yang sudah agak tua, antara 55-60 tahun. Begitu dekatnya Narsih dengan mbok Nah (dia sudah ikut sejak Narsih masih gadis, ketika baru tinggal di rumah dinasnya), sehingga hampir tidak ada rahasia Narsih yang tidak diceritakannya ke mbok Nah, termasuk perselingkuhannya denganku. Mbok Nah senang dan menyetujui perselingkuhan itu, dan dia sangat membantu kami untuk melampiaskan hasrat seksual di hampir setiap pagi itu, dengan cara menunggui kami yang sedang bersetubuh di luar kamar dan sekaligus mengawasi dan menyamarkan kami kalau-kalau ada orang datang ke rumah. Sulit dipercaya, tapi nyatanya begitu.

Cuma, memang, persetubuhan di rumah tak pernah memuaskanku 100 persen, sebab situasinya tak bebas, sehingga kami tetap mencari peluang untuk bercinta di tempat lain yang jauh lebih aman.

Anehnya lagi, Narsih tak kunjung hamil, padahal sudah milyaran spermatozoaku yang normal menyerbu rahim dan ovariumnya. Tak adakah spermatozoa yang mampu menembus ovumnya? Padahal, aku dan Narsih sangat menginginkan seorang anak, buah cinta kami. Pernah Narsih kuminta memeriksakan diri ke seorang dokter obgyn, dan dia dinyatakan normal.

Ada beberapa kali pengalaman menarik yang berhubungan dengan ’seks radio’. Aku dan Narsih masing-masing memiliki radio komunikasi handy-talky (HT).

Di suatu siang, setelah makan dan sholat, sambil bersarung tanpa baju, aku berbaring di tempat tidurku. Aku melamun. Tiba-tiba muncul ide di benakku untuk bermain seks jarak-jauh dengan Narsih (jadi, sejak dulu aku sudah memelopori semacam ‘cybersex’ itu jauh sebelum aktifitas ini populer). Kuhidupkan HT-ku, aku menuju frekuensi tempatku biasa mojok dengan Narsih (pada frekuensi yang sangat rendah), tanpa antena terpasang. Kupanggil-panggil Narsih. Setelah beberapa lama, Narsih merespons panggilanku. Aku tanya dia, apakah suaminya sudah datang. Ternyata belum. Lalu kuminta Narsih membawa HT-nya ke kamarnya dan menguncinya dari dalam.

“Narsih, mau nggak kamu membuka pakaian sekarang sampai telanjang?, mintaku. “He, apa-apaan pa? Sinting kamu pa.”, sahutnya.

“Sudahlah, mau apa enggak? Kalau mau, ayo, buka saja semua pakaianmu, dan tiduran di ranjang, sambil terus memonitorku. Aku di sini sudah telanjang lho.”, kataku sambil melepas sarungku sampai aku telanjang bulat sendirian di tempat tidur. “Iya deh, aku buka baju ya.”, sahutnya lagi di seberang sana.

“Sudah pa, aku sudah telanjang bulat-lat … Malu, ah, pa”, katanya genit, “Terus ngapain?”.

“Nah, kalau sudah, raba dan remas susumu dengan tangan satumu seolah-olah yang meremas itu adalah tanganku. Pokoknya anggap aku ada di sampingmu sekarang ini, dan anggaplah aku lagi menggumuli kamu. Aku juga anggap kamu ada di bawahku kutindih dan kugeluti. Ayo, Narsih. Hhh ssssshh hhhhehhhhh ….”, aku mulai mendesis sambil tanganku yang satu mengelus kontolku sendiri.

“Yaaah paaaah, aku sudah meremas susuku paaaah. Ssssshhh ….”, desah Narsih.

“Terus Siiih, kalau mendesah, mendesahlah yang keras. Aaaah Siiiih, mulai eenaaak Siiih … “. “Aku juga paaaah, aaakuuu eeenaaaak paaaah … , sssshh. Aaakuuu masukkan ke lubang Narsih yaaaaang … Eeenaaak ….”, mulai terdengar rintih Narsi. Walau tanpa melihat, aku yakin Narsih mulai menggosokkan jarinya sendiri ke tempiknya, sebab dulu sebelum ketemu aku, dia mengaku sering bermasturbasi. Membayangkan hal itu dan membayangkan bagaimana tubuh bugil Narsih yang indah menggeliat, aku makin terangsang, “Hhhhhh sssshhhh ssss Siiiih, aaakuuu terangsang Siiih … teeeeruuuusss Siiih ….”. “Iii iiiyaaaa paaaah .. aakuu teeerusss … Kaamuu juugaaaa teeerusss paaaah … aaaacchhhh ….”, sahutnya di sana.

“Teeeruuus Siiiih …. Kontolku terasa eeenaaak Siiiih ….”. “Aaaaah paaapaaa, aakuuu pingiin kontolmu paaaah … maasukkan paaaah ….. aakuuu suudaaah basaah paaaah … sssshhhhh … paaaah … “, Narsih terus mengerang.

Birahiku makin terangkat ke atas ubun-ubun, “Siiiih … akuu tambah eenaaak Siiiih …. Kumasukkan dalam-dalam ke lubangmu ya Siiiiih ….”. “Iiyaaa paaaah …. Aaakuu .. akuu suuudaaah nggaaak taaahaaan paaaah … masukkan paaaah ….”. Aku membayangkan kontolku mengocok liang vagina Narsih, “Siiih, kukocok teruus ya Siiiih …. Kaamuuu eeenaaak Siiih … “. “Paaah … kaaamuuu juuugaaa eenaaak paaaah …. Aaaargggghhhh paaaaah … koooocoook paaaah …. Aaakuuu maaauuu saaampaaaai paaaah … kooocoooooooook laagiiiiiii ….. oooochhhh … “, kudengar teriak Narsih di telingaku.

Mendengar desahan dan rintihan yang merangsang seperti itu, aku sudah merasa nggak tahan, aliran nikmat di ujung kontolku mulai terasa memuncak, “Aaaaah Siiiih … aaakuuuu hampiiiir …. Siiih … “. Di seberang sana Narsih merintih juga, “Aaaakuuu juugaaa paaaah … aayoooo sama-samaa paaah … oooochhh … saaayaaang … “.

“Aaaduuuh Siiiih … aakuuu keeeluuuaaaar Siiiiih …. Hhhhhh ssssshhh hhhh ….”, tiba-tiba air maniku memuncrat-muncrat ke atas, membasahi tanganku, perutku, dan sebagian ada yang memuncrat jauh ke seprei kasur. “Ooooiiiiiccch yaaaaang … Narsih juuugaaaa paaaah … paaaaah eeenaaak ….. akuuu saaampaaaiiii … hhhhh ooooiiiccch ….”. Dan, suara Narsih menghilang, rupanya HT-nya terlepas dari tangannya. Tanganku terus mengocok dan memijat-mijat kontolku yang masih berdenyut dan mengeluarkan sisa-sisa spermaku. Aku puas.

Tiba-tiba, suara Narsih memanggil di HT-ku, “Pa, terima kasih, aku puas sampai lemes pa. Ini pengalaman pertama bagiku. Kamu juga puas pa?”

“Ya, Sih. Aku sangat puas. Kamu pintar merangsangku di HT ini Sih. Tapi kamu pura-pura mainnya atau betulan Sih?”, selidikku, sambil masih terengah-engah. “Ah, papa koq nggak percaya sih, aku sampai lemes. Tanganku basah semua ini lho. Kalau nggak percaya papa ke sini. Kalau perlu kita lanjutkan mainnya di tempat tidurku. Ayo ke sini.”, godanya centil.

“Kalau begitu, terima kasih ya Sih, kapan-kapan kita coba lagi. Selamat tidur siang ya sayang … “.

Aku tertidur kecapean, masih telanjang bulat sendirian di ranjang.

Selama hampir lima tahun aku dinas di puskesmas itu, tak terbilang lagi, sudah ratusan adegan cinta super panas antara aku dan Narsih. Aku tak pernah bosan padanya. Narsih selalu bisa menyediakan ‘menu baru’ dalam bermain seks. Aku juga banyak mengkreasi berbagai posisi dalam bersetubuh. Kami adalah tim yang kompak dan inovatif dalam bercinta. Aku selalu kangen dia.

Hubungan intim yang panas antar aku dan Narsih kekasihku yang kusayangi ini justru berhasil meningkatkan kualitas hubunganku dengan istri. Dalam seminggu aku dua kali pulang ke S berkumpul dengan keluargaku. Kehidupan dalam keluargaku makin harmonis. Aneh? Aku berhasil menambah seorang bayi cantik yang lahir dari rahim istriku.

Sebaliknya Narsih tidak kunjung hamil.

Suatu hari, menjelang masa dinasku habis di puskesmas itu, aku punya janji dengan Narsih, tanpa sepengetahuan suaminya, untuk mengantarkan salah seorang adik perempuannya, Ningsih, yang akan mengikuti ujian masuk universitas di M. Sabtu sore Narsih dengan adiknya kujemput di rumah teman adiknya, dan kami bertiga langsung meluncur ke M. Sampai di M sudah malam, kami mencari hotel dan memesan satu kamar ber-AC dengan sebuah tempat tidur besar untuk kami gunakan bertiga.

Setelah makan, kami tidur. Besok kami harus berangkat mengantar Ningsih melihat tempat ujian.

Posisi tidur: aku di sisi luar, Narsih di tengah, dan adiknya di sisi dalam dekat dinding.

Dini hari aku terbangun, kulihat Narsih dan Ningsih sudah pulas membelakangiku.

Merasakan tubuh Narsih bersinggungan dengan tubuhku, birahiku timbul. Tanganku kananku rupanya tadi secara sengaja ditaruh Narsih di bawah lehernya dan jari-jariku digenggamnya. Jari-jari tangan itu kulepas dari genggamannya pelan-pelan, lalu kurabakan ke permukaan dada Narsih yang tanpa BH. Lehernya mulai kuciumi. Pelan-pelan bagian belakang baju tidurnya kusingkap ke atas sampai kelihatan pantatnya. Astaga, ternyata Narsih juga tak memakai celana dalamnya. Rupanya aku dan dia sudah sehati, sehingga tahu apa keinginan masing-masing, sehingga selalu siap bertempur setiap ada peluang.

Celana pendekku kupelorot, dan kukeluarkan kontolku yang sudah menegang (aku sengaja tak bercelana dalam), kutempelkan pada belahan pantat Narsih. Mungkin karena kena gesekan benda hangat di pantatnya, Narsih mulai menggeliat terbangun. “Hayo, papa mulai nakal.”, katanya, masih terkantuk. “Biarin, aku kepingin banget koq.”, timpalku, sambil mulai meremas susunya dari luar baju tidurnya. Narsih jadi betul-betul terbangun. “Ssssstt, hati-hati lho … jangan sampai Ningsih terbangun. Kalau ketahuan ‘kan malu.”, katanya. “Biarin ketahuan, toh adikmu sudah tahu kalau kita pacaran.”, godaku, sementara jari tangan kiriku sudah menjelajah ke bibir vagina Narsih lewat sela-sela pantatnya. “Aaaah paaah … naaakaaal sekali kamuu paaah ….”, Narsih mulai merintih pelan. Sambil terus mengorek liang vaginanya, aku melumat bibir Narsih dari samping. Tangan kiri Narsih memijat-mijat dan mengelus kontolku dengan halus, dengan tetap tubuhnya masih membelakangiku untuk mengawasi adiknya.

Jari-jariku yang ada di dada, langsung menyelusup ke dalam susunya melalui leher baju tidur Narsih yang rendah. Putingnya kupilin-pilin dan kuputar-putar dengan lembut. Sementara jari-jari tangan satunya mengubek-ubek liang tempiknya yang sudah licin basah, sambil sekali-kali satu jari mengelus lubang anusnya. Narsih mulai menggeliat dan mendesis sangat lirih, “Oooooch yaaaang … kaaamuuuu naaaakaaaaaal … paaaah … mmmmppphhhh hhhhh”. Dia mencoba menahan desahannya, takut Ningsih terbangun. Kelihatan Narsih agak kesukaran menahan diri, sebab kalau sedang dirangsang atau disetubuhi dia biasa berteriak cukup keras. Kasihan melihatnya. Tapi bagaimana lagi, masa’ kami bercumbu dilihat adiknya sendiri. Nggak lucu dong.

Agar tidak kelamaan menahan birahi seperti itu, kontolku yang sudah ngaceng lama itu, kuselipkan ke bibir vaginanya dari belakang, dan tangan kiriku berpindah ke depan, mencari kelentitnya yang agak mengeras dan menggeseknya agar dia cepat orgasme. Tanganku bergerak di bawah baju tidur yang bagian depannya tetap menutupi kemaluan Narsih, agar bila sewaktu-waktu Ningsih terbangun tidak terlihat kemaluan kakaknya sedang dimasuki sebuah kontol. Kaki kiri Narsih agak diangkat dan diletakkannya di atas sisi luar paha kiriku, sehingga selangkangannya merenggang, untuk memudahkan pergerakan kontolku di dalam vaginanya. Kontolku kumaju-mundurkan dengan perlahan-lahan. Nikmat sekali rasanya. Narsih makin mendesah lirih, “Mmmmmfffhhh … hhhhhehhhh … shhhh …. Ayoooo paaaah … “. Pinggulnya pun mulai digoyangnya pelan. Asyik betul.

Inilah pengalaman pertamaku bersetubuh dalam situasi ‘berbahaya’ yang sewaktu-waktu bisa disaksikan orang ketiga. Tetapi nafsu yang sudah memuncak seperti ini tidak banyak punya pertimbangan lain.

Terus secara teratur kontol kukocok, maju-mundur, ke kanan-kiri, dan kuputar-putar. Aku mulai merasakan denyutan otot vagina Narsih yang masih cukup ketat. Vagina yang belum pernah dilewati kepala bayi. Vagina yang masih senikmat vagina perawan. Vagina yang membuatku selalu ketagihan selama hampir lima tahun.

“Aaaarrgghhhh paaaah … mmmmffffhhh … hhhhh … yaaaaaang … “, Narsih terus merintih. Dia mulai tak bisa mengendalikan diri. Erangannya mulai mengeras. Tapi kulirik, Ningsih tak terbangun. Atau pura-pura tidur? Mungkin saja. Ah, peduli amat. Biarin kalau Ningsih tahu. Nafsu yang sudah di ubun-ubun, ternyata sudah tak mengenal malu lagi.

Aku menahan diriku untuk tak mendesah. Narsih lah yang justru nggak bisa tahan.

Permainan ini kukendalikan sepenuhnya. Kontolku masih bergerak teratur dan pelan. Jariku terus mengorek bagian depan bibir vagina dan kelentit bergantian, sedang dada Narsih terus kuremas dan kugosok. Telinga belakangnya kujilati dengan lidahku. Posisi terus kupertahankan seperti itu, sebab tak mungkin menerapkan posisi lain.

Narsih merintih agak keras, “Paaaaah … akuuuu suuuuudaaaah nggaaaak taaahaaaan … mmmfhhh ssssh sshhhhh hhh …. Papaaah … “. Goyangan pinggulnya makin tak beraturan. Narsih menggeliat, dengan tangan kirinya mencengkeram paha kiriku kuat-kuat.

Agar tak terlalu ribut. Ibu jari kiri ku kumasukkan ke mulut Narsih. Seperti bayi, jempolku dikulumnya kuat-kuat, sambil mendesah terus, “Mmmmmfffhh … mmmmfhhh … aaaacchhhh iiiichhhh … “.

Kontolku terus kukocok. Belum juga orgasme.

Narsih makin liar. Kepalanya bergoyang-goyang seperti orang kesakitan. Tangan kanannya menarik seprei, sehingga tubuh Ningsih di sampingnya agak bergoyang sedikit terseret. Gelinjang Narsih makin menghebat. Narsih betul-betul liar, rupanya dia tak terlalu peduli lagi ada adiknya di sampingnya. “Aaaaachhhh paaaah … mmmmmmfffh …. Hhhh ….”.

Melihat Narsih makin liar seperti itu, aku makin terangsang. Gerakan kontolku kupercepat, dan kuputar dan sekali-sekali kubenamkan dalam-dalam ke dasar vaginanya. Aku mulai mendesis, “Hhhhhhh … hhhhh … ssshhhhh … “.

Mendadak, Narsih setengah berteriak melepaskan ibu jariku dari mulutnya, “Paaaah … aaakuuuu ….. suuuudaaaaaah ….. suuuudaaaaah …. Hhhhhhh sssshhhh … paaaaah ….”. Cepat-cepat mulutnya kubungkam dengan bibirku agar teriakannya tak berlanjut. Paha kiriku dicakarnya kuat, dan, astaga … seprei tempat tidur dicengkeramnya kuat sehingga tubuh adiknya tertarik sampai punggungnya bersentuhan dengan tanganku yang sudah kembali meremas susu Narsih. Pikirku, mustahil Ningsih tak terbangun.

Merasakan denyutan kuat tempik Narsih pada saat orgasme itu, aku hampir bersamaan mencapai saat yang paling nikmat itu. Air maniku menyemprot kuat di dalam vagina Narsih. Pantatnya kutarik kuat ke belakang sehingga kontolku bisa betul-betul terbenam di dalamnya. Aku pun sudah tak peduli kalau Ningsih ternyata tahu apa yang kami lakukan. Aku ikut melenguh, “Aku keluuaaaar Siiiih … aaah eenaaaak … hhhhh … “. Narsih terengah-engah, masih dipelukanku. Seperti biasanya setiap mengakhiri persetubuhan, kukulum bibir Narsih dengan rasa sayang. Jari-jari tangan kanannya kugenggam mesra dengan jari-jari tangan kiriku.

Sejenak beristirahat, kukenakan lagi celana pendekku. Kemudian kuambil tissue di meja, dan kubersihkan vagina Narsih dari lelehan spermaku. Narsih mencubit tanganku dengan tersenyum sambil bergumam lirih , “Kamu bener-bener nakal pa. Sinting … “. Aku tertawa kecil mendengarnya.

Aku tidur kembali.

Paginya kami antar Ningsih ke kampus sebuah universitas di M untuk melihat tempat ujian masuk. Ningsih kelihatan biasa saja, dan dia bisa ngobrol tanpa kikuk baik denganku mau pun kakaknya. Aku merasa lega. Rupanya Ningsih tak tahu apa yang kulakukan bersama kakaknya tadi malam.

Setelah dari kampus, kami antar Narsih ke tempat kos adik perempuan lainnya, Narti, yang kuliah di M ini juga. (Hebat Narsih, karena dia lah yang membiayai adik-adiknya belajar di perguruan tinggi)

Ningsih ditinggal di sana, agar bisa belajar dan besok akan diantar Narti ke tempat ujian.

Siang itu, saya dan Narsih bebas dari ‘gangguan’ adiknya, sehingga nanti bisa melanjutkan permainan cinta yang tak pernah membosankan itu. Hari Minggu ini kami merencanakan menginap lagi, dan besok Senin subuh kembali ke puskesmas untuk bekerja. Kemarin aku sudah menelpon istriku kalau akhir minggu ini aku nggak bisa pulang ke S dengan alasan ada suatu acara para dokter di hari Minggu, dan aku janji untuk pulang ke S hari Senin sore besok.

Siang itu kuajak Narsih jalan-jalan mengelilingi kota M, kemudian kembali ke hotel.

Sesampai di kamar hotel, Narsih tampak seperti kebingungan, dan berkali-kali kaya’ salah tingkah. Aku jadi heran.

“Mengapa Sih, kamu koq aneh, seperti bingung?”, tanyaku. “Ah, enggak. Aku cuma ngantuk pa.”, jawabnya. Lalu dia ke kamar mandi, cukup lama, tapi kubiarkan saja. Dari kamar mandi, dia kemudian berbaring. Agak aneh, bahwa dia nggak mencium aku seperti biasanya kalau mau tidur. Tapi aku nggak terlalu memikirkannya. Kubiarkan dia tidur sampai sore. Aku menonton televisi, sampai tertidur juga.

Sekitar pukul 4 sore aku bangun, kulihat Narsih juga sudah bangun tetapi masih berbaring. Dia kuganggu, dengan kujawil teteknya. “Jangan pa … geli … “, sambil memegang tanganku agar tidak melanjutkan pekerjaannya. “Lho kenapa Sih, marah ya?”, tanyaku.

“Jangan kecewa ya pa. Menstruasiku datang siang tadi. Coba pa pegang selangkanganku, aku sedang pakai soft-tex Bagaimana pa, apa kita pulang saja? Soalnya ‘kan percuma di sini nggak bisa main.”, katanya.

“Oooo, gitu toh … Begitu saja koq nggak terus terang dari tadi sih? Ya nggak apa-apa toh, perempuan itu selalu menstruasi setiap bulan, itu ‘kan wajar. Mengapa mesti pulang sekarang, apa tujuan kita ke sini cuma mau main?”, jawabku tenang, padahal dalam hatiku ya agak kecewa karena sisa waktu ini nggak bisa kugunakan untuk bercumbu seperti tadi malam.

“Nggak apa-apa ya pa. Aku memang nggak pingin pulang sekarang, aku masih ingin semalaman bersama papa. Sebetulnya, meski pun aku sedang menstruasi, aku tetap pingin main koq pa. Sungguh, aku masih kepingin. Tapi menurut kesehatan ‘kan dianjurkan nggak usah melakukannya. Juga katanya menurut agama nggak boleh.”, ujar Narsih lagi. “Memang bener. Dusahakan menghindari main pada saat haid, kecuali kalau yakin penis dan vagina kita betul-betul bersih. Tapi kalau soal agama, kita ini sudah melanggar ajaran agama sejak lama Sih.”, kataku sambil tersenyum kecut.

Sore itu Narsih kuajak nonton bioskop dan makan di restoran di dekat alun-alun. Sejak di dalam gedung bioskop kami bermesraan terus.

Sepulang dari jalan-jalan kami kembali ke kamar hotel. Kulihat waktu sudah pukul 9 malam.

Sebelum tidur, bibir Narsih kukecup sayang, sambil mengucapkan selamat tidur. Tapi, tak dinyana, Narsih memeluk leherku dan lidahnya menerobos masuk ke dalam mulutku dan dengan ganas lidahku dipilin-pilinnya. Tentu saja aku terangsang dengan perlakuannya, kulakukan ciuman dalam. Akibatnya Narsih mulai mendesah, “Ooooch sayaaaang …. Aku dirangsang ya yaaang ….”. Ajakan itu tak kusia-siakan. Tanganku mulai meraba teteknya, baju tidurnya kupelorot ke bawah melalui bahunya dan kedua tangannya, sehingga telanjanglah bagian dadanya. Puting susunya kusergap dengan ganas. Seluruh areola buah dadanya kuempot dan kujilat. Lekukan di antara kedua tetek, kugigit-gigit ringan. Narsih merintih cukup keras, “Aaaaach paaaah …. Aku suudaaaah terangsang paaaah …. “. Dia dengan sigap melepas kaosku. Lalu dijilatinya kedua dadaku. Satu tangannya mencari kontolku di bawah yang masih tertutup celana pendek berikat-tali. Talinya dilepas, dan tangannya menerobos ke balik celana, dirabanya kontolku, dan dipijatnya dengan lembut. Dielusnya kontolku memanjang dari buah pelir menuju glans di ujung kontol. Rabaannya bukan main nikmat, “Aaah … eenaaak Siiih ….”. Celanaku kulepas saja, agar Narsih bisa lebih bebas memanipulir kontolku, dengan harapan aku bisa orgasme melalui manipulasi tangan atau mulutnya, karena kupikir aku nggak bakal orgasme melalui persetubuhan, sebab dia dalam keadaan menstruasi. Agar aku lebih terangsang, baju tidur Narsih kupelorot dan kulepas sama sekali melalui kakinya. Tinggallah celana dalam yang masih dipakainya dengan di dalamnya terdapat pembalut wanita yang menutupi vaginanya. Keadaan itu tak mengurangi keseksiannya. Menurut pengamatanku dari waktu ke waktu tubuh Narsih makin indah saja. Teteknya makin kencang dan agak membesar, mungkin karena Narsih lebih gemuk dari sebelumnya sehingga lebih tubuhnya makin berisi. Betul-betul tubuh idaman lelaki. Kakinya yang indah masih ditumbuhi bulu-bulu agak lebat yang tak pernah dicukurnya, sehingga menambah birahi. Apalagi melihat ketiaknya yang sedikit berbulu hitam halus, ah, sungguh merangsang darah lelakiku. Perlahan mulutku menyusur ke bawah menuju pusarnya, dan kujilati lubang dangkal pusar itu. Narsih mendesah, “Oooocchhh yaaaang … geeliiiii …. Oooooch … “. Mukaku terus turun ke bawah, kulewati saja selangkangannya yang tertutup pembalut dan kujilati sisi dalam pahanya. Kontolku kugesek-gesekkan ke kedua tetek Narsih. Enak rasanya. Dibantu tangan Narsih, sambil dielus-elus, ujung kontolku digosok-gosokkannya ke pentil susunya. Aku merasa nikmat, aku ingin orgasme dengan cara begitu. “Teeruuus Siiih … gosok teruus seperti itu ya yaaang … “, pintaku. Sementara jilatan dan kenyotan ringanku pada paha mendekati lipatan selangkangannya juga makin menghebat. Akibat perlakuanku itu, Narsih menjerit, “Paaah …. Aaakuuu nggaaaak kuuaaat ….”. Tak tahan karena manipulasiku lidahku di sekitar selangkangannya, Narsih akhirnya minta, “Paaah, aku ditindih sajaaa paaaah … aaayooo paaaah …. Cepeeet … “. Kuturuti permintaannya, Narsih kutindih, dan selangkangannya kurenggangkan agar kontolku bisa berada di lipatan paha atas itu. Kucium Narsih dengan penuh nafsu. Narsih menggeliat, dengan menggesek-gesekkan selangkangannya yang berpembalut itu ke kontolku, “Aaakuuu nggaaaak taaahaaan yaaaang … “.

Birahiku sudah tak terkontrol lagi, kontolku kucoba kumasukkan melalui sela-sela celana dalam Narsih, agar bisa menyentuh bibir vaginanya. Agak sulit masuk ke sana. Narsih rupanya juga ingin aku bertindak lebih dari itu, tiba-tiba tangannya masuk ke celana dalamnya dan disingkirkannya pembalut wanita penutup vaginanya yang berfungsi mencegah mengalirnya darah menstruasi keluar.

“Ayoo paaaah, masuukkan saajaaa paaaah … “. Begitu penghalang itu tak ada. Celana dalam Narsih kusibak dari sisi kanan tanpa kulepas, dan kucoba masukkan kontolku ke vagina Narsih. Pelan tapi pasti dengan bantuan dorongan pinggulku, kontolku masuk ke vaginanya. Terasa agak becek memang, tetapi tetap enak. “Nggaak apa-apa Siiiih ….? Aku sudah masuk … “. “Teruuus saja paaaah … nggak apa-apa …. Oooooochhhh ….”, jawabnya sambil mengerang.

Mendengar jawaban itu, kukayuh kontolku dalam-dalam. Becek-becek enak. Narsih makin meregang dan menggeliat, “Teeeruuuus paaah …. Gooooyaaaang …. Aaaarrrghhhhh ….. ooooch … “. Lidahku menjilati bagian leher samping Narsih, sehingga makin menggeliatlah dia tanpa beraturan. “Aaaayooo paaaah …. Teeeeruuus … sssshhhh …. Oooochhh … aakuuu cintaaa paaaapaah Waaawaaaan … ooooocchhh ….”.

Cukup sensasional juga rasa vagina yang becek seperti ini. Denyutan otot dalam vagina Narsih mulai terasa. Ujung kontolku seperti dipijat nikmat. “Eeeenaaaak saaaayaang … aaakuu saaaayaaaang kamuu Siiiih ….. kaaamuuu eeenaaak … “, lenguhku, sambil makin keras mengocok dan memutar kontolku di dalam tempiknya. Kedua jari tangannya yang berada di kasur kugenggam sayang.

Makin menghebatlah gerakan Narsih, dadanya menggeliat membusung, pantatnya diangkat-angkatnya sehingga ujung kontolku makin terasa ditekan-tekan enak. Satu tangannya melapas genggamanku dan ganti meremas seprei kasur, matanya terpejam dengan mulut yang merekah komat-kamit sekali-sekali merintih. Sungguh pemandangan yang menggairahkan darah lelaki mana pun.

Akhirnya waktunya tiba, hampir bersamaan kami berdua meregang dan menggelinjang, dibarengi semprotan maniku berkali-kali ke dalam vagina Narsih yang basah oleh darah menstruasi, “Aaah Siiiih … aakuuu keeluuuuaar … “. “Oooooooch iiiiiichhhhh …. Paaaaaaaah ….. aaaarggghhhhh ….”, teriak Narsih sembari tangan satunya mencakar punggungku kuat-kuat, dan kemudian lemas terengah-engah.

Oh, enaknya, terasa sekali denyutan ritmis otot tempik Narsih yang memijat-mijat kontolku.

Kuciumi Narsih, dari buah dadanya yang basah oleh peluh kami berdua, sampai leher dan seluruh wajahnya.

Seprei tempat tidur basah oleh darah menstruasi bercampur dengan air maniku yang meleleh keluar. Juga celana dalamnya.

Ah, aku sayang kamu Narsih …

Itulah beberapa adegan persetubuhan liar yang mengesankan antara aku dan Narsih yang penuh kasih sayang. Ratusan adegan lain yang pernah kami lakukan tentu tak mungkin cukup diceritakan di sini.

Sekarang aku sudah tak lagi pernah bertemu dengan Narsih. Aku dengar akhirnya dia cerai dari Bakdi suaminya, dan tetap tidak punya anak. Ada kabar dari seorang teman, bahwa Narsih telah menikah lagi dengan seorang duda yang beranak tiga. Katanya, Narsih hidup cukup berbahagia dengan suaminya yang sekarang. Tempat dinasnya pun sudah pindah dari puskesmas itu.

Sampai saat ini aku masih mengenangnya. Aku tetap merasa bahwa cinta Narsih tulus padaku. Sebaliknya juga, rasa sayangku tulus padanya. Sayang, kami tak mungkin bersatu. Di samping Narsih, aku tetap mencintai istri dan anak-anakku dengan sepenuh hati.


Baca selengkapnya disini >>>>......
 
Dear Diary Blogger Template